Pakar UGM Wanti-Wanti Soal 'Tapal Kuda', Retakan Sunyi yang Kerap Jadi Pembuka Tragedi Longsor

1 day ago 9

Liputan6.com, Yogyakarta - Hujan deras yang terus mengguyur wilayah Jawa Tengah dalam beberapa hari terakhir kembali memicu bencana. Di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, tanah longsor yang terjadi pada Kamis malam (13/11/2025) tak hanya menimbun sejumlah rumah, puluhan warga dilaporkan hilang, sementara permukiman di lereng desa itu berubah menjadi tumpukan material tanah setinggi beberapa meter.

Di lokasi bencana, Sabtu (15/11/2025), suasana pencarian korban berlangsung dengan penuh kecemasan. Tim SAR bekerja di sela-sela hujan yang turun sesekali, berusaha mengimbangi ancaman longsor susulan.

Di tengah situasi itu, Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM, Prof. Dwikorita Karnawati, hadir memberikan peringatan penting yang kerap diabaikan masyarakat: retakan tapal kuda, gejala awal yang nyaris selalu muncul sebelum tanah akhirnya bergerak.

"Retakan berbentuk lengkung menyerupai tapal kuda adalah alarm paling awal yang harus diperhatikan," ujar Dwikorita.

Retakan semacam ini biasanya terbentuk di batas antara bagian lereng yang masih stabil dan bagian yang mulai bergeser. Begitu pola lengkung itu muncul, kata dia, risiko longsor meningkat signifikan.

Bencana di Cibeunying menjadi contoh nyata. Laporan awal menyebutkan adanya retakan memanjang hingga 25 meter dan penurunan tanah sekitar dua meter sebelum longsor menimbun permukiman warga. Retakan tersebut menjadi peringatan alami, namun sering kali tak terbaca oleh warga karena aktivitas sehari-hari yang terus berjalan.

Longsor Selalu Beri 'Peringatan'

Menurut mantan Kepala BMKG periode 2017–2025 tersebut, longsor berbeda dengan gempa atau tsunami yang datang tanpa tanda. Pergerakan tanah hampir selalu didahului perubahan fisik di permukaan meeuapakan sesuatu yang dapat dipantau oleh warga, relawan, maupun aparat desa.

"Kalau retakan tapal kuda ditemukan, aktivitas di bawah lereng harus dihentikan. Warga segera menjauh ke lahan datar dengan jarak aman minimal dua kali tinggi lereng, terutama saat hujan turun," tegasnya.

Di daerah seperti Cilacap, Majenang, Banjarnegara, dan sejumlah titik di pegunungan selatan Jawa, peringatan semacam ini menjadi sangat penting, terutama memasuki puncak musim hujan.

Dwikorita menjelaskan bahwa air hujan adalah musuh utama lereng yang sudah rapuh. Ketika retakan dibiarkan terbuka, air akan merembes ke dalam tanah dan meningkatkan tekanan dari dalam.

"Semakin banyak air yang masuk, semakin besar dorongan yang menekan lereng dari bawah. Pada titik tertentu, tanah kehilangan daya tahan dan meluncur," ujarnya.

Karena itu, saat cuaca cerah, retakan harus segera ditutup menggunakan tanah lempung atau bahan kedap air agar hujan tidak meresap lebih dalam. Penanganan cepat sering kali menjadi pembeda antara bencana dan keselamatan.

Tanda-Tanda Kecil yang Harus Diwaspadai

Retakan tapal kuda hanyalah satu dari banyak gejala awal longsor. Menurut Dwikorita, ada tanda-tanda lain yang sering muncul diam-diam sebelum lereng kolaps seperti Pohon, tiang listrik, atau bangunan yang tiba-tiba miring ke arah bawah lereng.

Tak hanya itu, Rembesan air baru atau mata air tiba-tiba muncul dari permukaan lereng. Permukaan tanah menggembung atau justru turun. Retakan di lantai rumah, dinding, atau jalan.

"Kadang juga Pintu dan jendela yang mendadak sulit ditutup karena pondasi berubah posisi. Bahkan munculnya jatuhan batu atau kerikil dari atas lereng, sering kali disertai suara gemuruh kecil adalah pertanda bahaya besar sudah dekat," terangnya.

Jika tanda terakhir muncul, kata Dwikorita, area harus segera dikosongkan karena longsor bisa terjadi hanya dalam hitungan menit.

Khusus di Cibeunying, ia meminta semua tim termasuk relawan memaksimalkan pengamatan gejala lanjutan. Curah hujan tinggi pada pertengahan November ini membuat potensi longsor susulan tetap besar.

"Pengamatan dini dan respons cepat adalah kunci mencegah jatuhnya korban baru," ulasnya.

Dengan kondisi iklim yang semakin ekstrem, edukasi mengenai tanda-tanda awal longsor bukan lagi pengetahuan teknis bagi ahli geologi saja, tetapi menjadi keterampilan dasar yang perlu dipahami masyarakat di daerah rawan bencana.

"Retakan sekecil apa pun pada lereng tidak boleh disepelekan karena sering kali, tragedi besar selalu dimulai dari suara retakan kecil yang luput dari perhatian," Tutupnya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |