Liputan6.com, Medan - Di tengah sorotan dunia terhadap krisis keanekaragaman hayati, kawasan Batang Toru di Sumatera Utara (Sumut) berdiri sebagai salah satu lanskap terakhir yang menyimpan harapan.
Rumah bagi orangutan Tapanuli, spesies kera besar paling langka di dunia, ekosistem ini kini diangkat kembali ke panggung publik melalui sebuah acara yang memadukan kekuatan ilmu pengetahuan dan kolaborasi.
Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Balai Besar KSDA Sumut, dan Universitas Sumatera Utara (USU) menyelenggarakan kegiatan “Bedah Buku dan Refleksi Kolektif untuk Ekosistem Batang Toru”, yang berlangsung di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU, Medan.
Kegiatan ini mempertemukan akademisi, peneliti, mahasiswa, pegiat lingkungan, serta perwakilan pemerintah untuk memperkuat komitmen dan strategi bersama dalam melestarikan salah satu kawasan hutan paling penting di Indonesia.
"Batang Toru bukan sekadar lanskap, tapi adalah cermin tanggung jawab kolektif kita sebagai bangsa untuk menjaga warisan alam yang tak tergantikan," ujar Kusnadi, Ketua YEL, Jumat (25/4/2025).
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Wanita Nekat Terobos Paspampres dan Cegat Mobil Demi Salami Jokowi
Peluncuran 2 Buku
Acara ini menyoroti peluncuran 2 buku terbaru hasil kolaborasi antara BBKSDA SU, USU, YEL dan para mitra konservasi, yaitu “100+ Flora Karismatik Kawasan Ekosistem Batang Toru” dan “Panduan Identifikasi Anggrek Kawasan Ekosistem Batang Toru”.
Kedua publikasi ini merupakan bagian dari upaya memperluas dokumentasi biodiversitas serta memperkuat literasi ilmiah sebagai fondasi konservasi jangka panjang.
Staf Survei dan Riset Ilmiah dan penulis utama, Dewi Kurnia Arianda menyebut, setiap spesies tumbuhan yang didokumentasikan adalah bagian dari cerita besar tentang keberagaman dan ketahanan ekosistem Batang Toru.
"Buku ini lahir dari semangat untuk mengenali, memahami, dan pada akhirnya melindungi kekayaan hayati yang seringkali luput dari perhatian," ujarnya.
Buka Banyak Mata
Penulis Utama Manajer Survei dan Riset Ilmiah - YEL, Nursaniah Nasution, menambahkan, pihaknya berharap buku ini bisa membuka mata banyak pihak bahwa hutan Batang Toru bukan sekadar bentang alam.
"Tetapi rumah bagi kehidupan yang luar biasa kompleks, yang keberadaannya tak bisa dipisahkan dari upaya konservasi yang berbasis pengetahuan," ucapnya.
Diskusi dalam kegiatan ini tidak hanya membahas isi buku, namun juga memperluas pembicaraan pada isu-isu strategis seperti pentingnya riset jangka panjang, partisipasi multipihak, dan konektivitas habitat bagi kelangsungan spesies.
Julius Siregar, Kepala Konservasi In-Situ YEL, menyampaikan, kegiatan ini bukan hanya tentang merayakan hasil riset, tetapi juga memperkuat strategi konservasi yang menyeluruh.
"Salah satu fokus penting kami ke depan adalah memastikan konektivitas habitat satwa liar di Batang Toru, agar spesies kunci seperti orangutan Tapanuli dapat bergerak aman dan mempertahankan keberlanjutan populasi mereka," paparnya.
Landasan Penting
Kedua buku ini menjadi landasan penting dalam upaya konservasi jangka panjang, bukan hanya sebagai sumber data, tapi juga sebagai alat untuk menginspirasi kolaborasi lintas sektor demi masa depan ekosistem yang sehat dan lestari.
"Konservasi harus berakar pada pengetahuan, digerakkan oleh kemitraan, dan dipandu oleh visi jangka panjang," Julius menambahkan.
Melalui kegiatan ini, YEL bersama BBKSDA Sumut dan USU berharap dapat memperkuat kesadaran, memperluas pengetahuan, serta mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam melindungi Batang Toru sebagai salah satu benteng terakhir keanekaragaman hayati dunia.