Tapak Tilas Kedudukan Topeng dalam Panggung Kesenian Nusantara

1 month ago 31

Liputan6.com, Yogyakarta - Topeng dalam kesenian Nusantara sudah ada sejak zaman prasejarah. Media kesenian ini memiliki aspek estetika sekaligus aura misterius yang tersimpan pada raut wajah topeng.

Mengutip dari laman Dinas Kebudayaan Yogyakarta, sejak zaman dahulu, topeng digunakan untuk tarian dalam berbagai upacara adat. Topeng hadir sebagai cara unik untuk mengisahkan kembali cerita-cerita kuno para leluhur.

Selain sebagai kesenian, orang zaman dahulu juga menggunakan topeng untuk tujuan ritual. Beberapa suku juga masih menggunakan topeng di berbagai kegiatan kesenian dan acara adat hingga sekarang.

Secara umum, setiap topeng memiliki bentuk dan tampilan yang serupa. Perbedaannya terletak pada gaya dan cara pembuatannya.

Sebagai karya seni kriya, proses pembuatan topeng cukup unik dan artistik. Setiap bentuknya memiliki filosofi tersendiri. Ada topeng yang digambarkan lengkap sesuai anatomi tubuh manusia dan ada yang tidak, bahkan cacat.

Topeng di beberapa daerah mengalami penggambaran pasang surut karena faktor ekonomi, kepercayaan, dan kesadaran penghargaan terhadap warisan nenek moyang. Sebagai seni kriya yang memiliki nilai adiluhung, topeng banyak ditemukan di berbagai pelosok Indonesia. Topeng juga banyak ditemukan di luar Indonesia, seperti Afrika dan Amerika Serikat.

Fungsi Topeng

Topeng juga dibedakan berdasarkan fungsinya, yakni fungsi teknomik, fungsi sosioteknik, dan fungsi idioteknik. Topeng berfungsi teknomik digunakan sebagai sarana hiasan dinding bangunan rumah tinggal.

Adapun fungsi sosioteknik berkaitan dengan fungsi sosial atau sebagai cerminan status sosial pemiliknya. Topeng kerap dijadikan hiasan dinding yang dibuat dari bahan mahal, seperti emas atau perak.

Sementara itu, fungsi idioteknik berarti topeng memiliki fungsi yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama pemiliknya. Contoh topeng dengan fungsi idioteknik adalah topeng puspasarira yang dibuat Raja Hayamwuruk dari Majapahit.

Topeng puspasarira dibuat untuk memperingati 1.000 hari wafatnya Ratu Gayatri. Hal itu tertulis dalam prasasti di sebuah talam dari perunggu yang tertulis sanjiwana nini haji yang artinya persembahan untuk neneknda Raja Hayamwuruk.

Tak selalu berfungsi tunggal, topeng juga dapat memiliki fungsi ganda. Hal ini karena topeng tak hanya digunakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang bersifat praktis, tetapi juga sebagai pemenuhan kebutuhan estetis yang bersifat sosioteknik.

Secara umum, topeng dibuat untuk digunakan pada wajah dengan tujuan menyembunyikan sebagian atau seluruh wajah. Fungsi ini membuat topeng kerap digunakan untuk media cerita yang menarik, sehingga mudah menyebar ke berbagai daerah.

Topeng, Dongeng, dan Sunan Kalijaga

Fungsi topeng sebagai media cerita yang unik ini menimbulkan munculnya dongeng-dongeng yang berpangkal pada cerita tersebut. Pada zaman Majapahit, cerita topeng menyebar hingga Bali, Melayu, Siam, hingga Kamboja.

Sejak dahulu, pertunjukan topeng pun sudah populer di berbagai lapisan masyarakat. Mereka mengenal topeng barangan, yakni kelompok pertunjukan tari topeng yang biasanya tampil keliling desa maupun kota.

Setiap pertunjukannya, topeng keliling biasanya mengambil potongan cerita Panji, seperti ande-ande lumut, kuda lumping, reog, dan jatilan. Pertunjukan sejenis ini sering disebut topeng babakan.

Topeng pada masa kedatangan Islam tidak musnah. Para raja, bangsawan, dan beberapa wali berusaha mengembangkan dan menyempurnakan tarian topeng yang telah dirintis pada zaman Hindu.

Pengembangan tersebut menyangkut nilai drama tari maupun nilai kesenirupaan. Sosok Sunan Kalijaga berperan besar dalam mengubah persepsi masyarakat umum tentang kekuatan gaib pada topeng.

Sunan Kalijaga berhasil menghilangkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebelumnya, topeng dianggap sebagai gambaran roh nenek moyang dan dewa-dewa tertentu, tetapi kemudian topeng dianggap sebagai penggambaran cerita rakyat.

Topeng yang pada zaman dahulu dianggap sakral, simbolik, dan memiliki kekuatan sakti kemudian berubah menjadi barang-barang biasa yang digunakan sebagai sarana hiburan masyarakat. Terkadang, topeng juga menjadi media dakwah.

Konon, Sunan Kalijaga merupakan pencetus pertama bentuk topeng dengan bertolak dari kaidah perwatakan wayang gedog. Sunan Kalijaga membuat sembilan bentuk topeng yang disesuaikan dengan bentuk wajah tokoh-tokoh wayang gedog.

Dalam tradisi Surakarta tercatat, seperangkat topeng yang dibuat Sunan Kalijaga terdiri dari Panji Kasatriyan, Candrakirana, Gunung Sari, Andoyo, Raton, Klana, Danawa, Benco, serta Tunas atau Tembem. Kesembilan bentuk topeng klasik ini memiliki posisi sangat penting bagi perkembangan topeng Nusantara. Topeng-topeng tersebut merupakan model dalam pembakuan bentuk yang dikenal sampai sekarang.

Penulis: Resla

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |