Kratom Kapuas Hulu, dari Ladang Sunyi ke Panggung Dunia

1 month ago 17

Liputan6.com, Jakarta Di tepian Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, di antara kabut menggantung dan aliran sungai tak pernah tidur, tumbuh ribuan batang kratom. Tanaman yang dulu hanya dikenang dalam ramuan obat tradisional.

Namun, sejak 2018, wajah Kapuas Hulu berubah. Data Lembaga Forclime FC mencatat, ada 45.833 hektare ladang kratom tersebar di 150 desa pada 13 kecamatan.

Lebih dari 46.751 kepala keluarga menggantungkan hidup pada 112 juta batang kratom yang meneduhkan bumi Uncak Kapuas itu.

Kratom bukan sekadar daun hijau. Bagi banyak petani, ini adalah napas ekonomi, harapan baru ketika karet, kelapa sawit dan lada tak lagi semanis dulu.

Namun, di balik semerbak harapan, ada realitas getir kratom belum sepenuhnya diterima dunia. Ada dilema antara potensi emas hijau dan regulasi global yang penuh teka-teki.

Panggung Dunia, Tuntutan Kualitas

Keseriusan pemerintah mulai terlihat. Peraturan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 33 Tahun 2022 menegaskan kratom masuk kategori hasil hutan bukan kayu, setara dengan tanaman obat dan tanaman hias yang mendapat perhatian khusus.

Kini, Peraturan Daerah Tata Niaga dan Tata Kelola Kratom tengah digodok. Visi utamanya jelas menjadikan Kalimantan Barat sebagai pusat produksi kratom legal, berkelanjutan dan berkeadilan.

Dari pusat, kabar baik pun datang. Permendag Nomor 20 dan 21 Tahun 2024 membuka ruang ekspor kratom, meski dengan persyaratan ketat. Pasar internasional, terutama Amerika dan Eropa, siap menampung, tapi dengan satu syarat: kualitas adalah harga mati.

“Sekarang bukan zamannya mengejar jumlah. Dunia menuntut kualitas,” tegas Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, di kala membuka Panggung Inspirasi Petani di GOR Indoor Voli Putussibau Kapuas Hulu, Jumat (05/09/2025).

Dia mengingatkan, kualitas kratom harus dijaga sejak proses penanaman, jarak tanam, hingga teknik panen.

Bahkan, peringatan keras dilontarkan jangan pernah mencampur daun kratom dengan daun lain. Sebab, satu kesalahan kecil bisa meruntuhkan reputasi produk Kalbar di mata dunia.

Gerbang Kijing, Jalan Menuju Global

Kratom kini memasuki babak baru. Bukan sekadar soal menanam dan memetik, tapi membangun ekosistem perdagangan internasional.

Krisantus Kurniawan menyoroti peran Pelabuhan Internasional Kijing sebagai gerbang emas ekspor.

Selama ini, hasil bumi Kalbar mulai dari sawit hingga tambang justru tercatat keluar melalui Dumai, Tanjung Priok, hingga Jawa Timur. Akibatnya, angka ekonomi Kalbar tenggelam di balik catatan provinsi lain.

“Kita sudah puluhan tahun rugi,” ucap Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan getir. “Sekarang Pelabuhan Kijing siap, saatnya kita rebut hak kita kembali.”

Kini, sebagian besar mesin pengolahan kratom skala besar berada di Kabupaten Kapuas Hulu, sementara Kota Pontianak menjadi pusat produksi rumahan yang kreatif.

Ketua Perkumpulan Petani Kratom Nusantara (PPKN), Abang Muhammad Nasir, bahkan memperlihatkan langsung pada Wagub mesin pengolahan kratom terbesar di Kalimantan Barat simbol tekad petani untuk naik kelas.

Warisan untuk Masa Depan

Kratom bukan sekadar tanaman. Mitragyna speciosa adalah warisan ekologis dan budaya. Ia tumbuh alami di Kapuas Hulu, Melawi, Sintang, Ketapang, Kayong Utara, dan Kubu Raya.

Selain menjaga keseimbangan ekosistem—penahan abrasi dan erosi, kratom sudah lama menjadi obat tradisional masyarakat setempat.

Bahkan, kajian Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI tahun 2019 di empat kecamatan Kapuas Hulu menemukan fakta menarik:

1. Tidak ada perubahan pola penyakit pada masyarakat pengguna kratom.

2. Tidak ditemukan keluhan kesehatan signifikan.

3. Tidak menimbulkan gejala ketergantungan

Hasil riset ini menjadi amunisi penting untuk meluruskan stigma negatif terhadap kratom di mata internasional.

Di mata para petani, kratom adalah jalan keluar dari jerat kemiskinan. Namun, dunia belum sepenuhnya membuka pintu. Regulasi global, persepsi pasar, dan standar kualitas menjadi tantangan besar.

Provinsi Kalimantan Barat kini berdiri di persimpangan. Antara menjaga identitas ekologis dan mengejar cita-cita ekonomi global.

Pertanyaannya, apakah kratom Kapuas Hulu siap menjadi bintang dunia? Atau akan terus terjebak dalam polemik regulasi dan permainan pasar internasional?

Jawabannya ada di ladang-ladang sunyi, di tangan petani, di meja regulator, dan di pelabuhan menanti kapal pertama melintas membawa emas hijau Borneo ke panggung dunia.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |