Liputan6.com, Bandung - Lengsernya Soeharto dianggap jadi penanda penting perkembangan masyarakat dan sejarah demokrasi di Indonesia. Tepat hari ini, tanggal 21 Mei, sejarah itu diperingati lewat aksi demonstrasi di Kota Bandung. Massa menuntut agar agenda reformasi 1998 benar-benar ditunaikan.
Aksi di Bandung berlangsung di Taman Braga, Jalan Braga, Rabu sore (21/5/2025) mulai sekira pukul 15.30 WIB. Mereka memajang spanduk dan ragam poster kecaman rezim otoriter Orde Baru (Orba), melakukan orasi bergilir, serta menggelar aksi teatrikal.
Terdapat sebuah spanduk besar mencolok perhatian, memuat 6 tuntutan agenda reformasi beserta komentar ihwal implementasinya:
1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya (Tidak Tuntas)
2. Amandemen UUD 1945 (Terlaksana)
3. Hapus Dwi Fungsi ABRI (Tidak Tuntas)
4. Laksanakan Otonomi Daerah Seluas-luasnya (Tidak Tuntas)
5. Tegakan Supremasi Hukum (Setengah Hati)
6. Ciptakan Pemerintah yang Bersih dari KKN (Setengah Hati).
Kevin Suhendra mengatakan, aksi sejumlah anak muda ini mengatasnamakan Komite 21 Mei, isinya mayoritas mahasiswa dan sebagian lainnya dari organisasi masyarakat sipil di Bandung.
"Kenapa merasa perlu menggelar aksi? karena hari ini adalah momen yang penting, kita memperingati jatuhnya rezim Orde Baru 27 tahun lalu, tapi amanat reformasi masih banyak yang belum terlaksana sampai hari ini," katanya kepada wartawan.
Ia juga menyampaikan, aksi tersebut merupakan kampanye dan bagian dari gerakan pendidikan politik bagi kaum muda kiwari. Meski tidak mengalami secara langsung kegelapan di era Orba, katanya, sejarah kelam itu mesti disadari agar tak terulang kembali.
Terlebih, sambung Kevin, praktik ekonomi politik khas Orba dirasa masih berlangsung di era reformasi, antara lain tindakan represif negara terhadap kebebasan sipil, masalah agraria, hingga isu militerisasi.
"Kita lihat itu masih berlangsung, salah satu yang tidak pernah dituntaskan dari reformasi itu adalah komando teritorial tidak pernah dibubarkan. Alih-alih dibubarkan peran militer tampak diperkuat hari ini di ranah sipil," kata dia.
"Praktik ekonomi politik Orba masih terjadi hingga hari ini, bahkan kita bisa lihat kebangkitannya," tegas dia.
Hal tersebut, menurut Kevin, di antaranya terjadi lantaran para aktor politik di era Orba masih berada di lingkaran kekuasaan. Karenanya, aksi semacam hari ini di Bandung penting untuk terus dilakukan sebagai upaya merawat ingatan, merawat gerakan demokratik.
"Merawat ingatan bahwa kita pernah mengalami suatu masa yang sangat sulit, ketika kebebasan itu direpresi, dan itu juga masih kita alami sampai hari ini, kecenderungan yang terjadi di Orba masih bekerja di era hari ini," katanya.
"Ini langkah awal saja, pendidikan politik akan terus digalakkan salah satunya dengan mengadakan diskusi publik di kampus dan ruang-ruang terbuka," tandasnya.
Aksi Lain di Gedung Sate
Aksi serupa juga berlangsung di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Dalam aksinya, massa dari Perkumpulan Aktivis 98 itu menegaskan bahwa sejarah tidak hanya ditulis oleh tinta kekuasaan, tapi juga darah.
"Kami, para Aktivis 98 adalah gencrasi yang dulu menyaksikan sendiri bagaimana teman-teman kami diculik, dipukuli, dibungkam, bahkan hilang tanpa jejak," kata Muhamad Suryawijaya, Ketua Presidium Perkumpulan Aktivis 98, dalam siaran persnya.
Reformasi ditegaskan sebagai tonggak sejarah yang dilahirkan bukan oleh elite politik, melainkan oleh keberanian rakyat biasa, oleh mahasiswa, buruh, petani, dan kaum muda yang menolak menyerah pada ketidakadilan.
"Kini, setelah lebih dari seperempat abad, kami melihat cita-cita Reformasi justru semakin jauh. Hukum tak lagi menjadi panglima, tapi alat tukar kekuasaan. Demokrasi hanya menjadi seremoni lima tahunan, tanpa makna substantif. Suara kritis dibungkam. Mahasiswa dibenturkan dengan aparat. Ruang publik dikontrol oleh oligarki informasi. Dan rakyat yang paling lemah, justru makin tertindas," katanya.
Lewat aksi di muka Gedung Sate, para aktivis menyerukan tuntutan. Berikut kami kutip seutuhnya:
1. Jalankan Reformasi Hukum Secara Menyeluruh dan Tanpa Kompromi
Tegakkan supremasi hukum secara adil dan independen tanpa intervensi politik. Bersihkan institusi penegak hukum dari praktik korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Pastikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara, termasuk kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.
2. Laksanakan Reformasi Kabinet yang Berpihak pada Rakyat.
Kabinet yang terbentuk saat ini tampaknya didominasi oleh figur-figur oportunis politik yang gagal menunjukkan kapasitas dalam mengonsolidasikan nilai-nilai demokrasi, sehingga menjauhkan bangsa ini dari cita-cita luhur kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal inilah yang menjadi landasan urgensi dilakukannya reshuffle kabinet, agar pos-pos strategis diisi oleh para aktivis 98 yang memiliki legitimasi moral dan etika dalam menjaga marwah demokrasi, supremasi hukum. serta stabilitas dan keadilan ekonomi.
3. Perkuat Demokrasi dan Kebebasan Sipil.
Hentikan segala bentuk pelemahan terhadap demokrasi, termasuk pembungkaman kritik dan represi terhadap gerakan mahasiswa. Hargai demonstrasi sebagai wujud partisipasi publik dalam sistem demokrasi.
4. Ajak Generasi Muda Menjadi Garda Depan Perubahan.
Lanjutkan estafet perjuangan reformasi dengan semangat kritis, jujur, dan berpihak pada keadilan sosial. Jaga ruang-ruang dialog antara generasi untuk memperkuat kesadaran kolektif dalam membangun Indonesia yang lebih demokratis dan berkeadilan.
5. Tangani Krisis Ekonomi dengan Kebijakan Pro-Rakyat.
Pemerintah harus fokus pada upaya pemulihan ekonomi yang adil dan merata, serta memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan di tengah ancaman krisis global. Kami percaya bahwa Indonesia tidak akan keluar dari krisis tanpa penegakan hukum.