Liputan6.com, Sidoarjo - Usai tidak ditemukan lagi tanda-tanda kehidupan di balik reruntuhan bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, tim SAR gabungan akhirnya memutuskan untuk masuk proses pencarian korban ke tahap selanjutnya, yakni pengerahan alat berat.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025) mengatakan bahwa keputusan penggunaan alat berat diambil setelah tim SAR gabungan memastikan tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan di bawah reruntuhan bangunan empat lantai tersebut.
"Keluarga korban sudah sepakat dan meminta kami melanjutkan operasi SAR menggunakan alat berat. Mereka sudah menandatangani berita acara," kata Suharyanto.
Tim SAR gabungan melaporkan berhasil mengevakuasi tujuh korban baru, lima di antaranya dalam kondisi selamat dan dua lainnya meninggal dunia pada Rabu (1/10) malam.
Proses evakuasi saat itu dilakukan sepenuhnya secara manual untuk menjaga keselamatan korban maupun tim penyelamat.
Berdasarkan data BNPB, hingga Kamis sore tercatat total 108 korban ponpes ambruk telah dievakuasi. Dari jumlah tersebut, 30 orang masih dirawat di rumah sakit, 73 orang sudah diperbolehkan pulang, lima meninggal dunia, sementara 58 orang lainnya masih dalam pencarian.
"Tim mengedepankan kehati-hatian mengingat kondisi bangunan yang tidak stabil," katanya.
Sebelumnya berbagai upaya tim SAR Gabungan untuk mengevakuasi korban yang kemungkinan masih selamat terus dilakukan.
Dengar Rintihan dari Celah Kecil
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya, Laksita Rini Sevriani, yang masuk dalam tim SAR Gabungan, menceritakan betapa sulitnya kondisi di lokasi. Tim harus menghadapi medan reruntuhan yang sempit dan berbahaya.
"Memang situasinya, kondisinya, sangat sulit. Dengan alat yang kita miliki, seperti kamera dan live detector memungkinkan teman-teman bisa memantau posisi dan kondisi para korban," kata Laksita Rini.
Laksita Rini menceritakan bagaimana proses evakuasi dramatis beberapa santri Ponpes Al Khoziny yang berhasil diselamatkan, yakni Yusuf, Haical, dan Deni. Meskipun celah reruntuhan sangat kecil, jeritan anak-anak berhasil terpantau oleh tim.
"Alhamdulillah tim rescue bisa menyelamatkan. Kemarin yang awalnya kan ada Yusuf sama Haical," jelasnya.
Ia menerangkan, Yusuf berhasil dievakuasi terlebih dahulu. Namun, evakuasi Haical menghadapi kesulitan ekstrem karena posisi tubuhnya terjepit, tertutup oleh bordes atau material reruntuhan lain. Santri Deni juga berhasil diselamatkan.
Laksita Rini menambahkan bahwa proses evakuasi Haikal memakan waktu lama, meskipun tim sudah berupaya sejak hari sebelumnya.
Kondisinya yang terjepit dan terhalang jenazah temannya di depan memaksa tim gabungan, termasuk Basarnas, untuk memutar otak mencari cara aman untuk mengeluarkannya.
"Kondisi Haical sangat sulit karena punggungnya terjepit dan tertutup bordes atau material reruntuhan lain. Namun, ia akhirnya berhasil diselamatkan. Saat dievakuasi, Haikal berada dalam status kuning, yang berarti masih memerlukan perawatan intensif di rumah sakit," terangnya.
Bertahan Hidup di Tengah Reruntuhan
Doa keluarga berbuah bahagia. Santri bernama Syehlendra Haical R.A (13) berhasil ditemukan dalam kondisi hidup setelah 72 jam lebih terjebak. Tubuhnya berhasil diselamatkan dari balik tembok-tembok yang telah hancur.
Tim SAR berhasil mengevakuasi Haical tepat pukul 15.10 WIB.
Kemunculan Haical membawa ketenangan buat keluarga. Dia telah melewati banyak waktu terhimpit beton tebal dengan oksigen terbatas. Tim penyelamat hanya bisa berkomunikasi dengannya melalui celah reruntuhan.
Suara Haical muncul dari sela-sela kecil. Dia selalu menjawab panggilan petugas. Meski tak terdengar jelas, setidaknya menjadi energi bagi tim SAR yang berjibaku siang dan malam.
Tak lama kemudian, tubuh mungilnya berhasil diangkat. Haical langsung dibawa ke RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo.
“Betul, pasien sudah di IGD. Saat ini sedang rontgen dan menjalani pemeriksaan medis menyeluruh,” kata Kepala Sub Bagian Humas rumah sakit, Perdigsa Cahya.
Sehari sebelumnya, seorang santri bernama Yusuf (16) juga berhasil diselamatkan. Ia dievakuasi tim Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Surabaya pada Selasa dini hari, setelah terjebak lebih dari 15 jam.
Sama seperti Haical, Yusuf juga sempat memberi respons melalui celah beton sebelum akhirnya ditarik keluar.
Dua nyawa muda yang kembali dari ambang maut itu bagai oase di tengah musibah. Namun, duka tetap membayangi empat santri telah dinyatakan meninggal dunia, belasan luka-luka, dan puluhan masih belum ditemukan.
Tengkurap Berjam-jam Mencari Korban
Cerita yang tak jauh berbeda disampaikan Direktur Operasi Basarnas sekaligus SAR Mission Coordinator (SMC), Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo yang masuk dalam tim SAR Gabungan. Yudhi menceritakan, timnya bahkan harus merayap dan tengkurap berjam-jam untuk mengevakuasi korban yang berada di Site 1.
"Medan sangat sulit. Galian hanya berdiameter 60 cm dan kedalaman 80 cm, sehingga personel harus merayap bahkan tengkurap berjam-jam untuk mencapai korban," imbuh Yudhi pada Kamis (2/10/2025).
Bau debu dari beton yang dihancurkan, bercampur keringat para relawan memenuhi udara sekitar reruntuhan. Setiap suara teriakan yang terdengar dan ketukan palu tim SAR menjadi tanda harapan bagi keluarga yang menunggu di balik tenda darurat.
Apapun Hasilnya Saya Pasrah...
Bagi keluarga korban ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, perasaan cemas, harapan, dan pasrah telah menjadi satu. Sampai proses pencarian hari keempat, Kamis (2/10/2025), penemuan korban yang tertimpa reruntuhan bangunan belum membuahkan hasil maksimal.
Keluarga korban memenuhi Posko SAR Gabungan. Beberapa di antara mereka, masih terlihat menangis sesenggukan. Sebagian lagi terlihat berusaha tegar.
M Syukur terlihat sedang berbincang di telepon dengan putri bungsunya yang masih kelas 2 SD. Pria asal Kamal, Bangkalan, ini adalah orang tua dari Royhan Mustofa (17), salah satu santri korban ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny.
"Anak saya dua itu, sekarang yang sulung jadi korban," kata Syukur, Kamis (2/10/2025).
Royhan sudah jadi santri di Ponpes Al Khoziny sejak lulus SD. Kini dia sudah kelas 2 Madrasah Aliyah atau setara SMA di ponpes tersebut. Dia diharapkan jadi orang yang punya ilmu dan membanggakan keluarga.
Namun takdir berkata lain, santri yang ditinggal ibunya meninggal dunia tiga tahun lalu itu termasuk salah satu korban yang belum ditemukan. Syukur bersama keluarganya berangkat ke Sidoarjo begitu mendapat kabar dari ponpes.
Pada Kamis siang, Syukur dan kelurga korban lainnya undang tim Basarnas. Mereka diminta ambil sampel DNA untuk antisipasi kemungkinan buruk. Terutama kecocokan identitas untuk kepentingan identifikasi korban.
"Diambil sampel di sini, seperti ambil selaput. Mungkin untuk data awal," katanya sambil menunjuk bagian dalam pipinya.
Syukur sudah pasrah atas apa yang akan terjadi nanti terhadap anaknya. Sebab ini sudah masuk hari keempat dari peristiwa ambruknya salah satu bangunan saat salat Ashar. Meski begitu, dia berharap ada mukjizat anaknya ditemukan selamat.
"Apapun hasilnya saya pasrah, yang penting cepat ditemukan," ujarnya.
Afisah, orang tua dari santri bernama M Abdurrahman Nafis (15), juga termasuk yang diminta ambil sampel DNA pada Kamis siang. Dia tetap berharap putranya segera ditemukan tapi juga siap menerima kemungkinan terburuk terhadap.
"Ini sudah empat hari, mereka kan masih anak-anak. Tentu berharap selamat," ucapnya.
Peristiwa ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo menyebabkan banyak korban. Basarnas mencatat sebanyak 90 orang evakuasi mandiri atau menyelamatkan diri dalam keadaan terluka. Lalu 13 orang bisa dievakuasi dari reruntuhan dalam kondisi luka berat dan ringan dan 5 orang meninggal dunia.
Korban terluka dirawat di 7 rumah sakit berbeda. Yakni RSI Siti Hajar, RSUD RT Notopuro, RS Delta Surya, Klinik BDS Tebel, RSI Sakinah Mojokerto, RS Sheila Medika, RSUD dr M Soewandhie Surabaya.