Ledre, Aroma Pisang dari Masa Lalu di Tanah Ngawi

5 days ago 16

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah perjalanan panjang menuju Jawa Timur bagian barat, di sela hamparan sawah dan semilir angin yang mengalir tenang di bawah rindangnya pohon-pohon jati, terdapat sebuah kabupaten yang mungkin tak selalu menjadi tujuan utama wisatawan, namun menyimpan kejutan rasa yang tak bisa dilupakan begitu saja.

Ngawi, Kabupaten yang dikenal dengan keberadaan Benteng Pendem dan Museum Trinil ini ternyata juga memiliki oleh-oleh khas yang unik dan begitu melekat dalam ingatan para pelancong yang pernah mampir.

Namanya adalah Ledre, sebuah makanan ringan tradisional yang terbuat dari pisang dan tepung, digulung tipis menyerupai semacam wafer, dengan tekstur renyah namun rasa manis yang khas, memberikan pengalaman rasa yang sederhana, namun menggoda dan penuh nostalgia.

Ledre bukan sekadar camilan, tetapi juga penanda budaya dan jejak identitas masyarakat Ngawi yang akrab dengan hasil bumi mereka, terutama pisang raja yang harum dan legit.

Ledre bukanlah hasil ciptaan pabrik-pabrik besar dengan lini produksi modern, melainkan buah dari tangan-tangan terampil para pengrajin rumahan yang telah mewarisi resep dan teknik pembuatannya dari generasi ke generasi. Proses pembuatannya memerlukan ketelatenan yang tinggi, karena setiap lembaran ledre harus tipis, tidak mudah patah, namun tetap kokoh ketika digulung.

Adonan utamanya terdiri dari pisang raja matang yang dihaluskan lalu dicampur dengan tepung beras, gula, dan santan, menciptakan wangi khas yang sudah menyenangkan bahkan sebelum dipanggang. Saat dimasak di atas wajan datar khusus, aroma pisang yang menguar menyebar ke seluruh ruangan, menciptakan suasana dapur yang hangat dan penuh rasa kekeluargaan.

Gulungan tipis yang dihasilkan bukan hanya hasil dari resep yang pas, tetapi juga dari kepekaan rasa, pengalaman, dan cinta pada warisan lokal. Bagi masyarakat Ngawi, membuat ledre bukan hanya soal kuliner, tapi juga soal menjaga tradisi dan menghadirkan kenangan masa kecil ke dalam setiap gigitan.

Ledre juga berbicara tentang bagaimana makanan bisa menjadi simbol keterikatan dengan alam dan cara hidup yang bersahaja. Pisang, sebagai bahan utama, tumbuh subur di kebun-kebun warga dan menjadi komoditas penting dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya Pangan

Di Ngawi, pisang bukan sekadar buah, tetapi bagian dari budaya pangan yang menyatu dalam berbagai bentuk sajian. Keberadaan ledre mencerminkan kemampuan masyarakat dalam mengolah hasil alam secara kreatif menjadi produk bernilai ekonomis sekaligus budaya.

Meskipun bentuknya sederhana, gulungan ledre membawa makna yang dalam tentang kearifan lokal, tentang rasa yang tidak pernah dibuat-buat, dan tentang kehangatan rumah yang bisa dibawa pulang dalam setiap bungkusnya.

Tak heran jika ledre menjadi oleh-oleh wajib bagi siapa saja yang melewati Ngawi, karena selain tahan lama, makanan ini juga mampu mewakili identitas daerah dalam bentuk yang mudah dinikmati siapa saja, kapan saja.

Kini, seiring dengan kemajuan zaman dan meningkatnya arus wisata serta perdagangan antardaerah, ledre mengalami berbagai inovasi tanpa kehilangan jati diri. Beberapa pengrajin mulai menambahkan rasa-rasa baru seperti cokelat, keju, durian, dan pandan untuk menarik minat generasi muda yang lebih akrab dengan varian rasa modern.

Meski begitu, rasa original berbahan pisang raja tetap menjadi primadona dan dianggap paling otentik. Di pasar-pasar tradisional hingga toko oleh-oleh modern, ledre tetap berjajar rapi dalam kemasan yang semakin menarik, namun tetap mempertahankan bentuk khasnya yang digulung dan mudah dikenali.

Makanan ini tak hanya menjadi bukti bahwa Ngawi punya sesuatu yang patut dibanggakan, tapi juga menunjukkan bagaimana tradisi bisa beradaptasi dan terus bertahan dalam arus zaman tanpa kehilangan akar budayanya.

Para pelaku UMKM pun terus diberdayakan melalui pelatihan dan promosi agar ledre bisa lebih dikenal hingga ke pasar nasional maupun mancanegara. Ledre dari Ngawi sejatinya bukan sekadar oleh-oleh ringan yang kita bawa pulang sebagai buah tangan untuk keluarga atau teman.

Ia adalah pengingat bahwa dari daerah-daerah kecil di Indonesia, selalu ada kekayaan kuliner yang lahir dari ketekunan, warisan, dan rasa cinta terhadap tanah sendiri.

Di balik renyahnya gulungan tipis dan manisnya rasa pisang, ada cerita tentang keluarga yang berkumpul di dapur, tentang pasar tradisional yang ramai dengan canda dan tawa, tentang para ibu yang bangga akan racikan mereka yang sederhana namun berkesan.

Dan di sanalah letak kekuatan ledre, ia tak hanya menyenangkan lidah, tapi juga menghangatkan hati. Maka ketika kamu melewati Ngawi, jangan sekadar lewat. Berhentilah sejenak, cicipi ledre, dan bawa pulang sepotong kisah manis dari tanah yang sederhana namun penuh rasa.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |