Liputan6.com, Bandung - Gubenur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan, agar seni tradisi Sunda yakni mamaos menjadi cabang yang diperlombakan pada Musabaqah Tilawatil Qur'an dan Hadis (MTQH) di Jawa Barat. Lantas, apa sebetulnya mamaos itu?
Gaya bernyanyi lagu daerah masyarakat Sunda dan Cianjur adalah mamaos merupakan sebuah seni tradisi yang menggambungkan permainan kecapi dengan pembacaan kisah-kisah adiluhung. Gaya bernyanyi lagu daerah masyarakat Sunda dan Cianjur adalah mamaos juga sering disebut dengan tembang Cianjuran, di mana seni vokal Sunda yang dipadu dengan iringan alat musik kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan rebab.
Awalnya, gaya bernyanyi lagu daerah masyarakat Sunda dan Cianjur adalah mamaos dinyanyikan oleh laki-laki. Namun seiring waktu, wanita juga menyanyikannya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya juru bahasa mamaos perempuan yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Sunda dan Cianjur.
Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, menjelaskan tentang awal mula seni mamaos terbentuk yakni sejak 1761 seiring masa kepemimpinan R.A.A Wiratanudatar. Adapun seni ini sebetulnya baru berkembang di Cianjur sejak 1834. Seni tradisi itu diwariskan oleh Dalem Pancaniti atau RAA Kusumaningrat, Bupati Cianjur saat itu.
Bupati dijuluki dengan panggilan Kangjeng Pancaniti, karena Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Kusumaningrat merupakan seorang yang sangat peduli terhadap mamaos cianjuran. Dengan bantuan saudara-saudaranya, ia mengantar mamaos cianjuran mencapai kejayaannya.
Ketika itu, yang menjadi juru pantunnya adalah Aen. Tahun 1862 Dalem Pancaniti wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Aom Alibasah yang sering disebut juga Dalem Marhum. Ketika itu mamaos cianjuran diolah oleh tiga orang, yaitu: R. Djajawiredja, Aong Djalalahiman, dan R. Etje Maadjid.
Pada mulanya mamaos dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita. Hal itu terbukti dengan munculnya para juru mamaos wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.
Adapun bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang berasal dari bahan pupuh disebut tembang.
Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.
Pada masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II (1864 hingga 1910) kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853 sampai 1928) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA. Martanagara (1893 sampai 1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920 sampai 1931 & 1935 sampai 1942).
Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur.
Komponen Mamaos
Dikutip Liputan6.com dari buku Gaya Petikan Kacapi Tembang (2018) karya J. Julia, menjelaskan tentang komponen yang harus ada dalam mamaos yakni vokal dengan pirigan atau instrumen. Oleh sebab itu, aspek-aspek yang terdapat dalam mamaos akan selalu berkaitan dengan dua komponen tersebut, antara lain vokal yang dinyanyikan oleh penembang, dan instrumen yang dimainkan oleh para pengiring yang terdiri dari instrumen suling atau rebab, kacapi ricik, dan kacapi indung. Berikut penjelasannya:
a. Vokal
Lagu-lagu mamaos tergolong jenis lagu polymetra schematica, artinya satu suku kata mengandung lebih dari satu nada. Jenis iramanya, secara keseluruhan lagu dalam mamaos terbagi ke dalam dua jenis irama. Pertama, sekar irama merdika (bebas) yang terdiri dari wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, dan kakawen. Kedua, sekar irama tandak yang hanya terdiri dari uanda panambih.
Dalam sekar irama merdika. penembang memiliki kebebasan (dengan batas-batas tertentu) dalam menentukan dan mengatur tempo lagu (adlibitum) sesuai dengan seleranya, terutama dalam menyanyikan ornamen-omamennya. Sedangkan dalam sekar irama tandak, penembang terikat dengan aturan-aturan kerukan dan wiletan lagu. Sehingga tidak dapat mengatur tempo seenaknya, apalagi keluar dari aturan wiletan. Terkecuali bagi sebagian lagu panambih yang di dalamnya terdapat bagian sekar irama merdika.
b. Instrumen
Komponen lainnya yang terdapat dalam mamaos adalah seperangkat waditra (instrumen) pengiring. Ada beberapa waditra yang digunakan, diantaranya suling atau rebab, kacapi rincik, dan kacapi indung. Dalam penyajiannya, kacapi indung dan suling dimainkan pada semua wanda, sedangkan kacapi rincik hanya dimainkan pada wanda panambih. Begitu juga dengan rebab, hanya dimainkan pada wanda rarancagan dan panambih, itu pun hanya digunakan pada laras salendro saja. Agar dapat dikatakan sebagai penyajian mamaos, maka seluruh komponen tersebut (kacapi indung, kacapi rincik, suling atau rebab, dan sekar), harus lengkap semuanya. Terkecuali untuk penyajian instrumentalia Cianjuran, karena hanya menggunakan kacapi indung, kacapi rincik, dan suling, tanpa menggunakan sekar.
MTQH Provinsi Jabar
Sebelumnya diberitakan, usul Dedi Mulyadi disampaikannya pada pembukaan MTQH XXXIX Tingkat Provinsi Jawa Barat, di Soreang, Kabupaten Bandung, Minggu, 15 Juni 2025.
“Mohon Pak Kemenag, Pak Kanwil, itu ketika saya wakil bupati dulu, ada dosen Universitas Pansundan, bernama Hidayat Suryalaga, dia menulis terjemahan Al-Quran dalam rumpaka Sunda, yang sudah disusun dalam bentuk mamaos,” kata Dedi Mulyadi.
“Saya minta di tahun depan, itu (mamaos) masuk menjadi salah satu cabang yang diperlombakkan, yaitu mamaos dalam bahasa Sunda, tapi isi mamaosnya adalah terjemahan Al-Quran,” imbuhnya.
Dedi mengatakan, MTQH bukanlah ajang perlombaan semata, tetapi pada dasarnya merupakan forum spiritual. Dedi menitip pesan, esensi MTQH dapat dihayati oleh para peserta, penyelenggara, maupun para pejabat di pemerintahan.
“Ini bukan forum balapan formula-e, ini bukan forum liga, ini adalah forum spiritualitas. tidak peting menjadi juara umum, tidak penting. tidak penting menjadi juara pertam, kedua, ketiga. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah Al-Quran masuk dalam cahaya ketua penyelenggara, sehingga ketua penyelenggaranya menjadi adil dalam tindakannya. Al-Quran masuk dalam cahayanya Gubernur Jawa Barat, sehingga Gubernur Jawa Barat bertindak adil dalam kebijakan-kebijakannya. Cahaya Al-Quran masuk ke relung hatinya bupati maka tindakannya menjadi adil,” kata dia.
Haparannya, ajang MTQH menjadi pengingat batin, sehingga para pemimpin bisa berlaku sesuai kebaikan seperti yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
“Dari gerakan membaca Al-Quran ini, maka terbebaslah orang-orang miskin, terbebaslah anak-anak yatim, terbangunlah peradaban hidup yang selih asaa, selih asih, selih asuh, maka disitulah Al-Quran menjadi cahaya,” katanya.
Diikuti 1.136 peserta
Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadits (MTQH) XXXIX Tingkat Provinsi Jawa Barat berlangsung dari tanggal 16 Juni hingga 21 Juni 2025 di Soreang, Kabupaten Bandung.
Sekretaris Panitia, H. Jajang Apipudin, menjelaskan MTQH tahun ini mengusung tema “Cahaya Al-Qur’an, Spirit Lebih Bedas Menuju Jawa Barat Istimewa”. Jajang juga menyampaikan acara akan berlangsung di 13 lokasi majelis dan 19 arena lomba.
Kegiatan tersebut diikuti sebanyak 1.136 peserta dari 27 kabupaten dan kota se-Jabar. Setiap harinya musabaqah dimulai pukul 07:00 hingga pukul 17:00.
“Khusus untuk musabaqah Cabang Tilawah Dewasa dan Qiraat Mujawwad akan dimulai pada pukul 07:00 sampai dengan pukul 12:00. Dilanjutkan pukul 19:30 hingga selesai,” katanya dalam siaran pers.
Menurut Kepala Bidang Penais Zakat dan Wakaf Kanwil Kemenag Jabar ini, pada MTQH tersebut selain ada 8 cabang musabaqah yang sesuai dengan SK Gubernur, ada satu tambahan cabang musabaqah yaitu Musabaqah Qasidah yang akan dilaksanakan pada pukul 13:00 sampai dengan 17:00 setiap harinya, yang berlokasi di venue utama Dome Bale Rame.
Pada acara pembukaan, dibacakan ayat suci Al-Qur’an dilantunkan Salman Amrillah, yang merupakan qori kebanggan Kabupaten Bandung sekaligus juga juara MTQ Internasional tahun 2019 di Iran. Sedangkan pembacaan do’a akan dipimpin Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar K.H. Rahmat Syafe’i.