Liputan6.com, Denpasar - Kolaborasi seni yang memukau antara seniman Bali dan Toba kini menjadi sorotan utama di Griya Santrian Gallery, Denpasar. Pameran lukisan bertajuk 'Weaving the Colours of the Archipelago’ Pertiwi Negeriku, Toba - Bali Art Project 2025 menjadi bukti nyata bagaimana kekayaan budaya dua pulau ini dapat bersatu dalam harmoni visual.
Digelar mulai dari tanggal 11 Juli hingga 30 Agustus 2025, pameran ini menampilkan total 30 karya, mulai dari lukisan hingga ukiran khas Toba, yang merepresentasikan perpaduan kreativitas dari seniman perupa asal Toba, Sumatera Utara, bersama rekan-rekan mereka dari Bali
Kurator pameran, Wayan Seriyoga Parta, yang juga seorang dosen Seni Rupa UNG, menjelaskan bahwa karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil seleksi ketat dan merepresentasikan budaya Bali dan Toba, meliputi seni lukis, ukiran, fotografi, hingga keindahan Danau Toba.
Seriyoga Parta telah mengikuti perjalanan Komunitas Pertiwi Negeriku, khususnya Ni Ketut Ayu Sri Wardani, sejak diluncurkan pada tahun 2020. Proyek ini bermula di Toba dengan pameran pada tahun 2023 dan 2024, sebelum akhirnya membawa seniman Toba ke Bali pada tahun 2025. "Ini proyek yang sangat menarik karena kita tahu Toba sangat kaya dengan keindahan alam, serta seni dan budaya Batak," kata Seriyoga Parta. Namun, ia juga mengakui minimnya perhatian terhadap seni rupa di Toba. Melihat budaya di Toba lebih terkenal dalam bidang eksakta, hukum dan tarik suara.
Ni Ketut Ayu Sri Wardani, seorang seniman sekaligus inisiator program ini, mengungkapkan bahwa tujuan utama membawa seniman Toba ke Bali bukan hanya untuk pameran, tetapi juga untuk memberikan penyegaran wawasan dan dukungan agar passion mereka muncul. Ia menyadari bahwa banyak seniman di Toba masih dianggap sebagai pemula dan menghadapi berbagai tantangan, seperti minimnya dukungan pemerintah dan kesulitan mencari bahan-bahan melukis seperti kanvas.
Gali Potensi Lokal
"Di Toba sendiri, dukungan pemerintah terhadap seni belum maksimal, meskipun galeri sudah ada," tambah Charis Martin Purba, seorang fotografer keturunan Batak yang turut berpameran. Ia berharap pengalaman di Bali dapat menumbuhkan rasa percaya diri di kalangan seniman Toba.
Ayu Sri Wardani menjelaskan bahwa mereka berupaya memberikan dukungan untuk menggali potensi lokal di kawasan Danau Toba. Peserta pameran berasal dari berbagai usia, dari 14 hingga 49 tahun, dan berbagai daerah seperti Kolung, Doloksanggul, Balige, dan Samosir. "Kami tidak hanya menampilkan seni rupa, ada juga penggorga (seniman ukir) dan fotografer," ujarnya. Salah satu fotografer bahkan setiap hari memposting satu foto tentang Danau Toba, sebuah kontribusi besar untuk promosi Indonesia.
Ayu Sri Wardani menekankan bahwa kegiatan ini adalah kolaborasi yang bersifat antarpenetrasi, bertujuan membangun generasi muda, dan tidak semata-mata mencari keuntungan. "Kami lebih kepada membangun generasi muda. Saya tidak tahu hasilnya akan seperti apa. Saya pikir jika kita memberikan yang baik, energi yang baik, kita juga akan menghasilkan yang baik," ungkapnya.
Dukungan tak terduga datang dari berbagai pihak, seperti tiket pesawat dari AirAsia dan akomodasi serta makanan dari teman-teman di Bali. "Mereka melihat ini sebagai program yang baik." Program Pertiwi Negeriku, yang lahir pada tahun 2020, memiliki misi "merajut Nusantara melalui karya seni." Ayu Sri Wardani ingin berbagi dengan daerah-daerah lain yang seni rupanya belum berkembang seperti di Bali, Jogja, Jakarta, atau Bandung.
Wadah Lintas Generasi
"Kita punya hati dan ketulusan, konsisten, setia untuk melakukannya. Ya memang saya gak tau hasilnya, tapi kerjakan saja proses yang kita bisa" katanya, menegaskan bahwa semua ini dilakukan secara mandiri tanpa dukungan pemerintah.
Pameran ini tidak hanya menjadi ajang unjuk gigi bagi seniman senior, tetapi juga menjadi panggung bagi talenta muda dari Toba. Adinda Ulibasa Butar Butar (14) dan Angelina Cahaya Melati Purba (16), dua seniman muda berbakat, berbagi kisah perjalanan mereka hingga bisa berpameran di Bali.
Adinda, yang memulai melukis di sekolah dan langsung meraih juara satu dalam lomba antar-angkatan, tak menyangka akan sampai di Bali. "Pertama kali saya pegang kuas sih," kenangnya. Setelah itu, Komunitas Pertiwi Negeriku datang ke kafe Hotel Ayola Doloksanggul, mengundang pelukis dari sekolah-sekolah.
Adinda yang bersekolah di SMK Negeri 2 Dolok Sanggul ini sempat ikut pameran di ajang LTV 2023, sebuah pameran budaya Batak Toba se-Sumatera, semakin dekat dengan seniman Pertiwi Negeriku, terutama Ni Ketut Ayu Sri Wardani. "Mbak Ayu itu sangat berperan penting bagi saya. Karya pertama saya itu terjual gara-gara Mbak Ayu yang bantu. Terus saya akhirnya ditelepon Mbak Ayu, diajak untuk ikut pameran ini."
Karya Adinda yang dipamerkan saat ini menggambarkan sosok ibu tua yang sedang memetik kopi, beraliran realis. "Karakternya ibu-ibu yang tua, melambangkan, di Sumatera atau Batak, rata-rata ibu-ibu itu yang jadi kerja, kerja sebagai pemetik kopi," jelas Adinda.
Lukisannya juga menggambarkan buah kopi asal Sumatera Utara, dan menggambarkan seorang wanita yang bekerja keras memetik kopi hingga mencapai usia tuanya.
Adinda mengaku kaget dan bangga bisa berpameran sebesar ini di tempat yang jauh dari Toba. "Ini pertama kali juga saya ikut pameran sebesar ini di tempat yang jauh. Saya pokoknya sangat bangga ada dikasih kesempatan kayak gini dari usia yang muda juga," tuturnya.
Dampak Positif Seniman Muda
Sementara itu, Angel yang bersekolah di SMP Negeri 2 Tarutung juga memiliki kisah serupa. "Tahun lalu ada acara proyek juga dari Toba-Bali ini, di Bali diadakannya," ujarnya. Awalnya ia belum terlalu dikenal, namun kesempatan live painting di sana menarik perhatian banyak seniman, termasuk Ibu Ayu. "Ibu Ayu tertarik gitu sama lukisan saya. Jadi dari situlah mulainya. Ada seniman yang ingin membeli karya saya."
Ketertarikannya pada dunia visual sudah ada sejak dirinya masih kecil. "Saya sebenarnya mengawali jalan saya melukis dari kartun, anime. Saya dulu sangat tertarik sama anime dari Jepang sampai ingin pergi ke Jepang," harapnya.
Karya lukisan Angel terinspirasi dari rumah Batak di Toba, dengan teknik realis. "Ini inspirasinya rumah Batak di Toba. Itu salah satu ciri khas dari Toba yang sangat indah," jelas Angel. Ia menambahkan bahwa ciri khas dari rumah Batak adalah gorganya, ukiran-ukiran dengan warna merah, hitam, dan putih.
Kedua seniman muda ini menyampaikan pesan untuk generasi muda. Adinda berujar, "Kalau kita lebih mengembangkan lagi lukisan ini, ini benar-benar kayak kita nemuin diri kita gitu, jati diri kita." Angel menambahkan, "Saya merasa ini kesempatan yang sangat baik. Semoga banyak artis-artis seniman muda yang ingin juga melanjutkan seninya agar bisa mencapai sampai kayak gini."
Mereka berdua mengakui bahwa seniman seni rupa di Sumatera, khususnya Toba, masih jarang terekspos dan kurang diapresiasi. "Sebenarnya banyak seniman-seniman di Toba yang luar biasa, tapi kayaknya belum mencapai potensial, kayak belum diapresiasi," kata Angel.
Dengan adanya pameran di Bali ini, mereka merasakan dampak positif yang besar. Adinda juga berterima kasih karena diberi kesempatan untuk datang ke Bali. "Saya pribadi saya belum pernah ke Bali. Gara-gara pameran ini pertama kali saya ke Bali. Saya senang sekali," ungkap Adinda dengan antusias.
Senada dengan Adinda, Angel merasa kesempatan ini merupakan hal yang luar biasa. "Ya saya juga ingin berterima kasih. Sudah dapat kesempatan kayak gini. Ini sungguh luar biasa dan saya bangga sekali sama Toba dan sama seniman-seniman dari Toba," ungkapnya senang.