Guru Besar Unpad Berjajar Memprotes Kemenkes, Ada Apa?

5 hours ago 5

Liputan6.com, Bandung - Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) menyerukan protes pada Kementerian Kesehatan. Sejumlah kebijakan kiwari, mereka nilai mencederai tata kelola sistem pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan nasional, pun mengancam etik, profesionalisme, dan otonomi keilmuan. 

Protes ditegaskan secara terbuka lewat Deklarasi Maklumat Padjadjaran di Gedung Kuswadji Unpad, Jalan Prof. Eyckman Nomor 38, Kota Bandung, Senin, 19 Mei 2025. Pembacaan maklumat diwakili Prof. Dr. Endang Sutedja dan Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose.

Salah satu yang disoroti ialah dampak penerbitan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun  2023. Melalui itu, kementerian dianggap secara ekspansif mengambil alih fungsi desain dan pengelolaan pendidikan tenaga medis.

“Kementerian Kesehatan RI telah bertindak melebihi kewenangan yang semestinya melekat pada jabatan sebagai pejabat negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,” dikutip dari maklumat.

Sejumlah kebijakan yang dikritisi antara lain pembentukan kolegium versi pemerintah tanpa partisipasi organisasi profesi dan universitas, penyederhanaan jalur kompetensi profesi medis melalui pelatihan teknis singkat, hingga penerapan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (RSPPU) secara unilateral, tanpa kerangka pendidikan tinggi.

“Kebijakan pelaksanaan RSPPU yang cenderung sepihak dan mengabaikan ketentuan perundang-undangan menghapus peran universitas sebagai institusi akademik yang sah, melanggar prinsip otonomi ilmiah dan tridarma perguruan tinggi, serta berpotensi merusak mutu pendidikan spesialis dan sistem jaminan mutu pendidikan nasional,” katanya.

Para guru besar berpandangan, pendidikan profesi medis bukan domain administratif kementerian teknis, melainkan bagian dari sistem akademik nasional. Sehingga, kebijakan tersebut dianggap mengabaikan fungsi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai otoritas penyelenggara pendidikan tinggi.

Kepada, Presiden, dan DPR

Melalui maklumatnya tersebut, para guru besar pun menyampaikan desakannya kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, agar segera mengevaluasi dan mempertimbangkan figur kepemimpinan pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Pihak Kemenkes diduga telah melewati batas kewenangan sektoral dan mengambil alih fungsi pendidikan tinggi. Disamping itu, menjalankan kebijakan RSPPU yang bertentangan dengan sistem akademik nasional.

“Merusak integritas keilmuan dan otonomi profesi medis, serta mengabaikan prinsip etik, transparansi, dan kolaborasi dalam perumusan kebijakan publik,” katanya.

Selain itu, pada guru besar untuk pun meminta agar DPR RI turut membentuk Panitia Khusus (Pansus) Reformasi Kesehatan Nasional, guna menyelidiki dampak kebijakan Kemenkes terhadap sistem pendidikan dokter, tata kelola RS vertikal, serta hubungan lintas kementerian dan antar institusi negara.

“Kami, para Guru Besar dan Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, dengan rasa tanggung jawab intelektual, moral, dan profesional yang tinggi terhadap masa depan pendidikan kedokteran dan kualitas pelayanan kesehatan bangsa, menyampaikan keprihatinan mendalam atas arah kebijakan Kementerian Kesehatan saat ini,” tegas isi maklumat.

Entzauberung: Demi Pasar dan Kekuasaan

Melalui Maklumat Padjadjaran, para gurus besar pun menegaskan bahwa pendidikan kedokteran bukan hanya proses teknis mencetak tenaga kerja, tetapi pada dasarnya merupakan tindakan merawat kehidupan.

“Setiap lulusan bukan hanya membawa kompetensi, tetapi juga nurani, tanggung jawab, dan kepercayaan publik,” katanya.

Dari perspektif sosiologi profesi, institusi kedokteran berdiri di atas kontrak sosial antara masyarakat dan negara, yang memberi wewenang kepada profesi untuk melayani dengan etika, bukan sekadar memenuhi target administratif.

“Ketika negara secara sepihak melemahkan kolegium, mengintervensi universitas, dan memindahkan proses pendidikan dari ruang akademik ke birokrasi, maka yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap etika sosial profesi. Kita menyaksikan apa yang disebut Max Weber sebagai “Entzauberung” – hilangnya kesakralan ilmu dan pengabdian akibat rasionalitas instrumentalis”.

Lebih jauh, ketika negara mengubah rumah sakit pendidikan menjadi pusat produksi dan deregulasi kompetensi, tanpa ruang akademik, maka profesi medis tidak lagi menjadi pilar peradaban, melainkan alat sistem kekuasaan dan pasar.

“Dari perspektif filsafat pelayanan publik dan pendidikan tinggi, negara memiliki tanggung jawab utama untuk menghormati martabat manusia dan menjamin bahwa pendidikan tenaga medis dijalankan dengan landasan etik, altruisme, profesionalisme, pengabdian, dan ilmu pengetahuan yang sahih”.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |