Burayot, Kue Khas Garut yang Lahir dari Ketidaksengajaan

6 hours ago 7

Liputan6.com, Garut - Di antara kekayaan kuliner Sunda, burayot menonjol sebagai kue tradisional khas Garut dengan proses pembuatan yang unik. Kue berbentuk bulat lonjong berwarna kecokelatan ini ternyata memiliki sejarah penemuan yang tidak disengaja dan teknik pengolahan yang langka.

Mengutip dari berbagai sumber, burayot berawal dari kebiasaan masyarakat Garut yang gemar mengolah ubi jalar dan singkong menjadi camilan. Awalnya, masyarakat Garut membuat cemprus dengan mencampurkan gula aren cair ke dalam adonan singkong.

Akan tetapi, proses pembuatan cemprus memakan waktu terlalu lama sehingga dianggap kurang praktis. Akhirnya muncul inovasi dengan mengganti bahan dasar menjadi tepung beras dan menyederhanakan teknik pengolahannya, yang kemudian berkembang menjadi kue burayot.

Burayot memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya berbeda dari kue tradisional lainnya. Kue ini istimewa karena menggunakan bahan dasar tepung beras asli dari Garut yang dicampur dengan gula aren murni.

Campuran tersebut menghasilkan tekstur kenyal dengan rasa manis-gurih yang khas. Warna cokelat pada burayot berasal secara alami dari gula aren tanpa tambahan pewarna buatan.

Dalam proses pembuatannya, burayot menggunakan teknik memasak dengan stik bambu lancip untuk mengangkat adonan dari minyak panas. Selain itu, metode penggorengannya juga berbeda karena adonan digoreng dalam minyak banyak dengan agar burayot berbentuk bulat sempurna.

Proses pembuatan burayot melalui beberapa tahap penting. Pertama, dilakukan persiapan bahan dengan menggiling tepung beras hingga halus dan melelehkan gula aren yang kemudian disaring.

Selanjutnya, campuran tepung dan gula aren diuleni sampai kalis dalam proses pembuatan adonan. Setelah adonan siap, dilakukan pembentukan manual menjadi bulatan-bulatan kecil.

Tahap penggorengan membutuhkan wajan khusus dengan minyak panas sedang. Proses terakhir adalah cara pengangkatan burayot yang sudah matang menggunakan stik bambu lancip yang ditusukkan pada bagian tengahnya.

Simak Video Pilihan Ini:

Busana Jan Ethes Cucu Jokowi Jelang Pernikahan Kaesang-Erina

Variasi Rasa

Saat ini kue tradisional ini telah berkembang dengan beberapa variasi rasa yang menarik. Variasi wijen dibuat dengan cara menaburkan biji wijen di permukaan burayot sebelum digoreng.

Ada juga variasi jahe yang dibuat dengan menambahkan bubuk jahe ke dalam adonan untuk memberikan sensasi hangat. Variasi kacang menawarkan tekstur yang berbeda dengan mencampurkan kacang tanah cincang ke dalam adonan.

Sementara itu, variasi modern yang mulai digemari adalah burayot cokelat yang dibuat dengan menambahkan cokelat bubuk ke dalam adonan. Teknik menggoreng burayot menjadi pembeda yang membuat kue tradisional ini berbeda dengan kue lainnya.

Suhu minyak harus dijaga tetap stabil di kisaran 160-180 derajat Celsius selama proses penggorengan. Para pembuat burayot menggunakan alat berupa stik bambu berujung lancip untuk membalik dan mengangkat adonan dari minyak.

Setelah digoreng, burayot melewati proses penirisan yang unik dengan cara digantung di rak bambu khusus. Waktu penggorengan yang tepat sekitar 5-7 menit hingga warna kecokelatan merata di seluruh permukaan kue.

Dalam upaya pelestarian dan perkembangan, burayot kini dipromosikan sebagai ikon kuliner di berbagai destinasi wisata. Candi Cangkuang, memperkenalkan makanan tradisional ini kepada lebih banyak pengunjung dari berbagai daerah.

Kulit luarnya memiliki kerenyahan tanpa terasa keras saat digigit. Ketika dimakan, bagian dalam burayot terasa lembut dan kenyal. Setelah dikunyah, burayot meninggalkan aftertaste berupa aroma gula aren yang kuat.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |