Tak Kunjung Selesai, Konflik Petani Sawit dengan PTPN di Kampar Kembali Memanas

7 hours ago 4

Liputan6.com, Pekanbaru - Persoalan di Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, ternyata belum selesai hingga kini. Pergantian pengurus dengan janji pengelolaan lebih baik hanya di atas kertas karena 'bermain' mengelola badan yang menjadi tumpuan hidup ribuan petani.

Terbaru, Pengadilan Negeri Bangkinang memutus perusahaan membayar Rp140 miliar ke PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional III karena melakukan wanprestasi. Perusahaan ini merupakan bapak angkat perusahaan pelat merah itu.

Perlawanan petani yang mengklaim sebagai bagian dari Kopsa-M tak terhindarkan lagi. Puluhan petani bersama Aliansi Rakyat Riau Menggugat melakukan aksi damai di depan Pengadilan Tinggi Riau, Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Kamis siang, 12 Juni 2025. Mereka protes terhadap putusan majelis hakim di pengadilan tingkat pertama.

Dalam aksinya, massa terlihat membawa bunga mawar sebagai simbol perdamaian, serta keranda jenazah sebagai simbol matinya keadilan bagi para petani kecil.

Mereka juga menyampaikan petisi berisi permintaan agar Pengadilan Tinggi Riau meninjau ulang dan membatalkan putusan PN Bangkinang yang dinilai tidak adil dan merugikan rakyat kecil.

"Kami datang untuk menuntut keadilan, ada yang sudah meninggal dunia tapi tetap disertakan dalam daftar yang harus membayar utang ini sungguh tidak masuk akal," ujar salah satu perwakilan warga dalam orasinya.

Aliansi Rakyat Riau menyebut bahwa putusan tersebut memerintahkan ratusan anggota Kopsa-M membayar utang hingga Rp140 miliar kepada PTPN. Putusan juga menyatakan bahwa sertifikat hak milik petani dijadikan sebagai sita jaminan.

Mereka menegaskan bahwa sertifikat tersebut bukanlah untuk jaminan dana talangan kepada PTPN, melainkan agunan kredit di Bank Mandiri.

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan Ini:

Pencarian Korban Jatuh dari Kapal, Basarnas Cilacap Sisir hingga Perairan Jabar

Berlarut-larut

Mereka juga menuding adanya kekeliruan dalam pertimbangan hukum oleh majelis hakim karena mengabaikan keterangan saksi-saksi tergugat, termasuk saksi ahli selama proses persidangan.

"Kami meminta majelis hakim Pengadilan Tinggi Riau meninjau kembali seluruh bukti dan argumen, jangan sampai hukum berpihak hanya pada korporasi dan membunuh hak-hak petani kecil," kata seorang pendemo.

Demonstrasi ini sudah beberapa kali berlangsung, baik sebelum ataupun sesudah. Banyak pemerhati menyorot, salah satunya pemerhati sekaligus Ketua Independen Pembawa Suara Transparansi (Inpest) Ir Marganda Simamora. 

Ia menilai putusan yang dipimpin Hakim Soni Nugraha seharusnya bisa disikapi secara bijaksana untuk mengakhiri persoalan berkepanjangan konflik kemitraan antara Kopsa-M dengan PTPN IV Regional III. 

Ia mengatakan bahwa konflik ini terlalu berlarut-larut akibat ulah serta egoisme pengurus sehingga menjadi korban adalah petani asli desa sendiri.

"Kenapa saya bilang begitu karena saat ini tidak banyak petani asli di sana, mayoritas telah berpindah tangan akibat jual beli lahan, seperti yang disampaikan pada fakta-fakta persidangan," ujarnya.

Ia mengatakan sejak awal telah mengikuti persolan Kopsa-M, termasuk memperhatikan ulah para pengurusnya yang sama sekali tidak menunjukkan itikad baik melaksanakan kewajibannya membayar cicilan.

Di sisi lain, PTPN sebagai corporate guarantee sebagai penjamin ke lembaga perbankan harus terus menutupi cicilan yang berjalan. Dia menilai, klaim kebun gagal yang selama ini disampaikan oleh Kopsa-M atas penilaian Disbun Kampar sangat tidak tepat, 

"Kalau kita simak dari fakta persidangan juga kemarin dibantah sama tim penilainya sendiri," terangnya.

Sesuai Harapan Petani

Selain tidak mengetahui adanya kerja sama eksploitasi kebun Kopsa-M dengan pihak ke-tiga, tim penilai juga tidak mendapat data secara komprehensif selama penilaian kebun berlangsung.

"Tim penilai juga menyatakan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi dari Disbun Kampar bahwa kebun Koppsa-M gagal dibangun," katanya.

Menurutnya, langkah hukum yang ditempuh PTPN ini karena sebagai perusahaan negara harus mendapat kepastian hukum atas biaya pembangunan kebun, meski telah disakiti oleh anaknya sendiri.

"Saya melihat, KopsaM ini seperti anak durhaka kepada orang tuanya. Sudah dibantu, dilunasi hutangnya, sekarang melawan balik," sebut Ganda. 

Senada, Kepala Desa Pangkalan Baru Yusri Erwin menilai putusan Majelis Hakim tepat adanya. Bahkan, ia mengatakan putusan itu sesuai dengan harapan petani asli Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu.

Putusan tersebut, kata dia, dan diamini para sesepuh desa lainnya, menjadi awal yang baik untuk memperbaiki persoalan dan mengembalikan Koppsa-M sesuai peruntukannya, mensejahterakan masyarakat Desa Pangkalan Baru.

"Kami sudah lelah dengan konflik berkepanjangan ini. Selama ini, kami hanya menjadi alat bagi segelintir orang yang entah dari mana asalnya, yang rakus akan kekuasaan untuk menguasai areal kami. Masyarakat terpecah belah, tidak ada keharmnonisan di desa akibat konflik ini," kata pria paruh baya tersebut.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |