Liputan6.com, Jakarta - Di balik udara dingin yang menyelimuti dataran tinggi Wonosobo, terselip sebuah kehangatan kuliner yang tak hanya mengenyangkan perut, tapi juga membalut kenangan dalam setiap gigitannya. Dialah Tempe Kemul, sebuah kudapan khas yang begitu akrab di lidah masyarakat Wonosobo, namun tak semua orang mengenal keistimewaannya. Nama kemul sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti selimut, dan sangat pas menggambarkan bentuk serta filosofi makanan ini yaitu tempe yang dibalut dengan selimut adonan tepung lalu digoreng hingga garing dan keemasan.
Proses pembuatannya tampak sederhana, namun justru dari kesederhanaan itulah cita rasa autentik dan lokalitas yang kental muncul, menyajikan sensasi gurih dan renyah yang khas, terlebih jika disantap hangat-hangat di tengah hawa sejuk pegunungan.
Kombinasi antara tempe yang kaya protein nabati dengan balutan adonan yang terdiri dari tepung terigu, tepung beras, dan pati singkong memberikan tekstur unik dan kriuk di luar, lembut dan padat di dalam. Tak ketinggalan, irisan daun kucai yang menjadi ciri khas memperkaya aroma dan menambah dimensi rasa yang menggoda.
Tak sekadar camilan, Tempe Kemul di Wonosobo kini telah menjadi bagian dari identitas budaya. Sajian ini sering dijumpai di warung-warung kecil, pasar tradisional, hingga menjadi teman setia dalam piring nasi megono atau pelengkap pecel khas daerah itu.
Daya tariknya terletak bukan hanya pada bahan dasarnya yang sederhana dan mudah dijangkau, melainkan juga pada cara penyajiannya yang membumi. Tempe Kemul paling nikmat disantap selagi panas, sesaat setelah diangkat dari penggorengan, ketika uap panas masih mengepul dari permukaannya yang renyah. Biasanya disajikan bersama cabai rawit hijau segar yang digigit langsung sebagai teman makan, menciptakan kontras antara rasa gurih hangat dan pedas menggigit yang seolah menari di lidah.
Di sinilah letak keistimewaannya yang sederhana tapi memukau, merakyat namun menggugah selera siapapun yang mencobanya. Tak heran jika Tempe Kemul kerap diburu wisatawan yang datang ke Wonosobo, sebagai oleh-oleh cita rasa lokal yang penuh kesan.
Kearifan Lokal
Lebih dari sekadar makanan ringan, Tempe Kemul adalah simbol dari kehangatan, kebersahajaan, dan kearifan lokal masyarakat Wonosobo. Dalam budaya Jawa, makanan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang makna dan hubungan antar manusia.
Tempe Kemul sering hadir di acara-acara kumpul keluarga, hajatan, hingga menjadi suguhan di warung kopi sore hari yang ramai oleh obrolan warga. Ia menjadi pengikat percakapan, perekat keakraban, bahkan saksi bisu perjalanan waktu dan generasi. Inilah mengapa meskipun terkesan sederhana, Tempe Kemul tidak kehilangan daya tariknya. Justru kesederhanaan itu menjadi kekuatan utama yang membuatnya terus lestari.
Dalam dunia kuliner yang terus berkembang dan dipenuhi oleh tren makanan modern, eksistensi Tempe Kemul tetap kuat karena menawarkan sesuatu yang tak tergantikan dengan rasa yang jujur dan cerita yang melekat dalam budaya. Ketika kita menyantap Tempe Kemul, sejatinya kita tidak hanya menikmati sepotong makanan, tetapi juga sepotong kisah dari bumi Wonosobo.
Kisah tentang masyarakat yang gigih mempertahankan warisan kuliner mereka, tentang alam yang memberi bahan pangan dengan penuh kemurahan, dan tentang bagaimana makanan bisa menyatukan rasa dan hati. Tempe Kemul adalah kuliner yang mungkin tak mencolok dari tampilannya, tetapi justru dari situ pesonanya terpancar. Sebuah selimut gurih yang bukan hanya membalut tempe, tetapi juga membalut kenangan, tradisi, dan kehangatan yang hanya bisa ditemukan di kaki-kaki pegunungan Dieng.
Maka, saat berkunjung ke Wonosobo, jangan hanya terpikat pada pesona alamnya, tapi sempatkan juga untuk mencicipi dan membawa pulang selimut kenikmatan yang bernama Tempe Kemul.
Penulis: Belvana Fasya Saad