Liputan6.com, Jakarta - Kapitalisasi pasar telah susut triliunan dolar Amerika Serikat (AS) setelah koreksi indeks S&P 500 sebesar 10 persen dari rekor tertinggi.
Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), kapitalisasi pasar S&P 500 pada puncaknya pada 19 Februari mencapai USD 52,06 triliun, menurut FactSet. Penurunan pada Kamis membuat nilai pasar indeks turun menjadi USD 46,78 triliun. Hal itu berarti total kerugian sekitar USD 5,28 triliun atau sekitar Rp 86.365 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.357) dalam tiga minggu.
Penurunan ini terjadi di bawah bayang-bayang perang dagang Presiden AS Donald Trump yang sedang berkembang dengan beberapa mita dagang utama AS. Selain itu, ada sentimen tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang melambat, dengan survei sentimen konsumen yang lemah dan prospek yang suam-suam kuku dari ritel seperti Walmart.
“Interaksi kami dengan klien menunjukkan suasana hati sedang berubah. Sementara banyak yang melihat pembicaraan tentang resesi sebagai sesuatu yang premature, kekhawatiran tentang kebijakan yang tidak menentu dari pemerintahan baru berlimpah, dengan pajak ketidakpastian yang hantam ekspektasi pertumbuhan,” ujar Barclays Strategist Emmanuel Cau seperti dikutip dari laman CNBC.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap penurunan itu tampaknya adalah melemahnya pertumbuhan perdagangan yang terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Sejak 19 Februari, saham Nvidia turun 17 persen dan Roundchill Magnificent Seven ETF telah turun 16 persen.
Kenaikan saham-saham terkait AI itu sebelum koreksi telah menimbulkan kekhawatiran kalau pasar saham dinilai terlalu tinggi dengan beberapa nama kadang memiliki kapitalisasi pasar di atas USD 3 triliun. Bahkan, indeks S&P 500 saat ini diperdagangkan 24,1 kali dari laba 12 bulan terakhir, menurut FactSet.
Wall Street Menguat Sambut Akhir Pekan
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melonjak pada perdagangan Jumat, 14 Maret 2025. Lonjakan wall street itu memangkas sebagian koreksi tajam yang terjadi selama sepekan seiring investor terbebas dari berita utama mengenai tarif dagang AS.
Mengutip CNBC, Sabtu (15/3/2025), indeks Dow Jones melambung 674,62 poin atau 1,65 persen ke posisi 41.488,18. Indeks S&P 500 menguat 2,13 persen ke posisi 5.638,94 dan indeks Nasdaq mendaki 2,61 persen ke posisi 17.754,07. Kenaikan indeks saham itu merupakan hari terbaik pada 2025 untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq.
Saham teknologi besar yang terguncang pada awal pekan ini mengalami pemulihan tajam pada Jumat pekan ini. Saham Nvidia melonjak lebih dari 5 persen. Saham Tesla naik hampir 4 persen dan Meta Platforms melambung hampir 3 persen. Demikian juga saham Amazon dan Apple menguat.
Saham melambung setelah tidak ada berita utama baru dari Gedung Putih terkait tarif, meredakan kekhawatiran seputar meningkatnya ketegangan untuk sementara waktu. Investor juga mungkin memborong saham setelah pasar saham merosot pada Kamis pekan ini.
Penurunan lebih dari 1 persen pada Kamis menyebabkan indeks S&P 500 terkoreksi. penurunan setidaknya 10 persen dari rekor penutupan yang dicapai hanya 16 hari lalu.
Aksi jual pada sesi tersebut menyeret Nasdaq lebih jauh ke dalam koreksi, dan membawa Russell 2000 berkapitalisasi kecil mendekati pasar beruang, atau penurunan 20 persen dari titik tertingginya. Hal itu menandai tonggak sejarah lain dalam kemunduran yang telah mencengkeram investor selama tiga minggu terakhir karena kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang naik-turun meningkatkan ketidakpastian dan volatilitas pasar.
Sentimen Positif
Bahkan, reli Jumat tidak dapat menyelamatkan tiga indeks utama dari kerugian mingguan. Indeks Dow turun sekitar 3,1% untuk minggu terburuknya sejak Maret 2023. Indeks S&P 500 dan Nasdaq keduanya turun lebih dari 2% dan membukukan minggu kerugian keempat berturut-turut.
Sentimen positif Jumat bertambah ketika pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer, D-N.Y., mengatakan dia tidak akan memblokir RUU pendanaan pemerintah Republik.
Namun, data yang dirilis Jumat dari University of Michigan mengonfirmasi kepercayaan konsumen telah menurun akibat ketidakpastian terkait tarif yang sedang berlangsung, kekhawatiran yang telah mendorong pasar turun selama tiga minggu terakhir. Sentimen konsumen turun pada Maret menjadi 57,9, lebih rendah dari perkiraan ekonom yang disurvei oleh Dow Jones sebesar 63,2.
"Sentimen konsumen memburuk, ekspektasi inflasi meningkat, imbal hasil Treasury 10 tahun meningkat. Anda mungkin berpikir bahwa pasar akan turun. Jadi banyak orang mengamati untuk melihat apakah reli ini memiliki jangkauan atau pijakan,” kata Manajer Portofolio di Globalt Investments, Thomas Martin.
Investor bersiap untuk pertemuan kebijakan Federal Reserve yang dijadwalkan minggu depan, di mana dana berjangka Fed memperkirakan kemungkinan 97% suku bunga akan tetap stabil, menurut alat FedWatch CME.
"Yang ingin kami lihat adalah suku bunga tidak naik, karena itu akan menjadi indikasi bahwa Fed kehilangan kendali. Jika Fed mengatakan mereka memangkas dan suku bunga naik, itu berarti kurangnya kepercayaan,” imbuh Martin.