Liputan6.com, Jakarta Gejolak politik dan sosial yang terjadi belakangan ini dengan adanya aksi demo yang berujung kericuhan di berbagai wilayah Indonesia dinilai belum memberikan dampak signifikan terhadap pasar. Menurut perusahaan sekuritas tersebut, kondisi justru menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menjelaskan dampak dari instabilitas politik sosial belakangan ini akan cenderung minor atau tidak terlalu signifikan
“Kami berpandangan dampak dari instabilitas politik sosial belakangan ini akan cenderung minor, seiring dengan tensi yang mulai cenderung membaik,” ujar Oktavianus kepada Liputan6.com, Selasa (2/9/2025).
Namun demikian, ia menekankan sektor ritel dan restoran berpotensi menghadapi tekanan yang lebih nyata jika instabilitas terus berlanjut dalam jangka panjang. Selain itu, lemahnya daya beli masyarakat juga menjadi sorotan utama.
“Meski demikian, kekhawatiran kami yang akan lebih berdampak untuk sektor ritel dan restoran adalah dari instabilitas berlangsung berkelanjutan dalam jangka waktu lebih panjang,” tuturnya.
Oktavianus menjelaskan daya beli yang melemah juga berpotensi menjadi sentimen untuk emiten ritel. Data inflasi bulanan per 25 Agustus menunjukkan deflasi sebesar 0,08%. Menurutnya, hal ini dapat menunjukkan tekanan pada konsumsi dan daya beli.
Dana Asing Rp 2 Triliun Kabur dari Pasar Modal Indonesia, IHSG Aman?
Sebelumnya, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 2,15 triliun di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 1 September 2025.
Pengamat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa tidak memungkiri, aliran modal asing keluar tersebut merupakan buntut dari aksi unjuk rasa yang meluas di berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir.
"Sentimen publik terhadap aparat dan pemerintah sedang tertekan, dan ini mulai terasa di pasar saham. Investor tidak suka ketidakpastian, apalagi jika menyangkut ketidakstabilan politik," ujar Reydi kepada Liputan6.com, Selasa (2/9/2025).
"IHSG perdagangan terakhir kemarin mencatatkan penjualan asing sebesar lebih dari Rp 2 triliun. Kita belum tahu apakah hari ini outflow asing tetap deras," dia menekankan.
Senada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin, 1 September 2025 pun terkoreksi 1,21 persen ke posisi 7.736,06. Sebanyak 539 saham memerah, termasuk milik emiten besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Kendati begitu, Reydi mengklaim koreksi IHSG tidak akan bersifat panjang. Terbukti setelah IHSG rebound lebih dari 1 persen ke level 7.826 pada akhir sesi I perdagangan Selasa, 2 September 2025.
"Sentimen seperti ini umumnya tidak untuk jangka panjang, selama keadaan bisa terkendali dan kondusif, market IHSG akan berpotensi rebound dalam waktu singkat," imbuh dia
Koreksi Jangka Pendek Saja
Menurut dia, situasi pelik saat ini tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap IHSG, hanya koreksi jangka pendek saja. Koreksi bisa semakin dalam, tapi tidak berlarut-larut dan dalam waktu singkat akan rebound.
"Apakah IHSG akan terjadi trading halt karena aksi jual yang masif? saya rasa itu belum tentu akan terjadi. Karena penurunan IHSG ditopang oleh emiten-emiten sektor lain juga seperti dari sektor komoditi dan juga dari emiten konglomerasi," bebernya.
Reydi melanjutkan, meskipun investor asing telah melakukan aksi jual bersih dalam jumlah besar, namun mereka juga tengah mengintai penurunan harga saham di Pasar Modal Indonesia.
"Perdagangan hari ini jadi penentu juga apakah asing tetap masif keluar bursa atau tidak. Artinya ada yang menopang. IHSG masih bisa stabil, malah koreksinya ditunggu oleh investor di saham blue chip," tuturnya.
IHSG Melemah Setelah Demo, Begini Kata Bos BEI
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, menilai kondisi pasar saham nasional masih terjaga dengan baik meski Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terkoreksi. Iman menuturkan, pelemahan tersebut lebih disebabkan oleh sentimen asing ketimbang faktor mendasar dari pasar.
"Kondisi saham itu ada dua hal, fundamental dan persepsi. Fundamental kita tetap bagus dan tidak berubah. Bahkan MSCI menambah emiten Indonesia, menunjukkan kepercayaan terhadap pasar kita tetap tinggi. Yang memengaruhi penurunan IHSG lebih pada persepsi investor asing," ujar Iman kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (1/9/2025).
Iman menambahkan, secara fundamental, emiten di BEI tetap menunjukkan performa solid. Iman juga menuturkan tidak ada perubahan aturan terkait trading halt, sehingga mekanisme perdagangan masih berlangsung normal.