Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mencatat penurunan pendapatan dan rugi meningkat hingga semester I 2025.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Rabu (24/9/2025), Garuda Indonesia membukukan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 41,36% menjadi USD 143,70 juta dari periode sama tahun sebelumnya rugi USD 101,65 juta.
Hal itu seiring pendapatan Perseroan turun 4,47% menjadi USD 1,54 miliar hingga 30 Juni 2025. Pada periode sama tahun sebelumnya, pendapatan Perseroan tercatat USD 1,62 miliar.
Perseroan mencatat penerbangan berjadwal alami penurunan dari USD 1,27 miliar menjadi USD 1,18 miliar. Sedangkan penerbangan tidak berjadwal bertambah menjadi USD 205,82 juta dari periode sama tahun sebelumnya USD 1177,96 juta. Sedangkan pendapatan lainnya turun menjadi USD 158,20 juta hingga Juni 2025 dari periode sama tahun sebelumnya USD 167,57 juta.
Perseroan mampu menekan beban usaha selama semester I 2025. Beban usaha Perseroan turun 1,82 persen menjadi USD 1,50 miliar dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,53 miliar. Perseroan menekan sejumlah beban usaha antara lain beban operasional penerbangan, beban pelayanan penumpang, beban umum dan administrasi. Kemudian penjualan tiket hingga promosi juga turun di tengah sorotan oleh Perseroan.
Aset Perseroan
Adapun rugi per saham dasar/dilusi menjadi USD 0,00157 dari periode sama tahun sebelumnya USD 0,001111.
Total ekuitas naik menjadi USD 1,49 miliar hingga Juni 2025 dari Desember 2024 sebesar USD 1,35 miliar. Liabilitas bertambah menjadi USD 8,01 miliar hingga semester I 2025 dari Desember 2024 sebesar USD 7,97 miliar.
Aset Perseroan tercatat naik menjadi USD 6,51 miliar hingga Juni 2025 dari Desember 2024 sebesar USD 6,61 miliar. Perseroan kantongi kas USD 211,27 juta.
Garuda Indonesia Tambah 7 Pesawat Baru, Terbanyak Pasca Pandemi COVID-19
Sebelumnya, upaya PT Garuda Indonesia (Persero/GIAA) untuk memperluas ceruk pasar terus dilakukan. Kapasitas produksi diperbesar dengan penambahan armada.
Direktur Niaga Garuda Indonesia, Reza Aulia Hakim membeberkan rencana besar terkait penambahan armada.
"Di bawah manajemen yang baru, hingga Agustus 2025, Garuda Indonesia telah menambah lima armada baru. Sehingga total kekuatan kami menjadi 78 armada," kata Reza.
Hingga akhir tahun 2025, kata Reza, manajemen Garuda Indonesia menargetkan total 7 armada baru. "Ini merupakan penambahan pesawat terbanyak di Garuda Indonesia pasca pandemi COVID-19," imbuhnya.
Optimalkan Potensi Pasar
Untuk memaksimalkan potensi pasar, kata Reza, Garuda Indonesia fokus menjalankan program trategis yang bertumpu kepada tiga pilar. Yakni, evaluasi finansial dan operasional, akselerasi kinerja dan ekspansi jaringan.
"Evaluasi finansial dan komersial dijalankan melalui optimalisasi biaya dan penerapan cost leadership. Untuk mewujudkan ekuitas yang positif," jelasnya.
Setelah melalui proses PKPU, kata Reza, Garuda Indonesia menjalankan transformasi menyeluruh yang mendapat dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Itulah yang dimaksud akselerasi kinerja.
Perkuat Ekosistem Penerbangan
Terkait ekspansi jaringan, lanjut Reza, Garuda Indonesia terus menambah dan memperbaiki armada, memperluas kerja sama dengan maskapai internasional, serta memperkuat ekosistem penerbangan.
"Melalui sinergi dengan Citilink, GMF dan anak usaha lainnya," kata Reza.
Garuda Indonesia, kata Reza, berperan dalam memperkuat konektivitas domestik dengan melayani lebih dari 70 kota di Indonesia. Selain itu, Garuda Indonesia merupakan satu-satunya maskapai yang mengoperasikan lebih dari 30 pesawat berbadan lebar (wide body).
"Ke depan, Garuda Indonesia secara bertahap menargetkan penambahan lebih dari 100 armada, hingga 2029. Sehingga Garuda Indonesia bisa menghubungkan lebih dari 100 rute penerbangan dan menguasai 50 persen pangsa pasar domestik," pungkasnya.