Liputan6.com, Lampung - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mendesak Universitas Lampung (Unila) dan aparat penegak hukum untuk mengusut secara transparan dugaan kekerasan fisik dalam kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi kemahasiswaan yang menewaskan seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila.
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas mengatakan bahwa tidak ada alasan yang dapat membenarkan kekerasan dalam proses kaderisasi di lingkungan pendidikan tinggi.
"Peristiwa ini harus diungkap dan ditindak tegas. Dugaan adanya intimidasi dan tekanan agar korban tidak melapor juga patut dicermati sebagai bagian dari upaya menutupi kasus ini," ujar Prabowo, Senin (2/6/2025).
Dia bilang, kekerasan dalam dunia pendidikan, terlebih hingga menyebabkan kehilangan nyawa, merupakan pelanggaran serius yang harus diproses secara hukum. Apalagi, peristiwa itu baru mencuat belakangan meskipun terjadi pada akhir 2024.
LBH Soroti Investigasi Tertutup Unila
Meskipun pihak Rektorat dan Dekanat FEB Unila telah membentuk tim investigasi untuk menangani kasus tersebut, LBH mengkritik mekanisme kerja tim yang dinilai tertutup dan tidak melibatkan aparat hukum.
"Tim investigasi yang bekerja secara tertutup hanya akan menimbulkan kecurigaan. Harusnya pendekatan yang digunakan adalah transparan, akuntabel, dan melibatkan pihak eksternal seperti kepolisian agar hasil penyelidikan dapat dipercaya publik," ungkap Prabowo.
LBH menilai Unila gagal melakukan evaluasi menyeluruh terhadap organisasi mahasiswa yang terbukti masih menggunakan kekerasan dalam proses kaderisasi. Prabowo menyebut bahwa kasus serupa bukan kali pertama terjadi, dan minimnya langkah korektif membuat kekerasan terus berulang.
"Sebagai institusi pendidikan, Unila tidak belajar dari pengalaman. Kekerasan dalam kampus terus terjadi karena tidak ada evaluasi mendalam terhadap organisasi yang melanggarnya," beber dia.
LBH Dorong Sanksi Tegas dan Perlindungan Korban
LBH juga menegaskan bahwa pelaku kekerasan dalam kegiatan diksar dapat dijerat Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama, dengan ancaman pidana penjara 7 hingga 12 tahun, tergantung tingkat luka hingga kematian korban.
Tak hanya pelaku langsung, pihak kampus yang diduga ikut menutupi kasus atau melakukan intimidasi juga harus diberikan sanksi tegas.
"Unila harus berani menindak civitas akademika yang terlibat atau membantu menutupi kasus ini. Jika tidak, praktik impunitas akan terus terjadi dan budaya kekerasan tidak akan pernah hilang dari kampus," kata Prabowo.
Lebih lanjut, LBH juga meminta perhatian terhadap para korban. Dari enam peserta diksar yang mengikuti kegiatan, hanya satu yang berani bersuara.
Oleh karena itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta untuk turun tangan memberikan perlindungan hukum dan psikologis bagi mereka.
"Kami mendorong agar LPSK turut terlibat dalam memberikan perlindungan bagi korban. Suara mereka penting untuk mengungkap kebenaran dan menjamin keadilan dalam proses hukum," pintanya.