Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai pembelian kembali atau buyback saham berkontribusi untuk menstabilkan harga saham sejumlah emiten.
Namun, hal itu tidak selalu langsung membalikkan tren penurunan yang disebabkan oleh faktor eksternal global. Di sisi lain, menurut Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy, langkah ini tetap memperkuat persepsi pasar terhadap komitmen emiten dalam menjaga nilai perusahaan dan memperhatikan kepentingan pemegang saham.
"Buyback adalah salah satu mekanisme yang sah dan strategis bagi emiten untuk menstabilkan harga sahamnya, khususnya saat pasar mengalami tekanan yang tidak sepenuhnya mencerminkan fundamental perusahaan,” ujar Irvan, ditulis Selasa (22/7/2025).
Namun, ia menilai, efektivitas buyback dalam membalikkan harga saham sangat bergantung pada beberapa faktor, seperti skala buyback, kondisi fundamental emiten, serta sentimen pasar secara keseluruhan.
“Dalam beberapa kasus, program buyback mampu memperkuat persepsi investor bahwa manajemen memiliki keyakinan terhadap prospek jangka panjang perusahaan, sehingga membantu menahan penurunan lebih dalam atau bahkan memulihkan harga,” tutur dia.
Mengutip Antara, pada 19 Maret 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan kebijakan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan.
Kebijakan ini diterbitkan dengan pertimbangan perdagangan saham di BEI sejak 19 September 2024 mengalami tekanan, yang terindikasi dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) per 18 Maret 2025 sebesar 1.682 poin atau minus 21,28 persen dari highest to date.
Sampai Juni 2025, OJK mencatat sebanyak 35 emiten telah melaksanakan buyback saham tanpa RUPS dengan nilai realisasi sebesar Rp3,38 triliun, atau setara dengan 14,98 persen dari alokasi sebesar Rp22,54 triliun.
Buyback Saham Capai Rp 21,49 Triliun, Pasar Modal RI Tetap Bergairah di Tengah Gejolak Global
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon (KE PMDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, melaporkan selama periode 20 Maret hingga 28 Mei 2025 tercatat sebanyak 40 emiten menyampaikan rencana pembelian kembali saham (buyback) tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dengan total alokasi dana mencapai Rp21,49 triliun.
"Dari 40 Emiten tersebut terdapat 31 Emiten yang telah melakukan pelaksanaan buyback dengan nilai realisasi sebesar Rp2,16 triliun atau sebesar 10,05 persen," dalam konferensi pers RDKB OJK, ditulis Selasa (3/6/2025).
Meski dihadapkan pada ketidakpastian global akibat tensi perdagangan dan geopolitik, pasar saham domestik tetap menunjukkan ketahanan. Secara month-to-date (mtd), indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat 6,04 persen ke level 7.175,82, dan secara year-to-date (ytd) naik 1,35 persen.
"Nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp12.420 triliun atau naik 6,11 persen mtd (naik 0,69 persen ytd)," ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, investor asing mulai kembali masuk ke pasar, mencatatkan net buy sebesar Rp 5,53 triliun secara mtd pada Mei 2025. Ini menjadi pembalikan tren setelah sebelumnya sejak Desember 2024 tercatat net sell. Namun, secara ytd investor asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp45,19 triliun.
Dari sisi sektoral, hampir seluruh indeks sektor mencatatkan penguatan, dengan sektor material dasar (basic material) dan energi menjadi yang tertinggi. Sektor teknologi menjadi satu-satunya yang mengalami pelemahan.
"Kinerja indeks sektoral secara umum menguat dengan penguatan tertinggi dialami oleh sektor basic material, dan energy, sementara hanya sektor technology terpantau melemah," ujarnya.
Sisi Likuiditas
Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham secara ytd mencapai Rp12,90 triliun, meningkat dari Rp12,47 triliun pada April 2025.Di pasar obligasi, indeks ICBI naik 0,78 persen mtd ke level 409,16, seiring dengan penurunan rata-rata yield Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 4,76 basis poin mtd.
Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp24,09 triliun mtd di pasar SBN, dan sebesar Rp0,21 triliun di obligasi korporasi.
Dalam industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) per 27 Mei 2025 mencapai Rp848,88 triliun, naik 1,91 persen mtd. Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana juga mengalami kenaikan menjadi Rp517,99 triliun, atau naik 3,16 persen mtd, dengan total net subscription sebesar Rp8,26 triliun pada Mei 2025.
OJK juga mencatat penghimpunan dana di pasar modal masih berada pada tren positif. Total nilai Penawaran Umum mencapai Rp65,56 triliun, termasuk Rp3,31 triliun dari 6 emiten baru.
"Sementara itu, masih terdapat 85 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp74,94 triliun," ujarnya.
Sementara itu, perkembangan Securities Crowdfunding (SCF)menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan. Sejak diberlakukannya regulasi SCF hingga 27 Mei 2025, telah ada 18 penyelenggara yang mengantongi izin OJK, dengan 825 efek diterbitkan oleh 594 penerbit. Jumlah investor SCF tercatat sebanyak 180.862 dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp1,57 triliun.