Liputan6.com, Jakarta - Chairman dan CEO JP Morgan, Jamie Dimon, memperingatkan adanya risiko besar penurunan tajam di pasar saham Amerika Serikat (AS) yang dinilainya belum sepenuhnya tercermin dalam kondisi pasar saat ini.
Dalam wawancara eksklusif dengan BBC pada Kamis (9/10/2025), bos bank terbesar di AS itu mengaku lebih khawatir dibanding kebanyakan orang mengenai potensi koreksi pasar yang serius. Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi dalam enam bulan hingga dua tahun ke depan.
Dalam perbincangan yang jarang dilakukan dan membahas berbagai isu global, Dimon juga menyoroti posisi AS yang kini dianggapnya sebagai mitra yang “kurang dapat diandalkan” di panggung internasional.
Meski begitu, Dimon mengaku masih “sedikit khawatir” terhadap inflasi di AS. Namun ia optimistis Federal Reserve (The Fed) akan tetap independen, meski terus mendapat tekanan dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell.
Pernyataan tersebut disampaikan Dimon dari Bournemouth, Inggris, saat mengumumkan investasi sekitar 350 juta pound sterling (sekitar Rp7,7 triliun) untuk pengembangan kampus JP Morgan di kawasan tersebut. Ia juga mengumumkan dana filantropi senilai 3,5 juta pound sterling (sekitar Rp77 miliar) bagi organisasi nirlaba lokal.
Menteri Keuangan Inggris, Rachel Reeves, menyambut positif investasi tersebut dan menyebutnya sebagai “berita fantastis bagi perekonomian lokal dan masyarakat Dorset.”
Sebelum wawancara, Dimon sempat tampil dalam sesi town hall di kampus tersebut dengan gaya santai — mengenakan kemeja tanpa dasi dan celana jeans — sambil menyapa para karyawan di sepanjang jalan menuju panggung.
Optimistis pada Inggris, Namun Khawatir pada Pasar AS
Dimon memuji kebijakan ekonomi Inggris dan menilai langkah Menteri Keuangan Rachel Reeves sebagai langkah tepat. Ia menyebut Reeves “melakukan pekerjaan yang hebat” serta menilai upaya pemerintah dalam mendorong inovasi dan mengurangi regulasi berjalan positif.
Namun, di sisi lain, Dimon menyoroti meningkatnya risiko di pasar saham Amerika Serikat (AS) yang menurutnya sudah terlalu panas.
“Saya jauh lebih khawatir soal itu dibandingkan orang lain,” kata Dimon.
Ia menjelaskan, banyak faktor yang menciptakan ketidakpastian global, mulai dari situasi geopolitik, kebijakan fiskal yang ekspansif, hingga peningkatan militerisasi di berbagai negara.
“Semua hal ini menimbulkan banyak persoalan yang belum punya jawaban pasti,” ujarnya. “Jadi, menurut saya, tingkat ketidakpastian seharusnya lebih tinggi di benak kebanyakan orang dibandingkan kondisi normal.”
Menurut Dimon, pertumbuhan pesat pasar saham dalam beberapa tahun terakhir banyak didorong oleh investasi besar di sektor kecerdasan buatan (AI).
Pada Rabu, Bank of England bahkan membandingkan kondisi ini dengan fenomena dot-com boom pada akhir 1990-an. Bank sentral Inggris itu memperingatkan bahwa valuasi perusahaan teknologi berbasis AI “tampak terlalu tinggi” dan berisiko mengalami koreksi tajam.
“Cara saya melihatnya, AI itu nyata dan akan membawa hasil,” ujar Dimon. “Sama seperti mobil dan televisi yang pada akhirnya sukses, tetapi kebanyakan orang yang terlibat di dalamnya dulu tidak berhasil.”
Ia menambahkan, sebagian dana yang saat ini diinvestasikan ke AI “kemungkinan akan hilang.”
Dunia Kini Lebih Berbahaya
Belakangan, isu keamanan global menjadi salah satu perhatian utama CEO JP Morgan, Jamie Dimon. Dalam suratnya kepada para pemegang saham awal tahun ini, Dimon memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) bisa kehabisan persediaan misil hanya dalam tujuh hari jika terjadi perang di Laut China Selatan.
Berbicara mengenai cara menghadapi berbagai risiko dunia, Dimon menekankan pentingnya peningkatan investasi di sektor pertahanan dan militer.
“Orang-orang bicara soal menimbun aset kripto, tapi saya selalu bilang kita seharusnya menimbun peluru, senjata, dan bom,” ujarnya. “Dunia sekarang jauh lebih berbahaya, dan saya lebih memilih punya keamanan daripada tidak sama sekali.”
Salah satu risiko lain yang menurutnya dihadapi ekonomi global adalah potensi tekanan terhadap independensi Federal Reserve (The Fed).
Meski demikian, Dimon menilai independensi bank sentral tetap menjadi hal penting. Ia bahkan mengaku masih bersedia mempercayai pernyataan Presiden AS Donald Trump, yang berjanji tidak akan mengganggu kebebasan The Fed — meski sebelumnya sempat menyebut Ketua The Fed, Jerome Powell, sebagai “idiot” dan “bodoh” karena tidak menurunkan suku bunga lebih cepat.
Dimon juga mengakui bahwa AS kini menjadi “sedikit kurang dapat diandalkan” di mata dunia. Namun, ia menilai beberapa kebijakan Trump justru mendorong Eropa untuk berbenah, terutama dalam memperkuat investasi pertahanan NATO dan meningkatkan daya saing ekonominya.
Potensi Kemajuan Hubungan Dagang AS-India
Dimon juga mengungkap adanya peluang terobosan dalam negosiasi dagang antara India dan AS.
Ia menyatakan ingin “mendekatkan India,” dan percaya kesepakatan untuk menurunkan tarif tambahan bagi India—yang diberlakukan karena hubungan dagangnya dengan Rusia, termasuk pembelian minyak—sudah mendekati final.
“Saya sudah berbicara dengan beberapa pejabat Trump yang mengatakan mereka ingin melakukan itu, dan saya diberitahu bahwa mereka memang akan melakukannya,” kata Dimon.
Nama Jamie Dimon kerap disebut di kalangan pelaku keuangan sebagai sosok yang mungkin akan beralih ke dunia politik.
Sebelum pemilihan ulang Trump tahun lalu, investor ternama Bill Ackman bahkan menyebut Dimon sebagai kandidat ideal untuk jabatan Menteri Keuangan AS, dan ia juga kerap disebut-sebut sebagai calon potensial presiden di masa depan.
Namun, saat ditanya soal ambisi politiknya, Dimon menampik dengan santai.
“Itu tidak ada dalam rencana saya,” katanya. “Fokus saya adalah menjaga JP Morgan tetap sehat dan dinamis.”
Lalu, sambil tersenyum, ia menambahkan, “Kalau kamu memberikanku kursi presiden, aku akan menerimanya. Aku pikir aku akan melakukan pekerjaan yang baik.”