Liputan6.com, Bandung - Dinas Kesehatan menyebutkan gegara stigma di masyarakat bahwa penyakit tuberculosis atau TBC di Provinsi Jawa Barat menjadi terhambat.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Vini Adiani Dewi, hingga memasuki bulan Juni 2025 jumlah kasus TBC yang ditangani di 27 kabupaten dan kota mencapai 234 ribu.
"Mohon bantuan dari teman-teman semuanya karena memang kita harus meningkatkanyang memulai pengobatan dan kesembuhan. Karena masih ada masyarakat yang enggan berobat TBC karena malu, padahal sekali lagi TBC itu pengobatannya bila dilakukan secara benar tuh tuntas pengobatannya," ujar Vini saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (14/6/2025).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan, Provinsi Jawa Barat tercatat tertinggi pengidap TBC di Indonesia, dengan Kabupaten Bogor dan Cirebon sebagai wilayah dengan jumlah kasus terbanyak.
Vini mengatakan jika semakin banyak kasus TBC yang terdeteksi, maka semakin besar peluang untuk pengobatan dan pencegahan.
"Alhamdulillah jumlahnya tidak melonjak seperti tahun kamarin ya. Kalau TBC memang PR (pekerjaan rumah) besar itu," kata Vini.
Vini menyebutkan agar penganan penyakit TBC tuntas, tidak hanya dilakukan secara medis. Namun harus diubah pola pikir masyarakat, dimulai dari keluarga yang ikut melakukan pendampingan jika anggota keluarganya menjadi penderita TBC.
Vini mengatakan keluarga pasien harus segera membawa anggota keluarga yang terdeteksi terjangkit TBC ke fasilitas kesehatan terdekat.
"Jangan menunggu parah, segera periksa ke fasilitas kesehatan karena pengobatan TBC gratis," sebut Vini.
Simak Video Pilihan Ini:
Jenazah Nelayan Ubur-Ubur Ditemukan Mengapung di Laut Kebumen
14 Meninggal per Jam Akibat TBC
Dilansir kanal Health, Liputan6, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa tuberkulosis atau TBC masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan di Indonesia. Diperkirakan ada 1 juta kasus dan 125.000 kematian setiap tahun karena TBC.
"Setiap jam, 14 orang meninggal karena TBC di Indonesia. Kita harus bergerak bersama. Jika tidak dimulai sekarang, target eliminasi 2030 akan sulit tercapai," kata Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dokter Ina Agustina dalam temu media Senin, 26 Maret 2025.
Bila mengacu data, penyumbang kasus TBC tertinggi di Indonesia berasal dari beberapa provinsi di Pulau Jawa serta Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan -- yang masing-masing mencatat ada lebih dari 40 ribu kasus.
Ina menyorot sial masih belum tuntasnya pengobatan pada pasien tuberkulosis di Tanah Air. Merujuk data 2024, Indonesia telah mencatatkan 889 ribu notifikasi kasus TBC. Namun, pencapaian inisiasi pengobatan TBC sensitif obat (SO) masih berada di angka 81 persen, di bawah target 90 persen.
Sementara itu, keberhasilan pengobatan TBC resisten obat (RO) baru mencapai 58 persen, jauh dari target 80 persen. Padahal untuk bisa mempercepat eliminasi kasus TBC pengobatan pasien harus sampai tuntas.
Ina mengungkapkan bahwa Indonesia terus berupaya agar TBC segera musnah dari Tanah Air. Diantaranya dengan memperkuat promosi dan pencegahan penyakit akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis ini, pemanfaatan teknologi, serta integrasi data dengan rumah sakit dan Puskesmas.
"Kami terus memperkuat penemuan kasus dengan pemanfaatan teknologi seperti X-ray portable, Tes Cepat Molekuler, dan PCR, serta memberikan insentif dan SKP bagi tenaga kesehatan yang terlibat,” kata Ina.
Inovasi lainnya mencakup e-learning TBC yang telah diakses lebih dari 491 ribu tenaga kesehatan serta penerapan sertifikat kesembuhan otomatis bagi pasien.
Dukungan Pemda Lewat Alokasi Anggaran
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diwakili Chaerul Dwi mengungkapkan bahwa komitmen pemerintah dalam menurunkan kasus TBC sebesar 50% dalam lima tahun melalui Program Quick Win.
“Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam kebijakan penanggulangan TBC. Kami mendorong agar setiap daerah dapat menyesuaikan perencanaan dan anggarannya untuk mengatasi masalah ini. Jangan sampai keterbatasan anggaran menjadi kendala,” tegas dokter Chaerul.
Pada 2025, target nasional yang harus dicapai meliputi 90% deteksi kasus, 100% inisiasi pengobatan, serta tingkat keberhasilan pengobatan di atas 80%. Pencapaian target ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kasus dan kematian akibat TBC secara signifikan.
“Pencegahan dan pengobatan TBC harus menjadi prioritas utama. Tanpa kebijakan yang kuat dan anggaran yang memadai, target tersebut sulit dicapai. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memastikan alokasi anggaran yang tepat,” tambah Dr. Chaerul.