Pengembang Perumahan Elite Dipailitkan Dalam 5 Hari, Ratusan Warga Makassar Terancam Kehilangan Rumah

1 day ago 6

Liputan6.com, Makassar - Malang nasib ratusan warga yang tinggal di 135 rumah di kawasan perumahan elite Aerohome Estate, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Rumah mereka terancam disita oleh pihak kurator untuk dilelang usai pengembang perumahan tersebut yakni PT Aero Multi Karya dinyatakan pailit pada sidang di Pengadilan Niaga Makassar, Senin (21/7/2025) berdasarkan perkara No. 2/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Mks.

Melalui situs resmi SIPP Pengadilan Negeri Makassar, diketahui bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Aero Multi Karya dikabulkan sepenuhnya. Namun, hanya lima hari setelah penetapan PKPU sementara, majelis hakim langsung menjatuhkan putusan pailit terhadap perusahaan pengembang perumahan tersebut.

Majelis hakim bahkan telah menunjuk tiga kurator yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI untuk menangani proses ini. Kurator-kurator tersebut nantinya akan mengelola seluruh aset PT Aero Multi Karya dalam upaya pembayaran kepada para kreditur, baik separatis maupun konkuren.

Kuasa hukum mayoritas kreditur, Andi Muhammad Ikhsan, menyebut keputusan tersebut sangat mengejutkan dan di luar dugaan. Ia menyatakan para kreditur pada dasarnya berharap diberi ruang untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme damai.

"Perlu diingat bahwa tujuan utama dari PKPU itu adalah perdamaian, bukan membawa perusahaan ke jurang kepailitan. Padahal debitur sudah menunjukkan sikap kooperatif dan iktikad untuk bertanggung jawab," kata Ikhsan, Selasa (22/7/2025).

Anehnya lagi, lanjut Ikhsan, hakim niaga yang memimpin sidang tersebut tidak mengindahkan hasil voting dimana mayoritas pihak kreditur dan pihak debitur sepakat untuk memperpanjang masa PKPU dan menolak kepailitan. Dia menyebut dair total 140 kepala keluarga, sebanyak 97 pemilik rumah menyatakan dukungan terhadap perpanjangan PKPU dan hanya 16 pemilik rumah yang menyetujui pailit, 22 lainnya tidak sempat mendaftar, dan 5 lainnya telah memiliki sertifikat hak milik.

"Putusan ini mengabaikan asas keadilan. Hasil voting menunjukkan 85 persen kreditur menyetujui perpanjangan waktu agar debitur bisa menyusun proposal perdamaian secara komprehensif, ini malah tiba-tiba dinyatakan pailit," ucapnya heran.

Ikhsan juga menilai putusan ini terlalu cepat dan tidak memberikan waktu maksimal 270 hari sebagaimana diatur dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dia menyebut, dampak dari putusan ini sangat besar karena seluruh aset PT Aero akan disita untuk dilelang dan hasilnya dibayarkan ke kreditur. Sebanyak 140 unit rumah yang telah dibangun pun terancam menjadi bagian dari aset pailit yang dilelang.

"Putusan ini jelas melanggar Pasal 228 ayat 6 yang memberikan batas waktu maksimal PKPU hingga 270 hari,” tegasnya.

Pihak Aero Estate Ajukan Kasasi, Siap Bertanggung Jawab Penuhi Kewajiban

Menanggapi putusan pailit yang dijatuhkan, kuasa hukum PT Aero Multi Karya, Muhammad Mahbub Amin, menyatakan pihaknya telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Ia menyebut langkah ini diambil karena merasa tidak diberikan kesempatan memadai untuk menyampaikan proposal perdamaian.

"Kami merasa proses ini sangat tergesa-gesa. Klien kami ingin menyampaikan proposal perdamaian dan bahkan telah mengajukan perpanjangan waktu 60 hari, namun belum sempat dibahas oleh pengadilan," ujar Mahbub saat diwawancarai terpisah.

Menurutnya, tudingan bahwa debitur tidak kooperatif itu sangat tidaklah benar. PT Aero Multi Karya, kata Mahbub, selalu siap memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dan menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah.

"Kami justru menginginkan perdamaian dengan para kreditur. Klien kami sudah menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab penuh terhadap semua kewajiban yang ada," katanya.

Ia juga menegaskan bahwa pihaknya bukan sedang mengulur waktu, melainkan berusaha menyempurnakan proposal perdamaian yang akan diajukan dalam kerangka PKPU. Sembari menunggu salah satu proyek yang tengah dikerjakan rampung sehingga pihak perusahaan bisa memiliki dana untuk menyelesaikan seluruh permasalahan yang terjadi.

"Permintaan perpanjangan waktu bukan tanpa dasar. Itu langkah realistis agar proposal perdamaian bisa disusun dengan matang dan adil bagi semua pihak,” jelas Mahbub.

Debitur, kata dia, tidak pernah berniat melarikan diri dari tanggung jawab. Bahkan hingga saat ini, mereka tetap berkomitmen menyelesaikan persoalan melalui jalur hukum dan negosiasi dengan para kreditur. Upaya hukum ini juga disertai dengan permintaan salinan resmi putusan pailit yang hingga kini belum diterima lengkap oleh pihak debitur. Mahbub berharap, kasasi yang diajukan bisa membuka ruang baru untuk penyelesaian yang lebih adil dan bermartabat.

“Klien kami sudah berdiskusi intens dengan tim hukum, dan kami pastikan mereka akan tetap kooperatif sampai proses ini selesai. Tanggung jawab akan tetap dipenuhi, bukan dihindari,” tegasnya.

Warga Aero Estate Menolak Pailit, Tak Ingin Kehilangan Rumah

Di sisi lain, warga yang tinggal di Perumahan Aerohome Estate pun menyampaikan penolakan tegas terhadap putusan pailit yang dinilai merugikan mereka sebagai pembeli rumah. Sebanyak 140 kepala keluarga di perumahan tersebut mengaku ingin tetap tinggal di rumah mereka dan menolak segala bentuk penyitaan.

“Kami sudah membeli rumah secara sah. Kami ingin tetap tinggal di sini. Proses sertifikat memang belum selesai, tapi kami punya bukti kuat bahwa rumah ini milik kami,” ujar Fajrin, salah satu perwakilan warga.

Menurutnya, warga tidak pernah diberi ruang untuk menyampaikan pendapat dalam proses hukum ini. Mereka merasa dikorbankan dalam konflik antara pengembang dan kreditur lainnya yang bukan konsumen langsung.

“Kami tidak ikut dilibatkan, padahal kami yang paling terdampak. Kami tidak mau rumah kami dilelang atau disita karena itu sama saja merampas hak hidup kami,” tambahnya.

Warga mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum agar turun tangan membantu mereka mencari jalan keluar yang adil dan melindungi hak konsumen.

“Kami sudah menempati rumah ini bertahun-tahun. Jangan sampai kami jadi korban dari proses hukum yang kami tidak mengerti, apalagi kalau sampai rumah kami disita,” ucap seorang warga lain, Fitriani.

Keresahan warga juga mencuat di media sosial, di mana mereka meminta perlindungan hukum dan meminta agar kasus ini ditinjau kembali dengan mempertimbangkan hak konsumen.

“Harusnya ada perlindungan hukum untuk kami sebagai konsumen. Jangan hanya memikirkan aset perusahaan dan para kreditur besar. Kami juga korban,” tulis akun media sosial @WargaAero.

Warga juga menegaskan bahwa mereka siap mendukung upaya kasasi yang dilakukan debitur jika itu bisa menyelamatkan kepemilikan rumah mereka.

“Kalau kasasi bisa memberi kami harapan agar rumah ini tidak disita, maka kami sangat mendukung. Kami tidak ingin kehilangan rumah karena masalah hukum yang tidak kami pahami,” pungkas Fajrin.

Mereka berharap, kasus ini bisa menjadi perhatian publik dan pemerintah agar tidak lagi ada warga yang menjadi korban atas sengketa hukum perusahaan properti.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Kabar tidak menggembirakan datang dari sektor manufaktur. Produsen tekstil dan produk tekstil, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |