Ngelik Jedoran, Harmoni Salawat dan Kearifan Lokal dalam Tradisi Blora

6 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah dinamika zaman yang kian cepat dan derasnya arus modernisasi, masyarakat Blora tetap menjaga denyut budaya tradisional mereka melalui berbagai bentuk kesenian yang sarat nilai-nilai religius dan kearifan lokal.

Salah satu kesenian yang masih lestari dan bahkan menjadi simbol spiritualitas serta identitas budaya adalah Ngelik Jedoran. Kesenian ini tidak sekadar menjadi bentuk hiburan rakyat, namun lebih dari itu, ia merupakan sebuah persembahan batin, sebuah upaya untuk menjaga warisan sejarah, spiritualitas, serta narasi kebudayaan yang telah tertanam dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun.

Ngelik Jedoran adalah seni pertunjukan yang menggabungkan lantunan lagu-lagu sholawat dengan alunan lagu-lagu Jawa klasik yang mengisahkan perjalanan dakwah Walisongo. Dalam pertunjukannya, Ngelik Jedoran menampilkan barisan penyanyi dan penabuh alat musik tradisional, terutama jedor, semacam alat tabuh besar yang menjadi penanda ritme utama dalam pertunjukan.

Nada-nada syahdu yang terbangun dari paduan suara sholawat dan irama khas Jawa menciptakan suasana yang sakral dan menggetarkan batin, membawa penonton menyusuri kembali jejak-jejak spiritualitas Islam Nusantara yang lembut dan penuh kasih.

Pertunjukan Ngelik Jedoran biasanya digelar dalam acara-acara keagamaan seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' Mi'raj, haul para wali atau tokoh agama, serta kegiatan-kegiatan keislaman lainnya yang diselenggarakan oleh warga desa maupun komunitas pesantren.

Kesenian ini hadir bukan semata untuk memeriahkan acara, melainkan juga untuk mengingatkan kembali masyarakat tentang perjuangan para Walisongo dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dengan cara-cara damai dan penuh kearifan.

Lirik-lirik lagu dalam Ngelik Jedoran kerap mengangkat kisah hidup para wali, seperti Sunan Kalijaga yang menyebarkan Islam lewat wayang dan seni, atau Sunan Bonang dengan gamelannya yang merdu sebagai sarana dakwah.

Lagu-lagu tersebut biasanya dibawakan dalam bahasa Jawa dengan struktur tembang yang khas, diselipi pesan-pesan moral, ajaran tasawuf, serta nilai-nilai universal seperti kejujuran, kesabaran, dan cinta kasih.

Lantunan Salawat

Tak jarang pula, dalam penampilannya, para pelantun Ngelik Jedoran menyisipkan petikan ayat Al-Qur’an dan hadits sebagai bentuk penghormatan terhadap sumber ajaran Islam yang hakiki.

Yang membuat Ngelik Jedoran begitu menarik dan berbeda dengan kesenian lain adalah kemampuan tradisi ini untuk menjadi jembatan antara spiritualitas dan budaya lokal. Ia tidak kaku dalam menyampaikan pesan keagamaan, melainkan hadir dengan kelembutan artistik yang membuat nilai-nilai Islam terasa dekat dan membumi.

Musiknya yang sederhana namun menghanyutkan mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua, dari santri hingga warga awam. Dalam struktur sosial masyarakat Blora, Ngelik Jedoran sering kali menjadi media untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga.

Sebab setiap pertunjukan melibatkan banyak elemen, dari para pemain, penyanyi, tokoh masyarakat, hingga warga yang menjadi penonton sekaligus penyelenggara. Dalam proses persiapannya pun, kegiatan ini melibatkan kerja sama gotong royong mulai dari menyiapkan tempat, konsumsi, hingga perlengkapan suara dan alat musik.

Maka tak heran jika kehadiran Ngelik Jedoran di sebuah acara selalu disambut hangat oleh masyarakat, karena selain membawa suasana religius, ia juga menjadi ruang bertemunya warga dalam suasana guyub dan rukun.

Secara musikal, Ngelik Jedoran menampilkan pola irama yang kuat dan repetitif dari alat jedor, berpadu dengan kendang, gong kecil, dan alat petik seperti siter atau gitar yang semakin memperkaya nuansa akustiknya.

Dalam beberapa versi, suara vokal utama didominasi oleh laki-laki dengan karakter vokal yang berat dan berwibawa, seolah menyuarakan keteduhan para wali ketika menyampaikan dakwah mereka.

Nada-nada sholawat yang dilantunkan terasa lebih menyentuh karena dibawakan dengan logat Jawa yang lembut dan penuh penghayatan. Sementara itu, para pengiring musik memberikan suasana yang meditatif, menciptakan ruang kontemplasi yang mendalam di tengah hiruk pikuk kehidupan sehari-hari.

Dalam beberapa pertunjukan yang lebih besar, Ngelik Jedoran bahkan dikolaborasikan dengan elemen-elemen seni lain seperti tari-tarian simbolis, wayang, atau pertunjukan dramatik sederhana yang menggambarkan cuplikan kisah para wali, membuat kesenian ini semakin hidup dan bermakna.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |