Liputan6.com, Jakarta - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terus mematangkan rencana pengembangan proyek dimetil eter (DME) di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk Bukit Asam, Turino Yulianto mengungkapkan, perusahaan masih berada pada tahap konsolidasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk kemungkinan keterlibatan Danantara.
"Jadi kita sekarang dalam proses konsolidasi, baik ke Satgas Hilirisasi, ke Danantara, juga ke MIND ID,” ujar Turino dalam konferensi pers Pubex Live 2025, Kamis (11/9/2025).
Ia menambahkan, pembahasan intens juga dilakukan bersama Pertamina sebagai calon pembeli (off-taker) DME. Menurut Turino, pertemuan-pertemuan tersebut bertujuan untuk menyepakati rantai pasok (supply chain) yang optimal agar seluruh pihak yang terlibat dapat memperoleh manfaat.
“Insya Allah dalam waktu tidak lama lagi kita akan menyepakati sebuah supply chain yang saya kira paling optimal. Sehingga seluruh komponennya bisa sinergi. Baik Pertamina atau PTBA bisa juga profit dalam menjalankan DME ini,” jelasnya.
Terkait Danantara, Turino menegaskan perseroan masih dalam proses presentasi untuk memastikan apakah lembaga tersebut akan membiayai proyek DME. Keputusan final diharapkan segera diperoleh dalam waktu dekat.
"Sedang dalam proses presentasi kita. Saya kira dalam waktu tidak lama lagi akan ada kepastian itu,” pungkas Turino.
Permintaan Batu Bara di China Melemah, PTBA Fokus Perluas Pasar
Sebelumnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyusun sejumlah langkah strategis guna menghadapi penurunan permintaan batu bara global, khususnya dari pasar utama seperti China. Sebelumnya China dikabarkan mengurangi impor batu bara karena peningkatan produksi domestik dan stok yang tinggi.
Terkait hal ini, salah satu strategi utama perusahaan adalah memperluas pasar ekspor dan memperkuat efisiensi biaya operasional.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, menyampaikan penurunan harga batu bara dan potensi berkurangnya impor dari negara tujuan ekspor utama mendorong perusahaan untuk memperkuat daya tahan bisnis melalui berbagai inisiatif.
Ia mengungkapkan harga batu bara Indonesia berdasarkan indeks ICI sempat terjun di bawah angka USD 100 per metrik ton, meskipun belakangan mulai terlihat sedikit pemulihan. Meski demikian, perusahaan tetap optimistis dan berencana untuk menaikkan volume produksi pada tahun depan.
Tingkatkan Produksi Batu Bara
Arsal menjelaskan pada 2025, PTBA akan meningkatkan produksi batu bara menjadi sekitar 50 juta metrik ton, dengan target penjualan yang tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
Terkait pelemahan permintaan dari China dan India, Arsal mengakui kondisi ini tidak lepas dari dampak ketegangan geopolitik global.
"Kalau perang dagang ini belum selesai atau menjadi isu, hal ini tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan industri baik di Cina maupun di India. Kalau pertumbuhan ekonominya menurun, pabrik-pabrik yang menggunakan tenaga listrik dari batu bara juga akan menurun,” kata Arsal dalam konferensi pers RUPST PTBA, Kamis (12/6/2025).
Perluas Pasar Ekspor
Sebagai antisipasi atas kondisi tersebut, PTBA telah memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain di Asia Tenggara dan Asia Timur, seperti Vietnam, Thailand, Korea Selatan, dan sebagian ke Jepang.
Sementara itu, rencana perusahaan untuk mengakuisisi tambang batu bara berkalori tinggi yang sempat dibahas tahun lalu saat ini ditangguhkan. Arsal menuturkan, PTBA akan fokus terlebih dahulu pada optimalisasi produksi dan penjualan dari tambang yang sudah beroperasi.
Menurutnya, dengan kondisi harga batu bara yang fluktuatif, perusahaan memilih untuk memaksimalkan potensi yang ada demi menjaga stabilitas operasional.
"Dengan kondisi seperti sekarang ini, mungkin kami akan fokus dulu dengan bagaimana produksi yang sudah kami jalankan ini bisa tercapai. Sehingga kami fokus menghadapi ketika ada gejolak harga, kami akan fokus bagaimana gejolak harga ini berpengaruh terhadap kegiatan produksi," tutur Arsal.