Simak Rekomendasi Saham Pilihan Pekan Ini 5-9 Mei 2025

20 hours ago 11

Liputan6.com, Jakarta - Perdagangan saham pekan ini diwarnai sejumlah data ekonomi, termasuk kebijakan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS).

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi menjelaskan, konsensus memproyeksikan The Fed masih akan menahan suku bunganya di angka 4,5%.

"Hal ini tentu karena tingkat inflasi yang masih berada di atas target The Fed yaitu 2%. Namun tidak menutup kemungkinan, berdasarkan data yang rilis di pekan kemarin bisa saja memberikan kejutan pasar, apalagi setelah data GDP AS pada Q1 terkontraksi," kata Imam, Senin (5/5/2025).

Selanjutnya dari domestik, ada dua sentimen yang wajib diperhatikan, yakni Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2025 dan Indonesia Consumer Confidence (April 2025).Terkait Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2025, pada pekan ini Badan Pusat Statistik akan merilis data pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2025.

Konsensus menunjukkan pertumbuhan ekonomi akan turun ke 4,91% (yoy). Proyeksi penurunan ini tentunya tidak terlepas dari perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh perang dagang dan menguatnya USD-IDR.

"Penguatan USD terhadap Rupiah juga membuat dilema Bank Indonesia antara harus memangkas suku bunga atau menahan suku bunganya," ujar Iman.

Selanjutnya terkait Indonesia Consumer Confidence (April 2025), Indonesia Consumer Confidence layak dipantau karena pertumbuhan Indonesia porsi paling besar masih berasal dari consumption. Pada periode sebelumnya, Indonesia Consumer Confidence turun dari berbagai sisi.

Rekomendasi Saham Sepekan

Merespons dinamika pasar berdasarkan sentimen terkini, Iman merekomendasikan sejumlah saham yang menarik diperhatikan pekan ini:

1. Buy on pullback EMTK (Entry 570-575, Target 600, SL <555).Kinerja yang baik dari EMTK pada Q1 dan efisiensi di sektor media yang dapat memperbesar margin keuntungan EMTK dinilai dapat menjadi motor penggerak EMTK. Selain itu, EMTK juga bukan sektor yang terlalu terdampak dengan adanya perang dagang ini.

2. Buy on pullback CNMA (Entry 147-149, Target 158, SL <142).Meskipun pada Q1 kinerja CNMA merugi, namun pada awal Q2 khususnya April 2025, CNMA mencatatkan rekor 14 juta penonton yang dapat membuat kinerja berbalik pada Q2 nanti, hal ini juga menggambarkan bahwa sektor ini tidak terlalu terpengaruh oleh perlambatan ekonomi global.

3. Buy on breakout ANTM (Entry 2310-2340, Target 2450, SL <2240).Meskipun harga emas global sudah mulai menurun, namun perlambatan ekonomi AS dinilai dapat membuat USD kembali melemah terhadap XAU, selain itu juga kinerja ANTM yang diproyeksi akan solid di tahun ini serta catatan akumulasi asing akan menjadi motor penggerak kenaikan lanjutan untuk saham ANTM.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Kinerja IHSG Pekan Lalu

Pada pekan sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak menguat 2,05% ke level 6.815 dengan catatan inflow di pasar regular sebesar Rp300,4 miliar. Imam menegaskan penguatan IHSG dan catatan inflow ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen dari global maupun domestik.

Imam menyebutkan ada 6 sentimen global yang memengaruhi pergerakan IHSG pada 28 April-2 Mei 2025 lalu. Pertama, US Job Openings, NPF, & CB Consumer Confidence. Job Openings turun 288.000 menjadi 7,192 juta (terendah dalam 6 bulan, jauh di bawah ekspektasi pasar 7,48 juta).

Penurunan data lowongan pekerjaan ini menunjukkan perusahaan selektif dan berhati-hati melakukan rekrutmen tenaga kerja karena masalah ketidakpastian ekonomi. Penurunan tajam di sektor transportasi, konstruksi, dan akomodasi mencerminkan dampak langsung dari perlambatan konsumsi dan investasi.

Sedangkan data NPF menunjukkan ekonomi Amerika Serikat (AS) mencatat penambahan 177.000 pekerjaan, melambat dibanding bulan sebelumnya yang direvisi turun menjadi 185.000.

Data ini juga berkorelasi positif dengan CB Consumer Confidence yang berada di angka 86,0 pada April 2025, turun dari Maret 2025 di angka 93,9, serta di bawah konsensus 87,5. Kedua, Initial Jobless Claim AS. Tanda pelemahan ekonomi AS juga datang dari data tenaga kerja lainnya yaitu Initial Jobless Claims yang naik sebanyak 18.000 menjadi 241.000 pada minggu berakhir 26 April 2025.

Level ini merupakan level tertinggi sejak Februari dan jauh melampaui konsensus yang berada di angka 224.000. Ketiga, Personal Consumption Expenditure (PCE) April 2025. Analisis Data PCE April 2025 menunjukkan inflasi berada dalam tren menurun, bahkan lebih lemah dari ekspektasi pasar pada beberapa komponen penting.

Ini memperkuat pandangan bahwa kebijakan moneter berpotensi melonggar atau dovish. Keempat, US ISM Manufacturing PMI. Data ISM Manufacturing April 2025 menunjukkan bahwa sektor manufaktur Amerika Serikat masih berada dalam fase kontraksi.

Indeks utama Manufacturing PMI tercatat 48,7, turun dari 49,0 pada Maret, yang menandai kontraksi dua bulan berturut-turut, meskipun laju penurunan terjadi sedikit lebih cepat.

Penyebab Penurunan Utama PMI

Imam menuturkan, penyebab utama penurunan PMI adalah anjloknya indeks produksi sebesar -4,3 poin ke 44,0, yang menunjukkan melemahnya output secara signifikan.

Meskipun pesanan baru (New Orders) naik 2 poin ke47,2, indeks ini masih berada di bawah 50, menandakan bahwa permintaan belum cukup kuat untuk mendukung ekspansi. Ekspor juga mengalami tekanan, dengan New Export Orders merosot -6,5 poin ke43,1, mengindikasikan hambatan perdagangan dan ketidakpastian global turut membebani sektor ini. Kelima, United States GDP Growth Rate (Adv).

Pertumbuhan ekonomi AS terkontraksi 0,3% (yoy) pada kuartal pertama 2025. Angka ini merupakan kontraksi pertama sejak 1Q22. Angka ini jauh di bawah konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,3%. Lonjakan impor sebesar 41,3% berkontribusi besar terhadap perlambatan ini, seiring dengan aksi borong dari pelaku bisnis dan konsumen yang mengantisipasi kenaikan harga akibat rangkaian pengumuman tarif reciprocal Trump.

Keenam, NBS Manufacturing PMI. Eskalasi perang dagang tidak hanya mempengaruhi manufaktur AS, namun juga memengaruhi manufaktur Tiongkok atau China. NBS Manufacturing PMI April 2025 menunjukkan penurunan signifikan dalam aktivitas industri, menandai kontraksi pertama sejak Januari dan penurunan terdalam sejak Desember 2023. PMI turun ke 49.0 dari 50.5 di Maret, di bawah konsensus 49.8, masuk zona kontraksi pertama sejak Januari 2025.

"Penurunan paling signifikan dalam data PMI Manufaktur Tiongkok April 2025 terlihat pada indikator new export orders, yang anjlok ke 44,7 dari 49,0 pada bulan sebelumnya, ini juga merupakan level terendah dalam sebelas bulan terakhir. Melemahnya permintaan global, dipicu oleh ketegangan dagang dengan AS, mendorong penurunan produksi dan pembelian bahan baku, sehingga berdampak luas ke seluruh sektor industri khususnya manufaktur," jelas Imam.

Sentimen Domestik

Sementara itu dari domestik Imam menyebutkan sentimen Indonesia Manufacturing PMI & Indonesia Inflation Rate. Dijelaskan Imam, aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi signifikan pada April 2025, dengan PMI turun ke 46.7dari 52.4 di bulan sebelumnya, ini merupakan penurunan terdalam sejak Agustus 2021 ketika Covid 19 varian Delta melanda.

"Penurunan ini mencerminkan pelemahan menyeluruh, ditandai dengan merosotnya output, pesanan baru, dan permintaan ekspor. Sektor tenaga kerja juga terdampak, dengan penurunan jumlah pekerja untuk pertama kalinya dalam lima bulan," kata Imam.

Terkait inflasi, pada April 2025 inflasi Indonesia mengalami lonjakan menjadi 1,95% (yoy), tertinggi dalam delapan bulan terakhir. Peningkatan ini mencerminkan normalisasi harga setelah periode deflasi yang sebelumnya dipicu oleh kebijakan subsidi tarif listrik. Inflasi inti juga naik ke level 2,50%. Secara keseluruhan, data inflasi menggambarkan membaiknya daya beli konsumen di tengah tekanan dan perlambatan ekonomi global, hal ini pun disambut baik oleh pasar dengan menguatnya IHSG sebesar 2,05%.

Foto Pilihan

Layar monitor menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |