Guru yang Rudapaksa Siswi SD di Makassar Ditangkap, Bantah Melakukan Pelecehan

1 week ago 19

Liputan6.com, Makassar - Polisi akhirnya menangkap IPT (32), oknum guru sekaligus wali kelas 5 SD Inpres Mangga Tiga, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. IPT sebelumnya dilaporkan dalam kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) kepada sejumlah anak didiknya.

Kasi Humas Polrestabes Makassar, AKP Wahiduddin membenarkan penangkapan IPT. Dia menyebut oknum guru itu ditangkap di Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros pada Kamis (2/10/2025) dini hari.

"Saat ini terlapor diamankan di Polrestabes Makassar untuk dilakukan proses penyidikan. Sementara untuk dimintai keterangan dan didalami kasusnya," kata Wahiduddin, kepada wartawan, pada Kamis (2/10/2025).

Dari hasil pemeriksaan sementara, IPT membantah telah melakukan rudapaksa kepada sejumlah siswi di sekolah tempat ia mengajar. Dia hanya mengaku mengirim chat mesum melalui WhatsApp kepada korban.

"Jadi untuk interogasi awal menurut keterangan terlapor dia hanya melakukan chat mesra kepada korban melalui WhatsApp," terang Wahiduddin.

Wahiduddin pun mengaku bahwa Polrestabes Makassar kan menyelidiki kasus ini secara profesional dan transparan. Apalagi dalam laporan yang dilayangkan orang tua korban, IPT disebut telah melakukan pelecehan seksual.

"Jadi telah datang ke Polrestabes Makassar seorang tua bersama anaknya yang diperkirakan kelas 6 SD, yang diduga telah dilakukan pelecehan seksual terhadap seorang gurunya," bebernya.

Dalam laporannya, korban disebut telah dilecehkan di sebuah rumah saat guru tersebut menggelar les privat kepada sejumlah siswi SD Inpres Mangga Tiga.

"Yang diperkirakan dilakukan di rumah terlapor yaitu korban dilakukan pelecehan oleh gurunya sendiri," tambah Wahiduddin.

Dinonaktifkan dari Sekolah

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun yang dilakukan oleh tenaga pendidik.

"Kami tidak mentolerir kekerasan terhadap siswa yang dilakukan oleh oknum guru. Saat ini kami sudah menonaktifkan guru tersebut untuk mengajar di sekolah," kata Achi kepada Liputan6.com, Kamis (2/10/2025).

Achi juga membantah adanya dugaan bahwa pihak sekolah berusaha menutupi kasus ini dengan cara melakukan kesepakatan damai dengan korban. Ia memastikan penanganan kasus akan berjalan secara transparan.

"Tidak ada tutup-menutupi terkait kasus kekerasan seksual," tegasnya.

Lebih lanjut, Achi memastikan bahwa Pemerintah Kota Makassar menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh langkah kepolisian dalam mengusut tuntas kasus tersebut.

"Kami mendukung pihak kepolisian untuk mengusut tuntas dan memberikan hukuman yang setimpal pada pelaku terhadap perbuatannya pada siswa," ucap Achi.

Ia menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oknum guru tersebut sangat tidak manusiawi dan tidak bisa dibiarkan terjadi di dunia pendidikan.

"Tindakan oknum guru ini tidak manusiawi, perbuatan bejat. Tidak ada toleransi untuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru kepada muridnya. Sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan," tambahnya.

Selain itu, Achi mengajak seluruh satuan pendidikan di Makassar untuk lebih proaktif dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di sekolah dengan mengaktifkan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

"Kami ingin pastikan korban mendapat perlindungan penuh dan pendampingan agar bisa pulih dari trauma. Di sisi lain, pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai aturan yang berlaku," tutupnya.

Kronologi Versi Kuasa Hukum Korban

Sebagai informasi, kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru PPPK sekaligus wali kelas di SD Inpres Mangga Tiga membuat heboh. Kasus itu kini telah dilaporkan ke polisi oleh kuasa hukum SKA (12), salah seorang siswi yang menjadi korban.

​Peristiwa ini bermula ketika IPT, yang merupakan wali kelas korban, membuka les privat pada Januari hingga Juli 2025 di sebuah rumah kontrakan dekat sekolah. Korban, yang saat itu berusia 11 tahun dan duduk di kelas 5 SD, adalah salah satu siswi yang ikut les.

Tindak pidana kekerasan seksual itu dimulai sebulan setelah les berjalan, yakni dari Februari hingga Juli 2025, dan terjadi berulang kali.

​Awalnya, kuasa hukum korban hanya mengetahui pelaku meraba payudara dan mengirim pesan mesum. Namun, dalam pemeriksaan penyidik dari kepolisian, terungkap bahwa korban tidak hanya dilecehkan, tetapi juga disetubuhi oleh IPT.

Parahnya, aksi bejat ini dilakukan berulang kali, diperkirakan antara 3 hingga 7 kali dalam sebulan, di tempat les tersebut. Setiap kali selesai melakukan aksinya, guru tersebut mengancam korban agar tidak menceritakan perbuatannya kepada siapapun, dengan ancaman masa depan korban akan hancur.

​Korban baru berani bercerita setelah naik ke kelas 6 dan merasa terbebas dari cengkeraman gurunya. Ia menceritakan kejadian yang dialaminya kepada tetangga yang kemudian memberitahu ibunya.

Ibu korban segera mendatangi pihak sekolah. Sayangnya, Kepala Sekolah awalnya membantah dan tidak percaya dengan tuduhan tersebut. Setelah desakan yang gigih dari orang tua korban, akhirnya diadakan pertemuan mediasi pada malam 28 September 2025 yang melibatkan berbagai pihak, termasuk aparat setempat. Di pertemuan inilah pelaku IPT akhirnya mengakui perbuatannya.

​Meskipun pelaku memohon agar kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum dan dibuat surat kesepakatan perdamaian, di mana orang tua korban juga meminta pelaku dimutasi ke sekolah lain, kuasa hukum korban mendesak agar kasus tetap dilaporkan. Saat kesepakatan damai dibuat, orang tua korban belum mengetahui fakta bahwa anaknya telah disetubuhi berkali-kali.

​Korban akhirnya didampingi untuk membuat laporan resmi ke UPTD PPA Kota Makassar, Dinas Pendidikan Kota, dan terakhir ke Polrestabes. Di Polrestabes, semua fakta termasuk persetubuhan berulang kali terungkap, dan proses visum telah dilakukan. Kasus yang melibatkan guru PPPK berinisial IPT ini kini resmi ditangani pihak berwajib.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |