Liputan6.com, Jakarta - PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) akan melakukan pembelian Kembali atau buyback saham mulai 30 Juli 2025.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Rabu (30/7/2025), PT Allo Bank Indonesia Tbk akan buyback saham senilai Rp 168,81 miliar. Nilai buyback saham itu merupakan sisa dari dana yang telah dialokasikan untuk buyback saham sebelumnya senilai Rp 200 miliar. Adapun pembiayaan buyback saham itu akan memakai saldo laba ditahan.
"Pembelian kembali saham akan dilakukan melalui bursa efek secara bertahap dan diselesaikan paling lambat tiga bulan terhitung sejak 30 Juli 2025-29 Oktober 2025,” demikian seperti dikutip dari keterbukaan informasi BEI.
Perseroan menyampaikan alasan buyback saham untuk memiliki fleksibilitas yang memungkinkan Perseroan menjaga stabilitas harga saham Perseroan sehingga lebih mencerminkan kinerja Perseroan. Perseroan berencana menyimpan saham yang telah dibeli kembali untuk dikuasai sebagai saham treasury untuk jangka waktu seperti diatur dalam POJK 29/2023.
Perseroan juga yakin alokasi dana Rp 200 miliar atau 1,51% dari total aset Perseroan untuk seluruh buyback saham tidak akan memberikan dampak negatif yang material bagi kegiatan usaha dan likuiditas Perseroan. Hal ini seiring Perseroan memiliki modal kerja dan cashflow yang cukup untuk melaksanakan pembiayaan transaksi bersamaan dengan kegiatan usaha Perseroan.
Perseroan mengatakan melakukan buyback saham sesuai ketentuan POJK 13/2023, Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka (POJK 29/2023) dan Surat OJK No. S-17/D.04/2025 tanggal 18 Maret 2025 perihal Kebijakan Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan (Surat OJK No. S-17/D.04/2025).
Penutupan IHSG pada 29 Juli 2025
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat terbatas pada perdagangan Selasa (29/7/2025). IHSG menguat didorong mayoritas sektor saham yang menghijau.
Mengutip data RTI, IHSG hari ini ditutup naik 0,04% ke posisi 7.617,90. Indeks LQ45 bertambah 0,23% ke posisi 805,05. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.
Pada perdagangan Selasa pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 7.680,19 dan level terendah 7.565,78. Sebanyak 305 saham memerah sehingga bebani IHSG. Sedangkan 289 saham menguat dan 208 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan 1.744.074 kali dengan volume perdagangan 27,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 14,3 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.384.
Mayoritas sektor saham menghijau. Sektor saham basic naik 1,75%, dan catat kenaikan terbesar. Diikuti sektor saham teknologi bertambah 1,3% dan sektor saham energi menguat 1,02%. Sementara itu, sektor saham industry menanjak 0,35%, sektor saham consumer nonsiklikal mendaki 0,83%, sektor saham consumer siklikal menguat 0,72%. Lalu sektor saham Kesehatan bertambah 0,85%, sektor saham property melesat 0,56%, sektor saham infrastruktur menanjak 0,67%.
Sementara itu, sektor saham keuangan merosot 1,49% dan sektor saham transportasi susut 1%.
Pada perdagangan Selasa pekan ini, saham CDIA ditutup stagnan di posisi Rp 1.830 per saham. Harga saham CDIA dibuka stagnan di posisi Rp 1.830 per saham. Saham CDIA berada di level tertinggi Rp 1.950 dan terendah Rp 1.830 per saham. Total frekuensi perdagangan 74.373 kali dengan volume perdagangan 5.309.382 saham. Nilai transaksi harian Rp 759,4 miliar.
Sentimen IHSG
Sebelumnya, dalam kajian tim riset Philip Sekuritas menyebutkan, pelaku pasar menantikan hasil perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China sambil mengantisipasi pengumuman hasil pertemuan kebijakan bank sentral AS.
Mengutip Antara, dari mancanegara, para pejabat AS dan China menyelesaikan hari pertama dari dua hari perundingan di Stockholm, Swedia yang bertujuan memperpanjang gencatan tarif setelah batas waktu 12 Agustus 2025, dan membahas cara-cara untuk mempertahankan hubungan dagang sambil menjaga keamanan ekonomi global.
Ini adalah pertemuan ketiga dalam beberapa bulan terakhir, dengan pertemuan sebelumnya berlangsung di Jenewa, Swiss dan London, Inggris.
Pada Senin, 28 Juli Presiden AS Donald Trump menyatakan, tarif menyeluruh global kemungkinan akan berada antara 15 persen hingga 20 persen, yang akan mempengaruhi impor dari negara-negara yang belum mencapai kesepakatan dagang dengan AS.
Trump sebelumnya mengumumkan bahwa tarif dasar hanya akan sebesar 10 persen.
Trump juga berencana untuk memperpendek batas waktu bagi Rusia dari 50 hari menjadi hanya 10 sampai 12 hari saja, dengan hasil akhir berwujud kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina atau menghadapi pembalasan ekonomi global.
Sebelumnya, kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa (UE) telah membangkitkan harapan mengenai perpanjangan gencatan tarif antara AS dan China.
Dari pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS (US Treasury Notes) tenor 10 tahun naik 3 basis poin (bps) menjadi 4,42 persen.
“Di sisi lain, pelaku pasar juga menantikan rilis data inflasi AS atau Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index, yang akan menjelaskan dampak tarif terhadap perekonomian,” demikian seperti dikutip.