Cak Nun, Lengsernya Soeharto, dan Nasihat 'Ora Dadi Presiden kan Ora Patheken'

7 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Mei 1998 menjadi titik balik bangsa Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis. Mei di tahun itu tepatnya tanggal 21, rezim Orde Baru Soeharto yang sudah berkuasa 32 tahun akhirnya tumbang. Sebelumnya, krisis moneter yang menerpa Indonesia memicu aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia. Mahasiswa dan gerakan rakyat turun ke jalan-jalan menuntut perbaikan kondisi. Puncaknya terjadi saat Tragedi Trisakti 12 Mei 1998. Empat mahasiswa Trisaksi tertembak mati dan memicu kerusuhan sehari setelahnya. Pembakaran dan penjarahan pun terjadi di mana-mana di Jakarta pada 14 Mei. 

Kuatnya dominasi orde baru yang merasuk dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, membuat mahasiswa dan rakyat kala itu, sangat bergembira saat Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden Republik Indonesia. Mahasiswa saat itu menyebutnya dengan Kemenangan Rakyat. 

Namun bagaimana cerita di balik pengunduran diri Soeharto? Mengapa proses lengsernya begitu halus, sehingga mahasiswa dan masyarakat yang kala itu sudah marah, malah lelap dalam euforia masuk ke rezim baru yang dinamakan reformasi, tanpa memikirkan lagi, baiknya Soeharto diadili atau tidak. Pada saat itulah disebut-sebut ada peran 'tangan dingin' Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun.

Dalam bukunya Saat-Saat Terakhir bersama Soeharto, Cak Nun menceritakan dengan detail bagaimana proses Soeharto lengser dari jabatannya. Sebagai salah satu tokoh reformasi, Cak Nun sejak lama memang vokal dan kritis dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan Orba. Dirinya pun mengambil peran penting dalam peristiwa lengsernya presiden Indonesia kedua itu. Cak Nun punya cara sendiri untuk meminta Soeharto turun, tanpa tragedi, tanpa berdarah-darah, yang munkgin perannya itu tidak bisa digantikan dengan tokoh-tokoh reformasi lainnya.

Dalam situasi 'stuck' karena kuatnya dominasi Soeharto dan rezim Orde Baru kala itu, tidak mungkin lembaga negara seperti DPR dan MPR bisa menurunkan Soeharto. Apalagi lembaga negara itu juga menjadi bagian dari Orba. Jangan berharap juga dengan partai politik, karena mereka juga tidak punya kekuatan menurunkan Soeharto. 

Seperti yang diceritakan pada laman Caknun, untuk menerobos kebuntuan itu, pada 16 Mei 1998, Cak Nun bersama Cak Nur, Malik Fajar, Oetomo Danandjaya, dan Drajat, menggelar pertemuan untuk merumuskan prosedur turunnya Soeharto. Tujuannya agar Soeharto lengser tanpa berdarah-darah di kalangan mahasiswa dan rakyat.

Keesokan harinya, pada 17 Mei 1998, Cak Nun bersama empat tokoh tersebut menggelar konferensi pers di Hotel Wisata Jakarta untuk menyampaikan dan meminta agar Soeharto segera turun dari jabatan.

Pada 18 Mei 1998, di luar dugaan, atas permintaan Cak Nun dan empat tokoh ini, Mensekneg Saadillah Mursyid mau dan memberanikan diri untuk menyampaikan usulan serta mekanisme lengser yang telah dirumuskan tadi. Soeharto ternyata menyatakan bersedia dan setuju, tetapi meminta ditemani dalam proses turun dari jabatan Presiden. Ini adalah satu tahap krusial yang telah terlampaui dengan baik.

Kemudian pada 18 Mei malam pukul 20.00 WIB, Soeharto menelepon Cak Nun dan Cak Nur. 

"Mohon kita ketemu besok untuk menyiapkan agar lengsernya saya tidak menimbulkan guncangan dan korban."

Pada 19 Mei, Cak Nun bersama para tokoh lainnya bertemu Soeharto di Istana. Soeharto meminta, 5 tokoh yang ada ditambah dan dilengkap dengan 9 orang dari para tokoh yang dianggap sesepuh, termasuk Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itulah, Cak Nun dan Cak Nur meneguhkan sarannya kepada Soeharto agar dirinya mau meletakan jabatan presiden Indonesia yang sudah melekat pada dirinya selama lebih dari tiga dekade.

Diceritakan, Soeharto sempat tertawa lebar saat Cak Nun berkata, "Pak Harto ora dadi Presiden kan ora patheken. Wong sudah 32 tahun menjabat. (Pak Harto tidak jadi presiden kan gak apa-apa. Orang sudah 32  tahun menjabat)." Cak Nur kemudian menambahkan, "Bukan hanya ora patheken, tapi sudah tuwuk."

Usai pertemuan dengan para tokoh itu, Soeharto pun akhirnya mau lengser yang menandakan runtuhnya Orde Baru. Proses yang tanpa berdarah-darah dan memakan banyak korban jiwa. Sehingga masa transisi pemerintahan bisa dilakukan dengan cepat untuk menuju Indonesia kembali bangkit.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |