Liputan6.com, Semarang - Ribuan calon jemaah haji yang memanfaatkan bisa Furoda atau dikenal dengan Haji Furoda gagal berangkat. Mereka gagal karena tidak mendapatkan visa dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak agar negara tidak lepas tangan dan harus hadir memberikan perlindungan. Meskipun sesungguhnya visa tersebut bersifat business to business (B2B) antara perusahaan travel dengan pihak di Arab Saudi. "Faktanya, visa furoda atau undangan (mujamalah) ini memang ada dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia," kata Fikri.
Pemerintah Indonesia memang tidak secara formal ikut mengelola Haji Furoda. Meski demikian, negara tetap memiliki kewajiban untuk memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah. Ditambahkan, insiden gagal berangkatnya ribuan calon jemaah haji furoda tahun 2025 menjadi momentum krusial untuk segera merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji. "Undang-undangnya harus memprioritaskan perlindungan bagi mereka, karena mereka adalah warga negara Indonesia yang haknya wajib dijamin," kata Fikri, anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Umroh Mandiri dan Haji Furoda
Lebih lanjut Fikri mencontohkan pengelolaan umrah mandiri yang kini dibuka luas oleh Arab Saudi. Karenanya, dalam konteks haji undangan seperti furoda, sepatutnya ada aturan teknis yang jelas dan pengawasan dari pemerintah. Tujuannya agar jemaah mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum yang memadai. "Ini bukan semata-mata urusan bisnis, melainkan soal perlindungan hak warga negara," katanya.
Fikri menegaskan bahwa kehadiran negara mutlak diperlukan agar mereka yang sudah berniat menunaikan ibadah haji dan telah memenuhi kewajiban finansial, tetap terlayani dengan baik dan tidak dirugikan. Berdasarkan data dari Kementerian Agama (Kemenag) menunjukkan ada lebih dari 1.000 calon jemaah haji furoda tahun 2025 yang batal berangkat akibat visa tidak diterbitkan pemerintah Arab Saudi. Sejumlah perusahaan travel penyelenggara haji furoda pun kini telah dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban.
Kemenag juga mengonfirmasi bahwa revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (UU PHU) tengah intens dibahas bersama DPR RI. Dalam revisi tersebut, akan dimasukkan klausul mengenai pengawasan dan mekanisme perlindungan yang lebih komprehensif terhadap jemaah pengguna visa non-kuota, termasuk visa furoda dan mujamalah.