Bupati Gunungkidul Murka: Hanya 27 dari 59 Dapur MBG yang Jalan, tapi Laporan ke Kami Semua Beres

Liputan6.com, Jakarta- Raut wajah Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, tampak serius saat memimpin rapat koordinasi lintas sektor di aula Pemkab Gunungkidul, Jumat (31/10/2025) petang. Suasana hening berubah tegang ketika dia memaparkan hasil temuan yang jauh dari ekspektasi.

Dari laporan yang disampaikan ke pusat, seolah-olah program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Gunungkidul berjalan mulus. Namun kenyataannya, lapangan berbicara lain.

“Ternyata yang benar-benar operasional baru 27 dapur. Empat ditutup, dan dari target 59 baru 44 yang terverifikasi. Tapi laporan ke kami seolah semua sudah berjalan. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Endah dalam paparan.

Rapat itu digelar sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 400, yang menegaskan bahwa pelaksanaan program gizi nasional harus diiringi koordinasi berjenjang dari tingkat pusat hingga kelurahan.

Mulai dari Badan Gizi Nasional (BGN), Badan Gizi Provinsi dan Kabupaten, hingga kepala kapanewon, lurah, dan Puskesmas wajib membangun komunikasi rutin agar program MBG berjalan aman, higienis, dan tepat sasaran.

Namun, menurut Endah, amanat itu belum berjalan sebagaimana mestinya. “Permennya sudah jelas, tapi di lapangan kita lihat sendiri, koordinasi tidak jalan. Bahkan ada instansi yang tidak tahu pembangunan dapur di wilayahnya. Ini masalah serius,” ujarnya tegas.

Endah menyinggung, bahkan Komandan Detasemen Angkatan Udara yang wilayahnya berdekatan dengan salah satu dapur MBG tidak mengetahui adanya pembangunan fasilitas dapur tersebut. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi lintas instansi, padahal program MBG bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar anak-anak sekolah.

Rapat koordinasi kali ini sebenarnya merupakan agenda rutin yang semestinya dipimpin oleh Badan Gizi Nasional. Namun karena situasi dianggap darurat setelah insiden keracunan massal yang menimpa 695 siswa di Saptosari, Bupati Endah mengambil inisiatif sendiri untuk mengundang semua pihak yang terlibat.

Di hadapan peserta rapat, Endah membuka dokumen Permendagri dan menjelaskan kembali garis besar tanggung jawab setiap lembaga. Dia menyebutkan bahwa kejadian di Saptosari menjadi peringatan keras agar tidak lagi ada pelanggaran dalam pelaksanaan program nasional tersebut.

“Mudah-mudahan kejadian ini menjadi titik balik untuk memperbaiki semua dapur di Gunungkidul. Bukan hanya soal kebersihan, tapi juga tanggung jawab dan kejujuran dalam pelaporan,” kata Endah.

Fakta lain yang mencuat adalah perbedaan mencolok dalam data jumlah penerima manfaat. Dalam laporan resmi, disebutkan sudah ada 174 ribu anak penerima program, padahal dari hasil pengecekan lapangan, jumlah sebenarnya hanya 104 ribu anak.

“Seolah-olah semua sudah berjalan dan anak-anak sudah menerima manfaat. Tapi begitu kita cek, ternyata hanya sebagian yang benar-benar aktif. Ini yang membuat saya marah,” ungkapnya.

Endah kemudian mengeluarkan instruksi tegas agar mulai minggu depan, setiap kapanewon wajib menggelar rapat rutin mingguan antara tim dapur, kepala Puskesmas, dan lurah. Rapat itu wajib disertai pembentukan grup komunikasi daring yang berfungsi untuk melaporkan kegiatan harian, termasuk menu makanan yang disajikan setiap hari.

“Menu harian harus diketahui oleh semua pihak terkait. Kita tidak boleh lagi menunggu kejadian baru bertindak. Semua harus berfungsi sebagai pengawas, bukan hanya pelaksana,” ujar Endah.

Dia juga meminta agar setiap dapur melakukan rapat internal dua hari sekali, guna memastikan pembagian tugas jelas, bahan makanan aman, dan higienitas terjaga.

“Kepala dapur harus tahu berapa anak yang dilayani, apa menunya, dan bagaimana prosedur pengolahannya. Jangan sampai karena lalai, anak-anak jadi korban,” tegasnya lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Endah memuji langkah cepat sejumlah kepala Puskesmas yang telah menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) darurat untuk menangani kasus di luar dugaan. Dia menilai, meski belum menyeluruh, langkah itu menunjukkan kesiapsiagaan tenaga kesehatan di lapangan.

“Ternyata tanpa banyak bicara, teman-teman Puskesmas sudah membuat SOP darurat. Ini bagus, tapi harus diterapkan di semua wilayah, tidak hanya di tempat yang sudah kejadian,” katanya.

Menutup rapat, Endah mengumumkan rencana untuk mengumpulkan seluruh kepala dapur sehat dalam kegiatan pelatihan bersama. Pelatihan ini akan difokuskan pada peningkatan kapasitas pengelolaan dapur, pemahaman gizi, dan sistem pelaporan yang transparan.

Dia berharap, para pengelola dapur ini tidak hanya bisa masak, tapi paham pentingnya gizi dan keselamatan pangan. Karena ini bukan proyek biasa, ini menyangkut masa depan anak-anak.

“Saya tidak mau kejadian Saptosari terulang. Kita perbaiki bersama, saling mengingatkan, dan mulai dari hal paling dasar, koordinasi dan kejujuran,” tutup Endah.