Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pengadilan Amerika Serikat (AS) yang membatalkan sebagian kebijakan tarif era Presiden Trump langsung berdampak pada pergerakan bursa saham dunia. Keesokan harinya, pasar saham utama seperti Nikkei di Jepang dan KOSPI di Korea Selatan menunjukkan penguatan signifikan.
Sentimen pasar saat itu mencerminkan optimisme bahwa potensi penghapusan tarif impor AS akan mendorong pemulihan perdagangan global.
Namun, euforia tersebut tidak berlangsung lama. Pada 30 Mei 2025, bursa-bursa Asia kembali mengalami tekanan seiring munculnya kabar bahwa keputusan pengadilan AS masih berada dalam proses banding. Beberapa tarif lama pun masih tetap diberlakukan, sehingga pelaku pasar menahan diri untuk mengambil langkah lebih agresif.
Bursa Efek Indonesia sendiri baru kembali beroperasi pada 3 Juni setelah libur panjang, sehingga reaksi IHSG baru bisa terlihat saat itu.
“Ekspektasi bahwa keputusan pengadilan tersebut dapat memberikan sentimen positif dan membuat IHSG fly to the moon menurut kami, perlu untuk dipertimbangkan dan diperhatikan dengan seksama khususnya untuk investor dalam mengambil keputusan investasinya,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam keterangan tertulis, Selasa (3/6/2025).
IHSG Kembali Menguat, Kepercayaan Investor Terjaga
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami penguatan dan mendekati level psikologis 7.000. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal ini mencerminkan kepercayaan pelaku pasar terhadap stabilitas sistem keuangan nasional. Kinerja positif ini juga tak lepas dari optimisme terhadap kondisi ekonomi domestik serta fundamental emiten yang tetap solid di tengah tekanan global.
OJK menilai bahwa kepercayaan ini menjadi modal penting untuk mempertahankan tren positif di pasar modal Indonesia. Meski demikian, berbagai tantangan dari sisi eksternal seperti kebijakan suku bunga global, ketegangan geopolitik, hingga ketidakpastian arah ekonomi Tiongkok tetap harus diantisipasi. Karena itu, penting bagi investor untuk tetap berhati-hati dan menimbang berbagai skenario sebelum menempatkan dana.
“Penguatan IHSG mendekati level 7.000 merupakan bentuk kepercayaan dari pelaku pasar terhadap stabilitas sistem keuangan di Indonesia yang masih terjaga, serta optimisme terhadap kinerja perekonomian domestik dan kinerja Emiten di tengah ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global,” kata Inarno.
Target 8.000, Harapan atau Realita?
Terkait potensi IHSG menembus level 8.000, OJK menyampaikan bahwa harapan tersebut wajar dan bisa menjadi pemacu semangat pelaku pasar. Namun, proyeksi ini tetap harus disikapi dengan realistis dan berbasis pada data serta perkembangan ekonomi makro. IHSG, sebagai indeks utama, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kondisi geopolitik, kebijakan moneter global, hingga tren investasi asing.
Menurut OJK, menjaga momentum positif IHSG membutuhkan sinergi lintas sektor. Tidak hanya otoritas keuangan, tetapi juga peran aktif dari pelaku usaha, investor institusi, dan regulator lainnya diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan. Penting juga bagi investor ritel untuk memiliki literasi keuangan yang memadai guna menghindari keputusan berbasis spekulasi semata.
“Selanjutnya apakah akan terus meningkat sampai ke level 8000? hal tersebut tentunya merupakan harapan kita semua. Namun kami percaya bahwa optimisme pelaku pasar yang telah terbangun perlu kita jaga bersama, bukan hanya oleh OJK, namun juga seluruh pemangku kepentingan,” ungkap Inarno.
Waspadai Risiko Global, Perkuat Ketahanan Domestik
Meskipun tren penguatan IHSG menjadi kabar baik, OJK tetap mengingatkan bahwa risiko global masih tinggi. Forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar belum lama ini menyimpulkan bahwa tekanan eksternal, termasuk perlambatan ekonomi global dan ketegangan di sektor keuangan internasional, harus terus diwaspadai. KSSK pun menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dalam konteks tersebut, kebijakan fiskal dan moneter yang responsif serta penguatan ketahanan sektor keuangan menjadi prioritas. OJK juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan ketat terhadap dinamika pasar agar investor mendapatkan perlindungan optimal. Sinergi antar lembaga diharapkan dapat menciptakan pondasi kuat bagi pertumbuhan pasar modal ke depan.
“Dalam kesempatan ini kami ingin menekankan kembali hal yang telah disampaikan dalam prescon KSSK, yaitu bahwa down side risk global terpantau masih tinggi dan hal ini perlu masih terus dicermati dan diantisipasi ke depan,” tutup Inarno.