Duduk Perkara 2 Guru di Luwu Utara Dipecat Padahal Demi Selamatkan Honorer: Dituduh Pungli dan Dibui Jelang Pensiun

4 days ago 12

Liputan6.com, Jakarta Pagi itu, 5 Januari 2018, Rasnal resmi mengemban jabatan sebagai Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara. Dengan semangat seorang pendidik, ia datang membawa niat sederhana: memperbaiki sistem belajar yang sempat stagnan dan membantu guru-guru honorer agar bisa tetap mengajar dengan tenang.

Beberapa hari setelah menjabat, Rasnal mulai menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah. Ia menemukan hal yang membuatnya resah. Banyak jam pelajaran di kelas yang kosong sehingga proses belajar tak berjalan sebagaimana mestinya.

Penyebabnya terungkap. Sejumlah guru honorer ternyata belum menerima gaji selama 10 bulan di tahun 2017.

"Sepuluh guru datang ke ruangan saya, mereka mengeluh belum digaji. Saya kaget, karena itu bukan masalah yang saya buat. Tapi saya kepala sekolah baru dan tanggung jawab itu sudah melekat sejak saya dilantik," ujar Rasnal mengenang, dalam rapat dengar pendapat di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025).

Ia tak ingin mendiamkan persoalan itu. Keesokan harinya, Rasnal langsung menggelar rapat bersama seluruh guru untuk mencari solusi. Para guru honorer memohon agar hak mereka diperhatikan. Bahkan sebagian meminta insentif kecil untuk tugas tambahan sebagai wali kelas atau kepala laboratorium.

"Kasihan mereka. Tugas tambahan itu bukan kewajiban pokok. Mereka hanya berharap Rp 20.000 – Rp 30.000 sebagai penyemangat," ujarnya.

Rasnal tahu dana BOS tidak bisa digunakan untuk membayar insentif seperti itu karena aturan juknis yang ketat. Akhirnya, ia membawa masalah tersebut ke Ketua Komite Sekolah.

Ajak Komite dan Orang Tua Murid Rapat Bersama

Rasnal bersama empat wakil kepala sekolah lalu menemui Ketua Komite di rumahnya. Ia menjelaskan kondisi sekolah yang hampir lumpuh karena guru-guru honorer berhenti mengajar.

Ketua Komite memahami situasi itu. Ia lalu mengusulkan agar diadakan rapat bersama orang tua siswa untuk mencari jalan keluar. Ketua Komite saat itu meminta Rasnal untuk membuat undangan pertemuan kepada seluruh orang tua siswa.

"Saya arahkan ke guru Bahasa Indonesia untuk buat suratnya, dan saya tanda tangan sebagai penanggung jawab sekolah," tutur Rasnal.

Rapat digelar dengan menghadirkan orang tua siswa, pihak sekolah, dan Komite Sekolah. Dalam forum itu, Ketua Komite menjelaskan kondisi sekolah dan keterbatasan dana BOS.

"Seorang wali murid bertanya, ‘Berapa yang harus kami bantu bayarkan?" kenang Rasnal.

Sekretaris Komite kemudian menampilkan proposal kebutuhan sekolah sekitar Rp 16 juta per bulan untuk menggaji dan memberi insentif kepada guru honorer. Salah seorang wali murid lalu menghitung, jika dibagi rata, setiap orang tua cukup menyumbang Rp 17.300 per bulan.

Lalu muncul usulan lain agar sumbangan patungan itu dibulatkan menjadi Rp 20 ribu. Jumlah itu sekaligus untuk membantu orang tua siswa yang kurang mampu atau memiliki lebih dari satu anak di sekolah itu.

“Alhamdulillah, semua orang tua setuju. Tidak ada yang keberatan. Palu diketuk dan disepakati Rp 20 ribu,” ucap Rasnal.

Kebijakan itu langsung berdampak. Sekolah kembali hidup. Guru honorer kembali aktif, semangat mengajar pulih, dan murid-murid tak lagi kehilangan jam belajar.

“Anak-anak belajar normal, guru kembali semangat. Bahkan yang dulu malas mengunjungi murid di desa, kini aktif lagi karena ada uang bensin,” katanya.

Awal Mula Perkara dari Laporan LSM

Selama tiga tahun, dari 2018 hingga 2020, program patungan itu berjalan lancar. Tidak ada keluhan, tak ada masalah. Namun ketenangan itu berubah ketika salah satu LSM di Luwu Utara menelepon Rasnal dan meminta izin memeriksa dana Komite Sekolah.

“Saya bilang, zaman transparansi tidak ada masalah. Kalau mau tahu, silakan ketemu bendahara komite,” ujar Rasnal.

Bendahara Komite saat itu adalah Abdul Muis, guru di sekolah yang sama. Ia menerima perwakilan LSM itu bersama sekretaris komite. Namun, ketika perwakilan tersebut diminta menunjukkan surat tugas resmi, ia tidak bisa, Abdul Muis pun menolak memberikan data keuangan.

“Karena tidak diberi data, mungkin dia tersinggung. Lalu melapor ke polisi,” kata Rasnal.

Tak lama, Polres Luwu Utara menindaklanjuti laporan itu. Rasnal, Ketua Komite, Sekretaris, dan Bendahara dipanggil untuk diperiksa sebagai terlapor. Sejumlah pihak lain juga dipanggil untuk diinterogasi sebagai saksi selama 3 bulan lamanya.

“Saya yang dipanggil pertama. Kami disuruh baca pasal-pasal korupsi dulu sebelum diinterogasi,” ujarnya getir.

6 bulan proses penyelidikan yang dilakukan polisi pun berlalu. Penyidik lalu menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan pungli y yang dilaporkan oleh LSM tersebut.

“Saya dan bendahara jadi tersangka. Ketua dan sekretaris komite tidak ditetapkan, padahal mereka yang kelola uang. Saya tidak tahu alasannya, itu ranahnya polisi,” katanya.

Berkas Ditolak Jaksa, Polisi Libatkan Inspektorat Kabupaten

Saat berkas polisi menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Luwu Utara, jaksa menilai tidak ada unsur pidana dan mengembalikan berkas (P19). Namun polisi tak berhenti. Mereka melibatkan Inspektorat Kabupaten Luwu Utara untuk memeriksa ulang.

“Ini yang aneh. SMA itu kewenangan provinsi, seharusnya Inspektorat Provinsi yang periksa, bukan kabupaten,” tegas Rasnal.

Lebih aneh lagi, hasil pemeriksaan Inspektorat ternyata menyalin verbatim pertanyaan dari penyidik polisi. “Saya tanya, kenapa pertanyaannya sama? Mereka jawab, memang hanya meng-copy dari polisi,” ujarnya.

Empat bulan kemudian, Inspektorat menyimpulkan ada kerugian negara dan pungutan liar, lalu menyerahkan hasilnya ke polisi. Berkas pun kembali dilimpahkan ke kejaksaan, hingga akhirnya masuk ke meja hijau.

Desember 2022 menjadi titik terang sesaat. Pengadilan Tipikor Makassar memutus Rasnal dan Abdul Muis bebas.

“Kami hanya dianggap salah administrasi dalam struktur komite, bukan pidana,” kata Rasnal.

Namun, jaksa penuntut tak puas. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Rasnal pun mengaku tak lagi mengikuti proses hingga ke MA lantaran berlangsung di Jakarta.

“Kami tidak ikut lagi dalam proses itu, tidak seperti sidang pertama yang disaksikan banyak orang,” katanya pelan.

Beberapa bulan kemudian, kabar mengejutkan datang, MA mengabulkan kasasi jaksa. Rasnal menggambarkan bahwa dirinya dan keluarga sangat kaget ketika menbaca putusan itu.

“Saya kaget, ternyata kasasi diterima. Saya dan Abdul Muis divonis satu tahun dua bulan,” ucapnya lirih.

Penangkapan Subuh dan Kehilangan Status ASN

Rasnal mengaku sempat tidak menanggapi panggilan jaksa. Hingga suatu subuh, petugas datang ke rumahnya dan membawanya ke lembaga pemasyarakatan.

“Saya jalani delapan bulan lebih sedikit dari vonis satu tahun dua bulan,” ujarnya.

Ia menolak membayar denda subsider Rp50 juta karena memang tak memiliki uang. Rasnal pun mengaku terpaksa menjalani hukuman penjara tambahan lantaran tidak bisa membayar denda itu.

“Saya bebas tanggal 29 Agustus 2024. Tapi sampai sekarang saya masih merasa, apa yang kami lakukan itu bukan korupsi. Kami hanya ingin guru-guru bisa hidup layak dan anak-anak bisa belajar normal,” katanya.

Beberapa bulan setelah bebas, putusan kasasi yang telah inkrah membuat Gubernur Sulawesi Selatan mengeluarkan SK pemberhentian tidak hormat bagi Rasnal dan Abdul Muis.

Kini, keduanya resmi dipecat sebagai ASN. Namun perjuangan belum selesai. PGRI Luwu Utara sedang mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto dengan alasan kemanusiaan.

“Saya Hanya Ingin Nama Baik Saya Kembali. Saya tidak menyesal membantu guru-guru. Yang saya sesalkan hanya satu: kenapa keadilan tidak melihat niat baik itu,” katanya pelan.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |