Cicipi Cita Rasa Sate Emprit Kuliner Khas Kediri

7 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Sate emprit merupakan salah satu kuliner tradisional khas Kediri yang unik dan memiliki nilai historis serta kultural yang tinggi, meskipun kini semakin sulit ditemui karena faktor ketersediaan bahan bakunya yang semakin terbatas.

Makanan ini dibuat dari bahan utama berupa daging burung emprit atau burung pipit, yaitu jenis burung kecil yang banyak ditemukan di kawasan persawahan, terutama di wilayah pedesaan Jawa Timur seperti Kediri. Dalam bahasa Jawa, manuk berarti burung dan emprit mengacu pada burung pipit yang berukuran mungil dan biasa hidup bergerombol di area persawahan.

Masyarakat agraris seperti petani di Kediri sudah sejak lama mengenal burung ini bukan hanya sebagai bagian dari ekosistem sawah, namun juga sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi.

Dengan dagingnya yang lembut, bertekstur halus, serta memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, burung emprit kemudian diolah menjadi sate. Teknik memasak yang populer dan merakyat di tanah Jawa—dengan cara ditusuk menggunakan lidi atau bambu kecil, dibumbui rempah-rempah khas, lalu dibakar hingga matang dan mengeluarkan aroma khas yang menggugah selera.

Dalam proses pengolahannya, sate manuk emprit memiliki teknik tersendiri yang membedakannya dari sate pada umumnya seperti sate ayam atau sate kambing. Karena ukuran burung emprit yang kecil, biasanya satu tusuk sate terdiri dari beberapa ekor burung yang telah dibersihkan, dilumuri bumbu, dan ditusuk dengan rapi.

Bumbunya bisa berupa bumbu bacem manis gurih ataupun bumbu rempah pedas sesuai dengan selera masyarakat lokal. Salah satu varian yang cukup populer adalah sate emprit bacem, di mana burung-burung kecil ini direbus terlebih dahulu dengan bumbu manis khas Jawa seperti gula merah, kecap, bawang putih, ketumbar, dan daun salam sebelum akhirnya dibakar di atas bara api.

Teknik ini membuat daging emprit menjadi lebih empuk, meresap rasa manis gurih, dan memiliki citarasa yang khas. Sajian ini biasanya dinikmati bersama nasi putih hangat, sambal terasi atau sambal korek, serta lalapan seperti timun, daun kemangi, atau kol yang semakin memperkaya pengalaman makan tradisional khas Kediri.

Simak Video Pilihan Ini:

Kejari Sambas Ajak Warga Dukung Penegakan Hukum di Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia

Kelestarian Satwa Liar

Sate manuk emprit juga mencerminkan kreativitas masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekitar mereka. Di masa lalu, terutama saat kondisi ekonomi sulit atau ketika sumber protein hewani seperti ayam dan sapi sulit dijangkau, masyarakat pedesaan memanfaatkan burung pipit yang banyak terdapat di sawah sebagai alternatif pangan.

Selain menjadi cara bertahan hidup, pengolahan burung emprit menjadi sate kemudian berkembang menjadi kekayaan kuliner yang diwariskan secara turun-temurun. Bahkan, dalam konteks budaya dan adat lokal, hidangan ini seringkali disajikan dalam acara-acara tradisional seperti kenduri, selametan, atau perayaan panen.

Walaupun terlihat sederhana, makanan ini sarat akan nilai historis dan filosofi kearifan lokal, yang menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa mampu hidup selaras dengan alam dan mengolah apa yang tersedia di sekeliling mereka menjadi hidangan lezat yang tetap relevan hingga kini.

Namun demikian, seiring perkembangan zaman dan perubahan ekosistem pertanian, populasi burung emprit di alam terbuka kini semakin menurun. Hal ini menyebabkan produksi sate manuk emprit juga menurun drastis dan hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu di Kediri, biasanya pada warung-warung makan tradisional atau saat ada festival kuliner khas daerah.

Di satu sisi, hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan tradisi kuliner ini, namun di sisi lain juga mendorong masyarakat dan pemerintah daerah untuk mencari solusi kreatif, seperti budidaya burung emprit secara berkelanjutan atau menciptakan alternatif olahan yang tetap mempertahankan cita rasa khasnya tanpa mengorbankan kelestarian satwa liar.

Upaya semacam ini penting agar kuliner unik seperti sate manuk emprit tidak hanya menjadi cerita nostalgia, melainkan tetap dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang sebagai bagian dari kekayaan kuliner Nusantara yang tak ternilai.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |