Donald Trump Beli 10% Saham Intel, Segini Nilainya

3 weeks ago 23

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick menuturkan pada Jumat, 22 Agustus 2025 kalau pemerintah federal akan mengambil 10% saham Intel, perusahaan produsen chip AS.

"Perjanjian bersejarah ini memperkuat kepemimpinan AS dalam semikonduktor yang akan menumbuhkan ekonomi kita dan membantu mengamankan keunggulan teknologi Amerika Serikat,” tulis Lutnick di platform X dahulu bernama Twitter dalam sebuah unggahan yang disertai foto dirinya bersama CEO Interl, Lip-Bu Tan seperti dikutip dari BBC, Sabtu (23/8/2025).

Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kesepakatan itu sebelumnya pada Jumat dalam pidato di Ruang Oval menyebutnya sebagai “kesepakatan yang hebat bagi mereka”.

Saham perusahaan pembuat chip Intel yang berbasis di Santa Clara, California melonjak lebih dari 5% pada Jumat pekan ini. Saham Intel ditutup naik 5,53% ke posisi USD 24,80.Kapitalisasi pasar mencapai USD 108,55 miliar.

Dalam sebuah pernyataan, pemerintah AS akan investasi USD 8,9 miliar atau Rp 144,45 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.230) untuk saham biasa Intel.

Komitmen Intel

Intel menyatakan, dana tersebut akan berasal dari hibah yang sebelumnya telah diberikan tetapi belum dibayarkan, termasuk dana yang dijanjikan berdasarkan Undang-Undang CHIPS dan Sains AS yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Joe Biden.

"Sebagai satu-satunya perusahaan semikonduktor yang melakukan litbang dan manufaktur logika mutakhir di AS, Intel sangat berkomitmen untuk memastikan teknologi tercanggih di dunia adalah buatan Amerika," kata Tan dalam sebuah pernyataan.

"Fokus Presiden Trump pada manufaktur chip AS mendorong investasi bersejarah dalam industri vital yang merupakan bagian integral dari ekonomi dan keamanan nasional negara ini," ia menambahkan.

Undang-Undang CHIPS disahkan dengan tujuan untuk memindahkan manufaktur chip ke Amerika Serikat.

Intel jadi Sasaran Donald Trump

Intel telah berjuang dalam beberapa tahun terakhir untuk membangun lebih banyak kapasitas chip dan telah tertinggal jauh di belakang pesaingnya, Nvidia, yang kapitalisasi pasarnya telah melonjak melampaui angka USD 4 triliun atau Rp 64.915 triliun, sementara Intel telah merosot sekitar USD 100 miliar atau Rp 1.622 triliun.

Mantan ikon Silicon Valley ini telah gagal memanfaatkan perkembangan teknologi seluler dan, baru-baru ini, kecerdasan buatan yang didominasi Nvidia.

Sasaran Presiden AS

Intel telah menjadi sasaran Presiden AS Donald Trump dalam beberapa minggu terakhir.

Awal bulan ini, Trump meminta Tan untuk segera mengundurkan diri, menuduhnya memiliki hubungan yang bermasalah dengan China.

Tuduhan Trump

Trump menyebut Tan "sangat berkonflik" atas dugaan investasi di perusahaan-perusahaan yang menurut AS terkait dengan militer China.

Trump menyebut tuduhan tersebut sebagai "misinformasi" dalam sebuah catatan yang dikirimkan kepada staf Intel, di mana ia membela diri dan mengatakan ia "selalu beroperasi dalam standar hukum dan etika tertinggi."

Serangan Trump terjadi setelah Senator Republik Tom Cotton mengirimkan surat kepada dewan Intel yang mengemukakan kekhawatiran serupa dan mempertanyakan kemampuan perusahaan untuk menjadi "pengelola dana pajak Amerika yang bertanggung jawab dan mematuhi peraturan keamanan yang berlaku".

Tan mengunjungi Gedung Putih untuk bertemu dengan Trump setelah serangan presiden tersebut.

Ide Kreatif

Pengumuman Jumat ini muncul setelah Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menyebut proposal tersebut sebagai "ide kreatif yang belum pernah dilakukan sebelumnya" pada awal pekan.

Pemerintah Trump baru-baru ini memerintahkan Nvidia dan AMD untuk memberikan pemerintah potongan 15% dari pendapatan penjualan chip AI ke Tiongkok, menurut laporan.

Meskipun pendekatan ini dianggap tidak lazim, Analis Riset Data Senior di Pusat Keamanan dan Teknologi Berkembang Universitas Georgetown, Jacob Feldgoise membandingkan kepemilikan saham dengan pendekatan sebelumnya yang memberikan dana hibah kepada Intel.

Langkah Donald Trump

"Ini masih sejalan dengan tujuan keseluruhan yang sama, yaitu mengambil peran yang lebih langsung di pasar swasta untuk memajukan tujuan ekonomi dan keamanan nasional AS, khususnya dalam mempertahankan kepemimpinan teknologi atau benar-benar merebutnya kembali  dalam hal manufaktur semikonduktor," ujar Feldgoise kepada BBC.

Kesepakatan ini dianggap langka di era modern, tetapi bukan tanpa preseden.

Selama krisis keuangan global 2008, pemerintah AS mengambil alih saham mayoritas di produsen mobil General Motors yang siap memasuki perlindungan kebangkrutan.

General Motors akhirnya keluar dari posisinya, mengalami kerugian sekitar USD 10 miliar atau Rp 162,28 triliun.

Feldgoise mengatakan, pemerintahan Trump mengambil pendekatan serupa awal tahun ini dalam kesepakatan dengan MP Materials, sebuah perusahaan yang berbasis di Nevada yang menambang logam tanah jarang.

Kesepakatan tersebut telah mendapat sorotan dari kelompok pengawas kepentingan publik di tengah terungkapnya fakta bahwa Departemen Pertahanan bergantung pada undang-undang era Perang Dingin untuk menghindari undang-undang pengadaan dan kontrak.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |