Banjir Bali Mengejutkan Warga: Seumur Hidup Baru Kali Ini Merasakan

2 days ago 11

Liputan6.com, Jakarta Hujan deras yang mengguyur sejak Selasa 9 hingga 10 September 2025 membuat sejumlah wilayah di Pulau Dewata berubah menjadi lautan kecil, menenggelamkan jalan, merendam rumah warga.

Nabila (35), warga Jalan Pura Demak, Denpasar, tak kuasa menyembunyikan keterkejutannya. Sejak kecil ia tumbuh besar di Bali, namun baru kali ini merasakan banjir sehebat itu. 

"Seumur-umur tinggal di Bali, baru sekali ini ngerasain banjir. Datangnya tiba-tiba, kirain hujan biasa, tahu-tahu, pagi hari air sudah mulai menggenang," cerita dia kepada Liputan6.com, Kamis (11/9/2025).

Panik jelas tak bisa ia sembunyikan. Nabila mulai sibuk berselancar di media sosial, mencari tahu seberapa parah banjir melanda Denpasar. Sesekali ia juga menelepon kerabat dan tetangga, menanyakan kabar sekaligus memastikan semua dalam keadaan selamat.

"Enggak sangka keadaanya bakal separah itu," tutur dia.

Sekitar pukul 07.00 WITA, air mulai merambat masuk hingga ke teras rumah Nabila. Ia mengaku masih beruntung karena banjir ak sampai menembus ruang tamu. Namun, nasib berbeda dialami para tetangganya di kawasan yang sama.

"(Air) sampai teras saja, karena bangunan lumayan tinggi, enggak kayak rumah-rumah sebelah yang kerendam sampai hampir dada," ungkapnya.

Meski rumahnya selamat dari terjangan air, Nabila tetap harus menanggung kerugian. Mobil yang biasa dipakai suaminya untuk bekerja terendam banjir. "Kena mobil saja kerendam banjir," tuturnya.

Nabila pun berharap, dari banjir ini, Pemerintah Provinsi Bali bisa belajar dari kejadian ini. "Semoga ada program ke depan yang bisa memperlancar saluran pembuangan dan  pengolahan sampah yang lebih baik," harapnya.

Banjir Bali Dipicu Alih Fungsi Lahan Gila-gilaan

Pengamat Tata Kota Universitas Udayana Putu Rumawan Salain, saat dihubungi Tim Regional Liputan6.com, Kamis (11/9/2025) mengatakan, banjir saat ini bisa dibilang sebagai banjir yang terbesar dan terparah yang pernah terjadi di Bali, dengan memakan korban jiwa terbanyak dan hampir seluruh wilayah Bali mengalaminya.

"Ini sebagai dampak dari perencanaan, tapi semua itu kan tingkah polah manusia, yang melakukan kegiatan di atas bumi. Jadi ini adalah sebagai peringatan kepada kita untuk mencermati dan tunduk kepada tata ruang yang sudah dirancang," katanya.

Putu juga mengungkapkan banyak pelanggaran di pemerintahan soal alih fungsi lahan dan kepemilikanya, yang akhirnya menjadi salah satu pemicu banjir parah di Bali. Putu juga tidak memungkiri bahwa pariwisata Bali yang jadi trigger utama banyaknya perubahan fungsi dan pemanfaatan lahan di Bali.

Pariwisata secara langsung mendorong makin tingginya jumlah penduduk di Bali. Banyak orang mencari kerja di Bali di samping juga angka kelahiran yang tinggi. Sehingga Bali penduduk Bali saat ini sudah mencapai angka 4 juta lebih, dan di Denpasar sudah hampir 1 juta penduduk.

"Bayangkan di kota yang sekecil ini luasnya (Denpasar)," kata Rumawan.

Peralihan Daerah Sawah

Kepadatan penduduk itu, katanya, akan mendorong banyak orang untuk memanfaatkan lahan sekecil-kecilnya sebagai tempat tinggal. Pada akhirnya sempadan atau daerah-daerah di pinggir sungai 'dirampok' sehingga daerah aliran sungai menyempit. 

"Belum lagi akibat pendangkalan, pencurian lahan untuk bangunan dan lain-lain, itu menjadikan semakin susah penyaluran air dari penyaluran primer sampai ke tersier," ungkap Rumawan.

Peralihan daerah sawah menjadi permukiman juga mengubah tata ruang kota sehingga saat terjadi hujan, airnya meluap, air kemudian mencari jalannya sendiri ke tempat yang rendah, seperti Denpasar.

"Di sisi selatan ini kan daerah dataran yang paling rendah, diserbu oleh hujan berbagai daerah di hulu, dari Tabanan, diserbu dari Gianyar," katanya.

Putu Rumawan juga menjelaskan, sebenarnya dalam rencana tata kota dan tata ruang Provinsi Bali, yang sudah direvisi 2023, sudah diatur untuk tidak menambah slot pada titik-titik perkembangan pariwisata.

"Sekarang ini kan banyak sekali tumbuh bahkan membuat konflik di daerah-daerah masyarakat kan ada adat yang dibenturkan, ada politik yang terbenturkan, karena investor bawa uang itu berlindung di balik kekuasaan dan di balik adat, jadi kan yang konflik masyarakat," kata Rumawan.

Peringatan untuk Pemerintah

Dirinya mewanti-wanti pemerintah dalam hal ini harus tegas menegakkan peraturan yang ada, karena sekarang bukan hanya kerugian materi sebagai imbasnya, tapi juga memakan korban jiwa yang tidak sedikit. Menurut Rumawan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah agar banjir parah setidaknya tidak terulang untuk kedua kalinya, yakni pertama, penegakan aturan tata ruang dan tata kota.

Kedua, di dalam pengurusan izin-izin pembangunan harus tegas. Garis sempadan bangunan samping, belakang, depan, itu harus dipenuhi. Lahan di Bali yang sudah sempit ini karena pembangunan pariwisata, sangat susah dicari lahan yang bisa menyerap air, kalau pun ada presentasenya tidak banyak. 

"Banyak lahan sudah ditutup sama beton paving, atau batu sikat bumi tidak meresap air lagi jadi tidak ada kemampuan bumi tidak pernah napas dan tidak minum seolah-olah begitu dan ketika dia tidak kuat dia melempa semua yang dia muntahkan," kata Rumawan.

Rumawan menegaskan, hujan tidak perlu disalahkan dan dicap sebagai pemicu banjir besar. Yang diperlukan saat ini adalah kejernihan berpikir untuk mencegah dan menanggulangi jika sewaktu-waktu hujan turun dengan deras. 

"Mungkin turis juga tidak mau datang, kalau kita saja tidak bisa mencegah dan menanggulangi banjir," katanya.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |