Liputan6.com, Lampung - Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa program studi Bisnis Digital, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), meninggal dunia akhir April lalu. Mahasiswa angkatan 2024 itu diduga menjadi korban kekerasan fisik senior saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) organisasi Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel).
Sebagai bentuk solidaritas, ratusan mahasiswa FEB Unila menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat Unila pada Rabu sore (28/5/2025). Mereka menuntut keadilan atas kematian Pratama dan mengecam praktik kekerasan dalam kegiatan kemahasiswaan.
Dalam aksi tersebut, sejumlah poster dibentangkan mahasiswa, dengan tulisan seperti “Katanya zona akademik tapi tempat aman untuk kekerasan”, “FEB Krisis Gak Keadilan”, hingga “Justice For Pratama”.
Zidan, koordinator lapangan aksi, menyampaikan bahwa aksi ini bertujuan menuntut kejelasan dan tanggung jawab atas meninggalnya Pratama.
"Kami menyuarakan keadilan untuk Pratama. Ia meninggal setelah mengikuti diksar, dan kami menduga ada kekerasan fisik yang dialaminya," ujar Zidan.
Pihak dekanat FEB Unila pun telah menanggapi insiden tersebut. Dekan FEB, Prof Nairobi, mengungkapkan bahwa pihak Mahepel mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan diksar yang digelar pada 14–17 November 2024 lalu.
"Panitia dan pengurus menyadari adanya kelalaian dan telah menyampaikan permohonan maaf. Kami menerima mereka dalam sidang pada 12 Desember 2024, bersama pembina dari unsur alumni," kata Nairobi.
Dalam kegiatan tersebut, salah satu peserta, berinisial MAF, dilaporkan mengalami gangguan pendengaran. Dia juga diduga mengalami kekerasan fisik yang melebihi batas kewajaran. Menyusul kejadian tersebut, pihak Mahepel menyatakan kesediaan untuk bertanggung jawab dan siap menerima sanksi pembekuan organisasi.
Sebagai sanksi awal, dekanat memerintahkan Mahepel melakukan kerja sosial membersihkan embung di kawasan rusunawa. Pihak organisasi juga telah menemui keluarga MAF pada 24 November 2024 dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.
Kondisi Pratama Usai Mengikuti Diksar
Beberapa bulan setelah kegiatan diksar, Pratama Wijaya Kusuma mengalami sakit dan didiagnosis menderita tumor otak. Dia sempat menjalani perawatan di RSUD Abdul Moeloek Muluk (RSUDAM), namun nyawanya tak tertolong.
"Pada April 2025, PWK mengalami sakit dan terindikasi terkena tumor otak. Ia meninggal saat menjalani perawatan," jelasnya.
Wakil Dekan III, Neli Aida, sempat bertakziah ke rumah duka dan bertemu langsung dengan ibu almarhum. Dalam pertemuan itu, sang ibu mengungkapkan penyesalan telah mengizinkan anaknya mengikuti kegiatan tersebut.
"Beliau menyampaikan kepada Bu Wadek bahwa sangat menyesal memasukkan anaknya ke Unila, terutama karena mengikuti diksar Mahepel," tutur Dekan.
Meski begitu, pihak keluarga disebut tidak berencana menempuh jalur hukum. Mereka hanya berharap agar kegiatan serupa dihentikan dan agar Mahepel secara langsung meminta maaf kepada keluarga korban.
Setelah ada desakan dari mahasiswa, Universitas Lampung langsung mengambil langkah. Rektor Unila memerintahkan pembentukan tim investigasi untuk mengusut tuntas kematian Pratama.
"Kami diminta rektor untuk membentuk tim investigasi terkait dugaan kekerasan yang dilakukan salah satu organisasi mahasiswa di FEB," ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof Sunyono.
Sunyono bilang, tim investigasi akan bekerja secara internal dan rahasia. Meski begitu, hasil investigasi akan dibawa ke sidang etik untuk menentukan sanksi terhadap pihak yang bertanggung jawab.
Teman Kampus Buka Suara
MAF, mantan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila) angkatan 2024, buka suara soal kekerasan fisik yang dialaminya saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel) Unila.
MAF menyebut bahwa dirinya dan lima rekan lainnya mengikuti kegiatan diksar Mahepel pada 11-14 November 2024 di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran. Salah satu peserta, Pratama Wijaya Kusuma, akhirnya meninggal dunia pada 28 April 2025 setelah sakit berkepanjangan diduga akibat kekerasan selama diksar.
"Saya dan lima teman lainnya ikut kegiatan ini, termasuk Pratama. Dia yang paling lemah fisiknya, tapi paling banyak menerima siksaan dari senior," ungkap MAF, Senin (2/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa sejak awal kegiatan, para peserta sudah diminta menyerahkan HP dan dompet, serta diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan secara bersama-sama. Perjalanan menuju lokasi diksar menempuh waktu hingga 15 jam dengan berjalan kaki sambil menggendong tas besar.
"Kami hanya diberi waktu istirahat 5-30 menit. Kalau ada yang sakit, tetap dipaksa lanjut. Pratama sejak awal sudah terlihat kelelahan. Kakinya remuk, punggungnya merah karena beban tas. Tapi tak ada toleransi," tutur dia.
Menurut dia, hukuman fisik diberikan secara brutal. "Kalau salah push-up 8 seri, satu seri 25 kali. Itu bukan main capeknya. Kami juga dihukum karena dianggap tak hafal yel-yel, hingga ditampar satu per satu oleh panitia," katanya.
Yang Ada Penyiksaan Bukan Pendidikan
Malam pertama disebut sebagai momen terberat. Dari pukul 18.00 hingga 22.00 WIB, mereka harus menjalani hukuman fisik mulai dari push-up hingga tamparan berulang kali dari senior. "Pratama ditampar karena dianggap menghindar, padahal dia sudah tak kuat. Senior seperti tak peduli," jelas dia.
Dia menyebut bahwa makanan dan minuman juga sangat terbatas. Dari 6 kg beras, tersisa setengah kg. Dari 24 liter air, tinggal sebotol. Peserta dibiarkan kelelahan dan kelaparan.
Puncak penderitaan terjadi saat para peserta dihukum merayap di lumpur sawah yang dipenuhi kerikil tajam. "Kami disuruh minum air sawah, lalu diseret. Teman saya Raja, dua kukunya copot. Pratama penuh luka di perut dan lengan," terang dia.
Dia bahkan kehilangan pendengaran di telinga kiri akibat tamparan keras yang diterimanya dari salah satu senior bernama Sures. "Hanya telinga kanan yang masih berfungsi. Saya ke dokter THT, biaya Rp500 ribu sekali periksa," ujar dia.
Pada hari terakhir, menurut MAF, kekerasan makin parah karena kehadiran banyak alumni Mahepel. Tenda peserta dihancurkan dini hari, mereka dipaksa bangun dan kembali menjalani hukuman.
"Kami diancam, jangan cerita ke siapa-siapa. Dibilang Mahepel harus jadi prioritas. Saya takut, kuliah pun tak tenang. Akhirnya saya memutuskan keluar dari Unila dua minggu lalu," dia menjelaskan.
Dia mengungkap bahwa usahanya melapor ke kampus justru berujung tekanan. "Nilai kuliah saya diancam akan diubah. Saya disuruh tanda tangan surat pernyataan bahwa ikut diksar atas kemauan sendiri. Tidak ada yang mau bantu," bebernya.
Sebelum meninggal, MAF sempat menjenguk Pratama yang sudah tidak kuliah sejak bulan Ramadan. Kepalanya diperban, ada selang karena gangguan saraf akibat benturan. Menurut ibunya, Pratama sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit.
Kini, MAF mengaku berupaya mencari kampus baru untuk melanjutkan kuliah. Ia berharap tragedi ini tak terulang.
"Saya harap Mahepel dibekukan. Pengkaderan harusnya tak pakai kekerasan. Ini bukan pembinaan, ini penyiksaan. Saya ingin ada perubahan nyata," pintanya.
Cerita Sang Ibu
Duka mendalam menyelimuti keluarga Pratama Wijaya Kusuma. Sang ibu, Wirna Wani, mengungkapkan bahwa anaknya ditemukan dalam kondisi luka-luka dan sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir.
“Setelah ikut Diksar, dia minta dijemput dan bilang lapar, minta dibelikan mie ayam. Tapi sampai rumah belum sempat makan, dia tiba-tiba pingsan,” kata Wirna kepada wartawan usai melapor ke Polda Lampung pada Selasa (3/6/2025).
Wirna mengaku melihat sendiri kondisi tubuh anaknya yang penuh luka saat berusaha membersihkannya. “Saya lap badannya, ternyata banyak luka-luka,” ungkapnya pilu.
Setelah sadar, Pratama sempat menceritakan kepada ibunya bahwa dirinya mengalami kekerasan fisik selama Diksar. Korban mengaku ditendang di bagian dada dan perut oleh para senior. Bahkan, salah satu kuku kakinya sampai copot akibat penganiayaan yang diterimanya.
“Saya kasih obat tetes pereda nyeri malamnya karena kukunya copot. Tapi dia enggak mau dibawa ke rumah sakit. Katanya takut, nanti nyawanya diancam,” beber Wirna.
Tak hanya itu, Pratama juga meminta kepada keluarganya agar tidak membocorkan kondisinya kepada siapa pun. Menurut sang ibu, putranya merasa terancam dan ketakutan jika apa yang dialaminya diketahui orang lain.
“Dia cuma bilang, jangan cerita-cerita ke siapa-siapa. Katanya nanti dia diincar, mau dibunuh. Tapi dia tidak pernah bilang siapa yang mengancam,” ujarnya.
Kondisi Pratama terus memburuk setelah peristiwa itu. Pada Maret 2025, tepat di bulan Ramadan, dia akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Bintang Amin karena mengalami muntah-muntah hebat dan kejang pada tangan kirinya.
Dokter menemukan adanya gumpalan darah di kepala Pratama yang menghambat aliran cairan di otaknya. Temuan itu diduga menjadi penyebab kejang yang dialaminya. “Dokternya bilang anak saya sudah kena saraf. Mereka kaget kenapa baru dibawa sekarang,” tutur Wirna dengan mata berkaca-kaca.
Pratama kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Abdul Moeloek untuk tindakan lanjutan. Pada 27 April 2025 dan menjalani operasi pemasangan alat medis untuk mengatasi masalah di saraf kepalanya.
Namun, upaya medis tak mampu menyelamatkan nyawanya. Pratama dinyatakan meninggal dunia tak lama setelah menjalani perawatan.
Hasil Ekshumasi
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Lampung, Kombes Indra Hermawan, mengatakan pihaknya telah menaikkan kasus itu dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Langkah itu diambil setelah polisi memeriksa 52 saksi, termasuk 11 panitia kegiatan, 28 alumni, dan satu tenaga medis yang sempat merawat korban. Dari bukti yang ada, pihaknya menemukan ada indikasi kekerasan, namun masih perlu pendalaman.
Indra bilang, korban Pratama bukan satu-satunya yang mengalami kekerasan dalam kegiatan Diksar Mahepel. Berdasarkan hasil penyidikan dan keterangan saksi-saksi, terdapat beberapa peserta lain yang juga menjadi korban.
Sementara itu, dokter spesialis forensik dr I Putu Swartama Wiguna yang melakukan ekshumasi menyebutkan, dari hasil pemeriksaan ditemukan tumor otak pada korban.
"Kami menemukan adanya tumor di bagian kepala korban yang mengeluarkan cairan. Namun karena kondisi jenazah sudah mengalami pembusukan, sulit untuk memastikan adanya tanda kekerasan secara fisik," katanya.
Meski begitu, pihak keluarga korban menolak hasil medis tersebut. Wirnawati, ibu Pratama, mengaku sejak kecil anaknya tidak pernah menunjukkan tanda-tanda sakit, apalagi menderita tumor.
"Anak saya sehat-sehat saja, tidak pernah sakit apa pun," ucapnya.
8 Orang Jadi Akhirnya Jadi Tersangka
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung askhirnya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyiksaan yang menewaskan Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Universitas Lampung (Unila) saat mengikuti pendidikan dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel).
Para tersangka merupakan mahasiswa aktif dan alumni Unila yang menjadi senior korban dalam kegiatan tersebut.
