Liputan6.com, Jakarta - Ketika kita membicarakan kuliner Manado, aroma kuat rempah, cita rasa pedas yang berani, dan kekayaan hasil laut Sulawesi Utara akan segera terbayang dalam benak. Di tengah berbagai jenis hidangan khas yang menggugah selera, salah satu sajian yang patut mendapatkan sorotan lebih adalah Pampis sebuah hidangan tradisional yang menggabungkan kesederhanaan nasi bersantan dengan kelezatan lauk-pauk yang sarat bumbu.
Meski tidak sepopuler tinutuan atau cakalang fufu, Pampis memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Manado sebagai makanan rumahan yang menenangkan, sekaligus sebagai simbol dari kehangatan meja makan keluarga.
Nama Pampis sendiri sering kali merujuk pada lauk ikan suwir berbumbu, namun dalam praktik kuliner tradisional, istilah ini juga mengacu pada hidangan lengkap berbasis nasi yang dimasak dengan santan gurih, kemudian disajikan bersama beragam lauk, terutama ikan atau ayam berbumbu khas.
Keistimewaan Pampis terletak pada cara pengolahannya yang sederhana namun memperhatikan detail rasa. Nasi yang digunakan tidak dimasak seperti biasa, melainkan dengan tambahan santan kental yang sudah dibumbui dengan sedikit garam, daun pandan, dan kadang kala daun jeruk atau serai, memberikan aroma harum dan rasa gurih yang lembut.
Hasil akhirnya adalah nasi yang pulen namun berminyak alami, dengan rasa santan yang menyerap hingga ke dalam setiap butirnya. Nasi ini kemudian menjadi kanvas sempurna bagi berbagai lauk pelengkap, yang biasanya berupa ikan cakalang suwir, ayam rica-rica, sambal dabu-dabu, telur balado khas Manado, serta sayur-sayuran seperti daun pepaya tumis atau tumis bunga pepaya yang memberikan sentuhan pahit dan segar.
Dalam penyajiannya, Pampis adalah sajian lengkap yang bukan hanya mengenyangkan, tapi juga menawarkan pengalaman rasa yang kaya dan berlapis.Di banyak keluarga Manado, Pampis bukan sekadar makanan, melainkan tradisi yang menghubungkan generasi.
Proses memasak nasi dengan santan sendiri sering kali dilakukan pada pagi hari, ketika udara masih segar dan dapur dipenuhi aroma harum bumbu yang ditumis. Para ibu biasanya sudah sibuk menyiapkan santan dari kelapa segar yang diparut, sementara anak-anak membantu membersihkan ikan atau memetik sayur dari halaman rumah.
Resep Leluhur
Momen-momen kecil ini memperlihatkan bahwa Pampis tidak hanya menjadi santapan, tetapi juga bagian dari ritus sosial dan ikatan kekeluargaan. Apalagi dalam acara-acara khusus seperti syukuran, pesta keluarga, atau kenduri, hidangan Pampis kerap menjadi andalan utama yang disusun rapi dalam rantang atau dihidangkan dalam piring-piring besar, sebagai tanda penghormatan kepada tamu dan bentuk rasa syukur atas berkah kehidupan.
Pampis juga menunjukkan betapa masyarakat Manado sangat menghargai bahan-bahan lokal dan kemampuan mengolahnya dengan cermat. Ikan cakalang, misalnya, adalah hasil laut yang melimpah di perairan Sulawesi dan menjadi simbol kekuatan kuliner daerah ini.
Dalam versi Pampis ikan, daging ikan cakalang direbus atau diasap terlebih dahulu, kemudian disuwir-suwir dan ditumis bersama bumbu rempah khas seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit, kemangi, dan sedikit perasan jeruk nipis atau lemon cui yang memberi kesegaran.
Proses ini menciptakan lauk yang tidak hanya kaya rasa, tapi juga tahan lama, sangat cocok untuk masyarakat pesisir yang terbiasa menyimpan makanan untuk beberapa hari. Sementara itu, nasi bersantan yang menjadi dasar hidangan menunjukkan pengaruh kuat dari kuliner Nusantara yang gemar mengolah kelapa sebagai sumber rasa dan tekstur.
Perpaduan keduanya menjadikan Pampis bukan sekadar makanan fungsional, tapi juga cermin dari keterampilan dan filosofi hidup masyarakatnya. Sayangnya, seperti banyak kuliner tradisional lainnya, Pampis mulai menghadapi tantangan di era modern.
Gaya hidup yang serba cepat, masuknya makanan instan dan internasional, serta minimnya dokumentasi membuat banyak anak muda kurang akrab dengan cara pembuatan hidangan seperti Pampis. Padahal, makanan ini menyimpan potensi luar biasa untuk dikenalkan lebih luas sebagai bagian dari kekayaan kuliner nasional.
Dengan sentuhan inovasi dan pendekatan modern dalam penyajiannya, Pampis bisa menjadi sajian menarik di restoran tematik, kafe, atau produk UMKM yang menjangkau pasar global. Tentu, pelestarian rasa dan nilai tradisionalnya tetap menjadi hal utama, agar keaslian hidangan ini tidak luntur oleh modernisasi yang berlebihan.
Upaya seperti festival kuliner, dokumentasi resep leluhur, serta pelatihan bagi generasi muda tentang cara memasak tradisional bisa menjadi langkah nyata untuk menjaga agar Pampis tetap hidup dan dikenal lintas zaman.
Penulis: Belvana Fasya Saad