Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali menguat 0,1% ke level 16.415 pada Selasa (20/5), menyusul kabar bahwa APBN mencetak surplus pada April 2025 setelah mengalami defisit selama kuartal I 2025. Kabar ini memperkuat optimisme pelaku pasar terhadap stabilitas fiskal Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Dengan penguatan tersebut, rupiah telah rebound 2,8% sejak menyentuh level terendahnya di 16.870 pada 24 April 2025. Pergerakan positif ini juga menjadi sinyal bahwa pelaku pasar kembali percaya terhadap prospek makro ekonomi Indonesia.
"Tren penguatan nilai tukar rupiah belakangan ini terjadi seiring membaiknya sentimen global dari de–eskalasi perang dagang dan tren pelemahan dolar AS," mengutip riset Stockbit Sekuritas, Rabu (21/5/2025).
Sentimen Global Positif Dorong Kinerja Pasar Saham
Perbaikan sentimen global tidak hanya berdampak pada kurs rupiah, tetapi juga mendorong reli pasar saham domestik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik 18,3% per 20 Mei 2025 dari titik terendahnya di 5.996 pada 8 April 2025. Kenaikan ini didorong oleh kembalinya aliran dana asing (foreign inflow) ke pasar modal Indonesia.
Kembalinya investor asing mencerminkan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi nasional dan potensi pertumbuhan jangka menengah. Investor global mulai mencari alternatif di tengah pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan ketidakpastian fiskal negara maju lainnya.
"Dengan prospek penguatan rupiah di tengah tren foreign inflow yang masih dini, kami menilai terdapat ruang lanjutan bagi kenaikan IHSG, sehingga investor dapat stay invested," ulas Tim RIset Stockbit Sekuritas.
Analis Prediksi Rupiah Akan Semakin Kuat
Sejumlah analis memperkirakan tren penguatan rupiah masih akan berlanjut. Faktor utamanya adalah pelemahan dolar AS yang dipicu oleh lemahnya data ekonomi di AS dan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap utang pemerintah AS. Situasi ini memicu diversifikasi portofolio dan keluar masuknya dana dari pasar AS ke pasar negara berkembang.
TD Securities memproyeksikan bahwa rupiah berpotensi menguat lebih dari 4% pada kuartal IV 2025 dibandingkan penutupan bursa Jumat (16/5) di level 16.440. Citigroup Global Markets bahkan memperkirakan rupiah akan menguat ke kisaran 16.000 pada tahun 2026. Sementara itu, ING Financial Markets memberikan proyeksi paling optimistis, yakni rupiah akan terapresiasi hingga ke level 15.200 pada akhir 2025.
"Nilai tukar rupiah yang lebih kuat memberikan ruang yang lebih besar bagi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga BI Rate," kata tim riset Stockbit Sekuritas.
Dampak Positif terhadap Suku Bunga dan Emiten Saham
Dengan menguatnya nilai tukar rupiah, Bank Indonesia memiliki ruang yang lebih leluasa untuk menurunkan suku bunga acuan. Berdasarkan konsensus Reuters, BI diperkirakan akan memangkas BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5% dalam Rapat Dewan Gubernur pada Rabu (21/5). Selanjutnya, pada akhir kuartal III 2025, suku bunga diperkirakan akan kembali turun ke level 5,25%.
Penurunan suku bunga ini berpotensi memperkuat konsumsi dan investasi, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, kenaikan IHSG yang ditopang oleh foreign inflow akan memberikan keuntungan tambahan bagi sektor-sektor unggulan di pasar saham.
"Kenaikan IHSG yang didorong oleh foreign inflow secara umum akan berdampak positif terhadap saham Big 4 Banks, yakni BBCA, BMRI, BBNI, BBRI," sebut riset tersebut. Selain itu, penguatan kurs rupiah akan berdampak positif terhadap kinerja emiten yang memiliki porsi impor besar, seperti ICBP, KLBF, dan MAPI.