Liputan6.com, Jakarta - Persaingan antara Apple dan Samsung di pasar ponsel pintar Amerika Serikat kembali memanas. Setelah lebih dari satu dekade iPhone mendominasi, kini Samsung mulai merebut perhatian lewat jajaran smartphone berlayar inovatif terutama perangkat lipat.
Melansir CNBC International, Senin (18/8/2025), berdasarkan data Canalys, pada kuartal kedua tahun ini, pangsa pasar Samsung di AS melonjak dari 23% menjadi 31%. Sebaliknya, pangsa pasar Apple turun dari 56% menjadi 49%.
Meski iPhone masih menjadi smartphone terlaris di Amerika Serikat, penurunan ini menunjukkan adanya guncangan baru dalam dominasi Apple selama lebih dari 10 tahun terakhir.
Kinerja saham kedua perusahaan turut mencerminkan tren tersebut. Saham Apple turun 7,5% sejak awal tahun, menjadi salah satu saham teknologi berkapitalisasi besar dengan performa terburuk, selain Tesla. Sebaliknya, saham Samsung meningkat sekitar 35% sepanjang 2025.
Pada Juli lalu, Apple memang melaporkan pertumbuhan penjualan iPhone sebesar 13% secara tahunan. Namun, sorotan publik justru tertuju pada peluncuran seri ponsel lipat terbaru Samsung: Galaxy Z Fold 7 dan Z Flip.
Respons Positif
Z Fold 7 dapat dibentangkan menjadi seukuran tablet, sementara Z Flip membawa desain clamshell klasik berpadu fitur smartphone modern. Keduanya melengkapi katalog Galaxy Samsung 2025, termasuk flagship ramping Galaxy S25 Edge.
Respon publik terhadap ponsel lipat Samsung sangat positif, terutama di media sosial. Sebuah video viral yang menampilkan pengujian ketahanan Z Fold 7 dilipat lebih dari 200.000 kali telah ditonton lebih dari 15 juta kali di YouTube.
Dalam sebulan terakhir saja, nama Z Fold 7 disebut lebih dari 50.000 kali di media sosial, dengan 83% percakapan bersentimen positif atau netral (data Sprout Social).
Pendapat Analis
Para analis menilai lonjakan pengiriman Samsung pada kuartal Juni bukan hanya karena perubahan selera konsumen, tetapi juga strategi produsen menghadapi tarif impor yang memicu disrupsi industri.
Selain itu, keberhasilan Samsung tak lepas dari variasi produk yang lebih luas dalam berbagai rentang harga. Samsung tak hanya menawarkan ponsel premium yang harganya lebih tinggi dari iPhone, tapi juga perangkat entry-level, yang turut menyumbang peningkatan penjualan.
Samsung pertama kali merilis ponsel lipat pada 2019, tetapi peluncuran awal dikritik karena masalah daya tahan. Kini perusahaan menyatakan teknologi lipat sudah matang dan siap memasuki pasar arus utama.
Penjualan Samsung Naik
"Tidak ada lagi kompromi untuk memiliki perangkat yang dapat dilipat," kata wakil presiden manajemen produk seluler di Samsung Electronics America, Drew Blackard.
Samsung tidak mengumumkan angka penjualan resmi, tetapi Blackard menyebutkan Galaxy Z Fold 7 meraih pre-order 25% lebih banyak dibanding pendahulunya, dengan penjualan melampaui generasi sebelumnya hampir 50%.
Counterpoint Research mencatat penjualan Samsung naik 16% pada kuartal Juni, didorong permintaan tinggi pada perangkat kelas atas, termasuk kontribusi dari Galaxy S25 Edge.
Munculnya teknologi kecerdasan buatan juga membuka peluang hadirnya bentuk perangkat baru, yang suatu hari bisa menjadi penerus iPhone di era berikutnya.
Samsung Suntik Rp 110 Triliun untuk Pabrik Chip di AS
Sebelumnya, Samsung resmi mengambil langkah agresif untuk memperkuat posisinya di pasar semikonduktor global.
Perusahaan teknologi asal Korea Selatan itu disebut akan menggelontorkan dana lebih dari USD 7,2 miliar atau lebih dari Rp 110 triliun untuk membangun fasilitas atau pabrik chip packaging di Amerika Serikat (AS).
Mengutip GSM Arena, Sabtu (16/8/2025), rencana ini diperkirakan akan diumumkan secara resmi pada pertemuan puncak Korea Selatan–AS yang dijadwalkan berlangsung pada 25 Agustus 2025.
Langkah tersebut sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa Samsung siap bersaing lebih ketat di sektor strategis ini.
Proyek chip itu juga menandai kembalinya rencana pembangunan fasilitas chip packaging yang sebelumnya sempat dihapus dari agenda investasi.
Awalnya, Samsung telah merancang investasi senilai USD 44 miliar di AS. Namun, lesunya permintaan chip beberapa tahun lalu membuat proyek ini tertunda.
Kini, dengan lonjakan kebutuhan chip di berbagai industri, perusahaan kembali menghidupkan rencana tersebut untuk mengejar peluang besar yang ada di pasar.