Kinerja Garuda Indonesia Diproyeksi Makin Moncer

5 days ago 23

Liputan6.com, Jakarta Earnings call Garuda Indonesia Group yang diselenggarakan pada Rabu (21/5/2025) lalu diwarnai semangat optimistis setelah pendapatan perusahaan plat merah itu pada kuartal 1 tahun 2025 tercatat naik 1,6% dibanding tahun lalu atau menjadi US$723,56 juta.

Pada kuartal pertama 2025, Garuda Indonesia juga tercatat mampu melayani total 5,12 juta penumpang termasuk dari Citilink.

Torehan kenaikan pendapatan Garuda Indonesia itu diraih setelah burung besi tersebut fokus pada layanan umrah secara khusus. Saat yang sama, segmen pesawat charter tumbuh signifikan sebanyak 93%.

Indikator lain yang juga menunjukkan tren positif adalah tingkat keterisian (seat load factor) yang membaik 5 poin persentase atau menjadi 78,8%. Hal lain adalah tingkat ketepatan waktu (on-time performance) yang mencapai 88,1%.

Seluruh pembaikan performa ini berdampak positif pada kemampuan perusahaan menekan rugi bersih sebesar 12,5% menjadi US$75,9 juta.

Capaian ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Pandjaitan saat menerima jabatan untuk memimpin maskapai plat merah ini.

"Saya akan menjalankan amanah ini dengan melakukan financial and operational review secara menyeluruh, mengakselerasi kinerja perusahaan, serta melakukan ekspansi jaringan dan peningkatan kualitas layanan. Semua ini akan memperkuat reputasi Garuda Indonesia sebagai national flag carrier yang makin sehat dan menjadi kebanggaan Indonesia,"ungkap Wamildan beberapa waktu lalu.

Momentum Positf Garuda Indonesia

Dengan momentum positif ini, Garuda Indonesia optimistis proses transformasi yang sedang berjalan, termasuk optimalisasi kinerja dan penambahan armada, dapat tercapai sehingga Garuda bisa memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat, dan kembali menjadi maskapai kebanggaan bangsa.

Garuda Indonesia saat ini dihadapkan pada warisan utang peninggalan manajemen sebelumnya. Dengan begitu, kenaikan pendapatan 1,6% dibanding tahun lalu adalah sebuah prestasi.  

Optimismtis Garuda Indonesia bakal kembali berjaya juga terjadi saat BPI Danantara mengumumkan siap menyuntikkan dana besar, termasuk untuk membeli sejumlah pesawat Boeing, buatan Amerika Serikat (AS) untuk Garuda.

Dirut Garuda Indonesia Ungkap Penyebab Harga Tiket Pesawat Domestik Masih Mahal

Harga tiket pesawat terutama rute domestik masih dikeluhkan banyak pihak karena termasuk mahal. Garuda Indonesia membeberkan sejumlah tantangan yang dihadapi maskapai sehingga membuat harga tiket pesawat menjadi mahal.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur dan perhubungan, dengan Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub di Jakarta, Kamis, 22 Mei 2025, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani menjelaskan setidaknya ada tiga tantangan utama yang dihadapi maskapai penerbangan, termasuk di Indonesia.

Pertama, sejak perumusan tarif batas atas (TBA) terakhir pada 2019, struktur biaya maskapai sudah berubah secara signifikan utamanya peningkatan harga avtur dan beban maintanance atau pemeliharaan. Kedua, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak 2019 turut memberikan dampak besar terhadap penetapan harga tiket.

Ketiga, margin keuntungan maskapai yang sangat ketat membuat mereka rentan terhadap penurunan load factor atau jumlah penumpang. "Penurunan load factor atau jumlah penumpang 3-5 persen, ini sangat mempengaruhi margin profit dari maskapai," kata Wamildan, dilansir dari Antara, Kamis, 22 Mei 2025.

Pengaruh Nilai Tukar Valuta Asing

Wamildan mencontohkan, sebuah penerbangan rute Cengkareng-Denpasar pada 2019 membutuhkan biaya Rp194 juta. Namun, saat ini, total biaya meningkat menjadi Rp269 juta atau naik sekitar 38 persen.

Ia juga menyoroti komponen biaya berbasis kurs dolar AS, seperti pemeliharaan, perbaikan dan operasi (MRO), avtur, sewa pesawat, dan biaya marketing serta service semakin memperparah tekanan margin maskapai. Ia menyebut kenaikan nilai tukar valuta asing sebesar 14-15 persen sejak 2019 secara langsung berdampak pada pengeluaran maskapai.

"Kita bisa lihat data analisis dari International Air Transport Association (IATA) ini, bisa terlihat bahwa dari 2012 hingga 2019 seluruh ekosistem aviasi mendapatkan kenaikan margin atau profit kecuali airline. Ini terjadi bahkan sebelum terjadi pandemi," ungkapnya.

Menanggapi kondisi ini, Garuda Indonesia mengusulkan opsi penyesuaian TBA. Besarannya masih dalam tahap finalisasi dengan Ditjen Perhubungan Udara. "Untuk perhitungan tarif yang sebelumnya hanya berdasarkan jarak, namun sudah disepakati bahwa perhitungannya akan memperhitungkan juga block hour atau lamanya penerbangan," terang Wamildan.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |