Liputan6.com, Solo - Ratusan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Solo Raya mengadakan unjuk rasa di depan Gedung DPRD Solo, Selasa (20/5/2025). Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap perusahaan layanan aplikator yang dinilai semakin merugikan driver ojol.
Dalam aksi tersebut, para pengemudi dari berbagai platform layanan aplikasi ojol juga mematikan aplikasi mereka sebagai bentuk solidaritas terhadap aksi yang dilakukan serentak. Mereka membawa poster-poster yang berisi kritik atas kebijakan tarif yang semakin menurun dan merugikan mereka.
Beberapa driver terlihat naik ke atas mobil bak terbuka yang menjadi panggung untuk melakukan orasi. Selain itu, peserta aksi yang masing-masing memakai jaket identitas perusahaan ojol itu juga menyalakan flare sebagai simbol semangat perjuangan mereka di depan gedung wakil rakyat yang beralamat di Jalan Adi Sucipto, Solo.
Djoko Saryanto, selaku juru bicara Garda Solo Raya, menjelaskan bahwa aksi demo ojol ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang dilakukan oleh driver ojol di berbagai daerah di Indonesia yang dilaksanakan secara serentak pada hari ini, Selasa (20/5/2025). Momen hari ini dipilih lantaran bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.
"Jadi pada hari ini, kita membersamai kawan-kawan yang ada di Jakarta dan 14 kota besar di Indonesia untuk bergerak bersama-sama dalam aksi kebangkitan driver online Indonesia," ujar Djoko di depan Gedung DPRD Solo, Selasa (20/5/2025).
Adanya Payung Hukum
Djoko menyampaikan bahwa ada sejumlah tuntutan yang dibawa dalam aksi demo yang diikuti para driver ojol. Salah satunya adalah desakan untuk menghapus program hemat, yang menurut mereka bertentangan dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 667 Tahun 2022.
"Program hemat jelas-jelas melanggar aturan KP 667. Kemudian yang kedua, potongan 10 persen kita maksimalkan sebisa mungkin ptongan 10 persen, karena di KP 667 itu potongannya 15 persen maksimal tapi ternyata hari ini teman-teman di lapangan lebih dari 20 persen yang dipotong," tegasnya.
Para pengemudi ojol juga menuntut adanya kepastian payung hukum yang mengatur status dan perlindungan mereka sebagai mitra aplikator. Selama ini, mereka merasa dilempar dari satu lembaga ke lembaga lain tanpa kejelasan regulasi.
"Kita selama ini selalu dibenturkan dengan perhubungan, baik dari dinas sampai ke kementerian tapi ternyata dari sana karena online ini basic-nya digital kita dibenturkan aturannya melalui Kemendikti. Sampai sana dibalik lagi SDM melewati Kementerian Tenaga Kerja," ujarnya.
Memanfaatkan momentum Hari Kebangkitan Nasional, Djoko menekankan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mendorong lahirnya regulasi nasional melalui undang-undang terkait untuk mengatur secara keseluruhan mengenai driver online.
"Kemudian kita pengin jika kita ada kesalahan yang menurut aplikator kita salah, ada suspend dan sanksi dan sebagainya. Kita juga pingin di undang-undang nantinya aplikator juga ada sanksi ketika mereka melanggar aturan yang sudah ada," imbuh Djoko.
Ditemui Ketua DPRD Solo
Saat ini, Djoko menyebutkan terdapat enam aplikator ojol yang beroperasi di wilayah Solo. Jumlah mitra ojol dari keenam aplikator itu telah menyebar di seluruh penjuru kota. "Kalau total yang masuk Solo sekarang sudah lebih dari 50 ribu (driver ojol). Itu Solo aja, kalau Solo Raya pasti lebih dari jumlah itu," katanya.
Aksi para pengemudi ojol ini mendapat perhatian dari Ketua DPRD Solo, Budi Prasetyo, yang bersama beberapa anggota dewan turun langsung untuk menemui massa aksi di halaman gedung DPRD.
"Saya atas nama pimpinan DPRD Solo menerima dengan baik bapak dan ibu semua yang tergabung dalam Garda Surakarta yang pada pagi hari ini akan menyampaikan aspirasi," ucap Budi di hadapan para pengunjuk rasa.
Ia menegaskan bahwa DPRD Solo siap mendengarkan serta menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan para driver ojol. "Untuk itu kami DPRD Solo konsisten untuk menerima setiap aspirasi, kita tidak pernah menolak," katanya.