Liputan6.com, Jakarta Untuk melihat apakah perjanjian dagang Indonesia-Amerika Serikat secara agregat berdampak positif atau negatif, tentunya sentimen pasar akan menjadi hal yang lebih mudah untuk dilihat.
Terkait ini, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, berpendapat bahwa terlepas dari segala pro-kontra yang ada, hasil dari kesepakatan perdagangan ini diterima dengan baik oleh pasar keuangan.
Semenjak tercapainya kesepakatan, IHSG telah naik sebesar 3.68%, yang merupakan kenaikan terbesar diantara bursa saham lain di Asia yang mana bursa lain tidak mendapatkan sentimen positif sebesar Indonesia.
“Hasil kesepakatan dagang ini sudah membuat kita terhindar dari kemungkinan terburuk dari ketidakpastian berkepanjangan,” ujar Fakhrul, Selasa (29/7/2025).
Walaupun memang ada beberapa pertanyaan yang muncul terkait dengan pembelian barang-barang dari Amerika Serikat, Fakhrul lebih memandang ini secara neraca dagang adalah netral. "Hal ini karena sebenarnya pembelian pesawat dan produk pertanian dampak utamanya adalah adanya pergeseran vendor dari negara lain ke Amerika Serikat. Kita harus paham, ini kondisinya berat, lanjut Fakhrul menambahkan.
Impor
Re-wiring impor Indonesia dari negara lain ke Amerika Serikat harus dilakukan. Selain itu, lanjut Fakhrul, terlepas dari hasil perjanjian dagang dengan Amerika Serikat, Indonesia harus mengoptimalkan prospek dari EU-CEPA sehingga pasar kita ke negara lain terutama Uni Eropa tetap terjaga.
Terkait kontroversi utama yang mengemuka tentang data masyarakat Indonesia, Fakhrul menyatakan bahwa negara tetap harus mengutamakan kepentingan Rakyat Indonesia. Hal ini lanjut Fakhrul karena menurutnya data adalah masa depan perekonomian dunia dan Indonesia harus tetap mengutamakan ketahanan nasional dan terus berusaha mencari implementasi yang win-win dengan mitra dagang Indoensia.
Setelah kesepakatan dagang, Fakhrul memandang, hal yang harus diperhatikan selanjutnya untuk perbaikan ekonomi adalah tiga hal, yakni percepatan belanja pemerintah dan insentif, lalu penerbitan DimSum Bond dan Kangaroo Bond Pemerintah dalam mata uang RMB dan AUD untuk membantu likuiditas nasional dan keberlanjutan dari pemotongan suku bunga Bank Indonesia.
Bursa Asia Melemah, Investor Tunggu Kejelasan AS dan Tiongkok
Bursa saham di kawasan Asia-Pasifik melemah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi seiring sikap hati-hati investor yang menanti hasil perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Selain itu, pelaku bursa Asia juga mencermati arah kebijakan suku bunga dari bank sentral AS atau Federal Reserve (Fed), yang akan diumumkan pada hari Rabu waktu setempat.
Pertemuan ini akan menjadi penentu apakah The Fed akan memangkas suku bunga atau mempertahankannya.
Mengutip CNBC, Selasa (29/7/2025), Indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,61%, sedangkan indeks Topix melemah 0,76%.
Di Korea Selatan, indeks Kospi tergelincir 1,09% dan Kosdaq yang berisi saham-saham kapitalisasi kecil turun 0,88%.
Sementara itu, indeks acuan Australia, S&P/ASX 200, juga turun 0,42%.
Pasar Diperkirakan Lanjut Melemah
Kontrak berjangka Nikkei 225 di Chicago tercatat di 40.920 dan di Osaka di 40.820, lebih rendah dari penutupan terakhir indeks di 40.998,27, mengindikasikan pembukaan yang lesu.
Hal serupa juga terlihat pada kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong yang berada di 25.367, lebih rendah dibanding penutupan sebelumnya di 25.562,13.
Di Australia, kontrak berjangka S&P/ASX 200 berada di 8.606, turun dari penutupan terakhir di 8.697,70.
Penutupan Bursa AS
Di AS, pasar saham cenderung datar. Indeks S&P 500 ditutup nyaris tak berubah pada perdagangan Senin, karena pasar tidak merespons positif kesepakatan dagang terbaru antara AS dan Uni Eropa.
Indeks S&P 500 naik tipis 0,02% menjadi 6.389,77. Nasdaq menguat 0,33% ke 21.178,58, sementara Dow Jones melemah 64,36 poin atau 0,14% ke 44.837,56.