Direktur Reskrimum Polda Lampung, Kombes Pol Indra Hermawan mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengumpulkan keterangan dari para saksi, barang bukti, serta hasil pemeriksaan ahli.
“Kami menemukan adanya peristiwa penganiayaan yang dialami korban maupun peserta lainnya. Berdasarkan hasil penyelidikan, penyidik menetapkan delapan orang sebagai tersangka pada Rabu, 22 Oktober 2025,” ujar Indra saat jumpa pers di Mapolda Lampung, Jumat (24/10).
Meski sudah berstatus tersangka, kedelapan orang tersebut belum dilakukan penahanan oleh polisi. Indra menjelaskan, dari delapan tersangka, empat di antaranya merupakan panitia mahasiswa aktif, dan empat lainnya adalah alumni Mahepel Unila.
Mereka dijerat dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun delapan bulan penjara.
"Hal itu sesuai dengan Pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan Jo Pasal 55 KUHP di mana perbuatan para pelaku yaitu melakukan pemukulan, menendang, menampar, dan memerintahkan para peserta melakukan kegiatan yang menimbulkan rasa sakit atau tidak enak," terang dia.
Identitas dan peran para tersangka;
Mahasiswa (panitia):
1. AA menampar, memukul perut, serta memerintahkan push-up dan sit-up.
2. AF menyeret korban saat merayap.
3. AS menampar peserta.
4. SY menampar dan menyeret peserta saat merayap.
Alumni:
5. DAP menampar dan memerintahkan push-up.
6. PL menampar, menendang, serta memerintahkan push-up dan sit-up.
7. RAN menampar, memaksa merayap, dan menginjak punggung peserta.
8. AI menampar dan menendang sebanyak enam kali serta memerintahkan push-up.
Indra bilang, penyidik masih memeriksa dua saksi tambahan untuk melengkapi berkas perkara.
“Nanti akan kami panggil kembali, termasuk kedelapan tersangka untuk pemeriksaan lanjutan agar berkas segera lengkap,” katanya.
Kelanjutan Kasus
Universitas Lampung (Unila) belum memutuskan sanksi yang akan dijatuhkan kepada mahasiswa tersangka kasus penganiayaan dalam kegiatan pendidikan dasar (diksar) Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel), yang menewaskan Pratama Wijaya Kusuma.
Penasihat Hukum Unila Sukarmin mengatakan, keputusan akhir masih menunggu proses hukum berkekuatan tetap atau inkracht.
"Hasil konferensi pers ini akan kami sampaikan ke pimpinan, karena sampai hari ini sifat sanksinya masih sementara. Nanti kalau sudah inkracht dan berkekuatan hukum tetap, tergantung kesalahan yang terjadi pada tersangka," ujar Sukarmin, Jumat (24/10/2025).
Delapan tersangka dalam kasus ini terdiri dari empat mahasiswa aktif sekaligus panitia diksar berinisial AA, AF, AS, dan SY, serta empat alumni DAP, PL, RAN, dan AI.
Sukarmin menegaskan, pihak universitas memilih menunggu proses hukum selesai sebelum menjatuhkan sanksi permanen, khususnya kepada mahasiswa aktif yang menjadi tersangka.
"Tentu kami akan memberikan sanksi permanen sesuai aturan yang berlaku di Kementerian maupun peraturan internal Unila," katanya.
Dia menyebut sejak awal kasus mencuat, Unila mendukung penuh langkah hukum yang diambil penyidik Ditreskrimum Polda Lampung.
Sebelum Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) terbentuk, kampus juga telah lebih dulu membentuk tim investigasi internal untuk menelusuri peristiwa yang terjadi selama kegiatan diksar Mahepel.
"Hasil investigasi itu juga kami serahkan ke penyidik Polda Lampung dan dijadikan rujukan dalam proses penyidikan," katanya.
Pasca insiden diksar yang menewaskan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut, Unila melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan organisasi kemahasiswaan (ormawa).
Evaluasi itu mencakup pengetatan perizinan kegiatan mahasiswa, baik di dalam maupun di luar kampus.
"Unila sudah meninjau ulang dan memperketat kembali kegiatan ormawa, agar tidak ada lagi peristiwa seperti ini," bebernya.
Selain memperkuat sistem pengawasan, Unila juga menyiapkan layanan bimbingan konseling dan pendampingan psikologis bagi mahasiswa.
Langkah itu diklaim sebagai bentuk pencegahan dan penanganan dini terhadap potensi kekerasan di lingkungan kampus.
"Kami menyiapkan pelayanan bimbingan konseling dan pendampingan psikologis, sebagai upaya pencegahan," katanya.

13 hours ago
5
:strip_icc()/kly-media-production/promo_images/1/original/085223300_1761037787-Desktop_1280_x_190.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391591/original/057267200_1761357976-IMG-20251024-WA0115__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5249556/original/057276300_1749647829-IMG-20250611-WA0006.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4800206/original/066988900_1712898827-20230121-ilustrasi-tambang-ilegal.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391050/original/020094600_1761295503-Premanisme_di_Lampung_Tengah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5390628/original/097283200_1761285700-bocah_hidrosefalus_di_kudus_koma_lima_hari.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388831/original/025087000_1761136169-ruko_milik_perempuan_penerima_mobil_heri_gunawan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5350512/original/042383800_1758001729-1000929559.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5389970/original/059300600_1761215958-Pemulung_Gina.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5389810/original/079541600_1761210618-krisis_air_bersih.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5389542/original/015001800_1761201333-2099475a-fe31-494a-98d5-ab3e37731b8b.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388899/original/016291300_1761152532-1001080058.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388938/original/039910600_1761178490-Potongan_video_kasus_penyekapan_di_Tangsel.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388934/original/010173700_1761175549-Warga_Bali_jadi_korban_penipuan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5385166/original/028276600_1760880148-IMG_20251019_200047.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388822/original/078647300_1761134585-tersangka_pesta_gay_di_surabaya.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388109/original/001810000_1761111956-Warga_terdampak_radioaktif_Cesiumm_137_direlokasi.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4068805/original/076248000_1656588418-ilustrasi_pemerkosaan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/685666/original/ilustrasi-HIV-AIDS-2-140603-andri.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5387657/original/054896100_1761091164-Kabid_Anggaran_BPKAD_Sumut__Andriza_Rifandi.jpeg)










:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5260511/original/015775600_1750584891-WhatsApp_Image_2025-06-21_at_08.42.36.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5057035/original/052156700_1734576216-WhatsApp_Image_2024-12-19_at_08.29.36.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1503744/original/055901900_1486724745-20170210--IHSG-Ditutup-Stagnan--Bursa-Efek-Indonesia-Jakarta--Angga-Yuniar-01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4146988/original/054233600_1662361652-Imbas_Kenaikan_BBM__Harga_Pangan_Naik-TALLO_6.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5266788/original/079384600_1751016346-IMG-20250627-WA0016.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5301775/original/021588100_1753955544-IMG-20250731-WA0002.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1451339/original/011850800_1483106540-20161230-Pemukiman-Kumuh-Jakarta--Immanuel-Antonius-01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5279978/original/047537000_1752203571-Mazda_CX-5_2026_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5273459/original/080034400_1751623856-f332707c09efd0d06ccdbae757c07884c08a557dc35a9096f0c8723a59aa749e.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4163083/original/042553900_1663567397-LPG-Diganti-Kompor-Listrik-Iqbal-4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5275630/original/068737500_1751886368-1f1e0594-0962-4501-8feb-4f5bdc17c583.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4220931/original/010439400_1668038510-Laba_Rugi_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-gray-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4754225/original/061537100_1708989378-IMG-20240227-WA0017.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5283706/original/024785100_1752563457-Foto_1__1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5282785/original/066244500_1752484046-WhatsApp_Image_2025-07-14_at_15.39.33.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3008993/original/066039300_1577703438-20191230-Akhir-2019_-IHSG-Ditutup-Melemah-4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5271525/original/015901700_1751513884-20250702_1_01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3417789/original/018764100_1617321389-sophie-backes-UMfGoM67w48-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5268953/original/093564500_1751297456-20250630_221613.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5184178/original/018769500_1744269681-20250410-IHSG-AFP_2.jpg)