5 Fakta Terkini Terungkap Sidang Ketiga Kasus Dugaan Penganiayaan Prada Lucky, Luka Ditabur Garam dan Cabai

15 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Sidang hari ketiga kasus dugaan penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo digelar pada Rabu 29 Oktober 2025.

Proses persidangan berjalan sejak pagi pukul 09.00 hingga pukul 22.00 WITA. Sejumlah terdakwa tersebut adalah anggota TNI AD yang baru bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere di Kabupaten Nagekeo.

Prada Richard Junimton Bulan, saksi kunci dalam kasus kematian Prada Lucky Namo, mengungkapkan fakta mengejutkan di persidangan yang menghadirkan 17 terdakwa.

Dalam keterangannya, Prada Richard mengaku bersama Prada Lucky disiksa oleh atasannya, Letnan Dua (Letda) Made Juni Arta Dana. Made Juni menjadi salah satu terdakwa dari 17 terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu 29 Oktober 2025.

Dalam fakta persidangan, Made Juni turut berperan memeriksa dan menyiksa Prada Richard. Richard menyebut area sensitifnya dilumuri dengan cabai oleh Made Juni.

Dia menceritakan kejadian pada tanggal 28 Juli 2025. Pada jam 9 malam, terdakwa Pratu Imanuel Nimrot Laubora membawa mereka ke ruang staf intel. Di sana sudah ada Letda Made Juni Arta Dana.

Dia bersama Prada Lucky dipaksa untuk mengakui perbuatannya terkait dugaan LGBT. Prada Richard tetap menolak dan terus menerus disiksa. Karena tak tahan dengan siksaan, dia bersama Prada Lucky akhirnya berbohong.

"Saya ditanya berapa kali LGBT tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi. Kami dicambuk saat tidak mengaku sekitar 5 sampai 6 kali. Setelah saya berbohong langsung terdakwa berhenti," ujar Made Juni.

Rupanya, tak hanya 17 senior yang turut menyiksa Prada Lucky, ada empat senior juga tergolong brutal. Keempatnya mencambuk Prada Lucky hingga kulit terkelupas dan menaburi garam pada luka korban.

Oditur Letkol Chk Yusdiharto mengungkap keempat senior yang kini menjadi terdakwa antara lain Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi dan Pratu Aprianto Rede Radja.

Empat terdakwa tersebut terancam hukuman sembilan tahun penjara. Mereka dikenakan dakwaan primair Pasal 131 ayat (1) jo ayat (3) KUHPM jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPM.

"Mereka terancam hukuman penjara 9 tahun," kata Pejabat Humas Pengadilan Militer III-15 Kupang Kapten Chk Damai Chrisdianto.

Berikut sederet fakta yang terungkap dalm persidangan hari ketiga Prada Lucky, Rabu 29 Oktober 2025 dihimpun Tim News Liputan6.com:

Tangis Sepriana Paulina Mirpey pecah saat menceritakan derita putranya, Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), prajurit TNI AD yang diduga tewas akibat penganiayaan.

Promosi 1

1. Prada Richard Dipaksa Mengaku LGBT, Ditelanjangi dan Dioles Cabai

Prada Richard Junimton Bulan, saksi kunci dalam kasus kematian Prada Lucky Namo, mengungkapkan fakta mengejutkan di persidangan yang menghadirkan 17 terdakwa.

Dalam keterangannya, Prada Richard mengaku bersama Prada Lucky disiksa oleh atasannya, Letnan Dua (Letda) Made Juni Arta Dana. Made Juni menjadi salah satu terdakwa dari 17 terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Rabu 29 Oktober 2025.

Dalam fakta persidangan, Made Juni turut berperan memeriksa dan menyiksa Prada Richard. Richard menyebut area sensitifnya dilumuri dengan cabai oleh Made Juni.

Dia menceritakan kejadian pada tanggal 28 Juli 2025. Pada jam 9 malam, terdakwa Pratu Imanuel Nimrot Laubora membawa mereka ke ruang staf intel. Di sana sudah ada Letda Made Juni Arta Dana.

Dia bersama Prada Lucky dipaksa untuk mengakui perbuatannya terkait dugaan LGBT. Prada Richard tetap menolak dan terus menerus disiksa. Karena tak tahan dengan siksaan, dia bersama Prada Lucky akhirnya berbohong.

"Saya ditanya berapa kali LGBT tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi. Kami dicambuk saat tidak mengaku sekitar 5 sampai 6 kali. Setelah saya berbohong langsung terdakwa berhenti," kata dia.

Tak sampai di situ, Made Juni kemudian memerintahkan Imanuel Nimrot Laubora untuk mengambil cabai di dapur. Nimrot memerintahkan lagi Prada Egianus Kei yang satu letting dengan Prada Richard. Perintah ini sekitar jam 21.15 WITA.

"Dia perintah, 'kamu ke dapur ambil cabai, diulek, bawa ke sini,' lalu saya disuruh telanjang," kata Prada Richard meniru perintah Made Juni.

Richard terpaksa menurunkan celana hingga lutut. Lalu Egianus itu diperintahkan Made Juni lagi untuk mengoleskan cabai di area sensitifnya.

"Saya disuruh nungging dan membuka pantat langsung dilumuri dia (cabai) ke anus saya, lalu saya diperintahkan pakai celana. Itu pedis (pedas) dan panas saya rasa. Kami disuruh berdiri lalu digabungkan dengan mendiang Prada Lucky," jelas dia.

Prada Lucky dibawa dari ruang staf pers oleh terdakwa Pratu Poncianus Allan Dadi ke ruang staf intel, sehingga Richard bertemu dengan Lucky. Saat itu Richard baru mengetahui Lucky yang sempat kabur dari barak telah dibawa kembali.

Made Juni keluar dari ruangan. Saat itu Poncianus Allan Dadi menendangnya dengan kaki kanan di telinga kiri lalu keluar ruangan. Poncianus juga sempat mencambuk mereka dengan van belt atau tali kompresor.

"Dia tendang dengan sepatu PDL ke arah telinga. Izin dia bilang 'kamu tipu saya ya' sambil tendang. Terdakwa masuk langsung bilang begitu. Saya tidak tahu alasan dia tendang," tandasnya.

2. Prada Lucky Dicambuk Senior, Lukanya Ditabur Garam dan Cabai

Fakta keji kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo terus diungkap para saksi di persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Kupang, Rabu 29 Oktober 2025.

Tak hanya 17 senior yang turut menyiksa Prada Lucky, ada empat senior juga tergolong brutal. Keempatnya mencambuk Prada Lucky hingga kulit terkelupas dan menaburi garam pada luka korban.

Oditur Letkol Chk Yusdiharto mengungkap keempat senior yang kini menjadi terdakwa antara lain Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi dan Pratu Aprianto Rede Radja.

Aksi keji keempat terdakwa ini terjadi pada 29 Juli 2025 hingga 30 Juli 2025.

Dia menuturkan, pada 29 Juli 2025, sekira pukul 15.00 WITA, Pratu Aprianto Rede Radja yang hendak pergi membeli rokok, mendengar suara cambukan dalam ruang jaga. Ia masuk dan melihat Pratu Imanuel Nimrot sedang mencambuk Prada Lucky dan Prada Richard yang saat itu sedang diborgol dengan klem plastik.

Aprianto lalu bertanya pada kedua prada ini. Menurut Aprianto, saat itu Lucky mengaku sudah berhubungan dengan Richard di hotel dan membayar Rp 200 ribu. Ia pun meninju perut Lucky dan Richard dengan hanger pakaian.

Ia memerintahkan petugas jaga saat itu, Prada Jemi Langga, mengambil hanger besi di barak. Alat itu digunakan untuk mencambuk Prada Lucky dan Richard.

Ia memerintahkan Jemi lagi mengambil garam, cabai dan minyak, lalu menguliknya. Aprianto memerintahkan lagi bawahannya itu mengoleskan ke luka di tubuh dua Prada ini.

"Lalu terdakwa Aprianto keluar membeli rokok dan minum teh," baca Yusdiharto.

3. Penganiayaan dlam Keadaan Mabuk Berat

Pada 30 Juli 2025, Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, dan Pratu Petrus Nong Brian Semi mendatangi Lucky dan Richard. Saat itu mereka dalam keadaan mabuk berat.

Emeliano membawa selang dan mencari kedua korban. Pratu Arminto Harang Bani melarang, namun mereka tak peduli.

Emeliano langsung mencambuk Prada Richard yang saat itu tidur di matras. Lucky ditendangnya. Ketiga terdakwa ini bergantian mencambuk kedua korban dengan selang.

Tidak lama kemudian, Aprianto datang dan bertemu dengan ketiga terdakwa yang sudah mabuk. Ia juga mencambuk dan meninju kedua korban. Tak puas, ia menyundut api rokok ke tubuh Prada Lucky dan Prada Richard.

Dalam dakwaan tersebut, keempat terdakwa beralasan mereka malu sebagai senior dan membina junior mereka agar tidak mengulanginya lagi.

Keesokannya Prada Lucky dan Prada Richard dirawat oleh Prada Marwan yang piket. Mereka diberi makan dan disuruh istirahat. Namun Prada Lucky mulai sakit dan tensi darahnya tinggi.

Akibat penyiksaan itu, Prada Lucky akhirnya dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dunia.

4. Empat Prajurit TNI Terancam 9 Tahun Penjara

Empat terdakwa kasus dugaan penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo terancam hukuman sembilan tahun penjara. Mereka dikenakan dakwaan primair Pasal 131 ayat (1) jo ayat (3) KUHPM jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPM.

"Mereka terancam hukuman penjara 9 tahun," kata Pejabat Humas Pengadilan Militer III-15 Kupang Kapten Chk Damai Chrisdianto, Rabu 29 Oktober 2025.

Selain primair, keempat terdakwa juga dikenakan pasal subsidair dengan pasal 131 ayat (1) KUHPM Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Empat terdakwa yang terancam sembilan tahun penjara itu antara lain Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi, dan Pratu Aprianto Rede Radja. Keempatnya masih dalam satu nomor register yakni 42-K/PM.III-15/AD/X/2025.

Pasal yang sangkakan tersebut sama dengan pasal yang disangkakan kepada 17 terdakwa yang sudah dihadirkan dalam sidang hari kedua pada Selasa 28 Oktober 2025 dengan empat saksi.

5. Ibunda Prada Lucky Tolak Santunan Rp 220 Juta

Ibu almarhum Prada Lucky, Sepriana Paulina Mirpey berbicara mengenai santunan yang diterima terkait kematian putranya. Dia menyebut ada penyerahan rumah dan sepeda motor dari Pangdam Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto.

Selain itu Sepriana membenarkan adanya sejumlah pengiriman uang kepadanya untuk keperluan ibadat dan pemakaman Prada Lucky.

"Misalnya, uang sejumlah Rp 5 juta itu untuk membayar tenda dan kursi karena waktu itu cukup banyak masyarakat yang hadir," kata Sepriana saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Militer Kupang, Rabu 29 Oktober 2025.

Setelah itu pada malam ketiga, ia mengaku mendapat kiriman uang dari keluarga Dandim Rote Ndao, tempat ayah Prada Lucky, Christian Namo bertugas. Sedangkan untuk ibadat malam 40 hari ditanggung batalion.

Sepriana juga mengungkap adanya pemberian uang sebesar Rp 220 juta dari 22 tersangka. Masing-masing menyerahkan Rp 10 juta. Uang itu diberikan beserta dengan surat pernyataan maaf dari para tersangka.

"Tapi santunan ini bilangnya ada pernyataan yang harus ditandatangani. Pratu Napu ini menunjukkan HP-nya soal pernyataan itu, di situ saya membaca," jelas Sepriana.

"Di bawah nama itu ada nama saya untuk tanda tangan dan komandan batalion, tapi saya tidak mau," sambungnya.

Saat itu dia diperlihatkan dua surat pernyataan. Surat pernyataan pertama memuat nama tiga perwira yang akan membantu adik Prada Lucky yang masih kecil bila mereka kelak mau masuk TNI.

Surat pernyataan kedua berisi nama 22 pelaku yang akan disidangkan lengkap dengan Nomor Registrasi Prajurit (NRP) masing-masing.

"Pratu Napu menunjukkan lagi surat pernyataan kedua, dia bilang, 'Mama, ini santunan tapi dibaca dulu,' ada semua nama dan NRP lengkap mereka. Ditulis tiap pelaku menyerahkan uang Rp 10 juta. Jadi total Rp 220 juta," jelasnya.

Dalam surat itu memuat pernyataan maaf para terdakwa. Ia sebenarnya bisa memaafkan mereka dan mengikhlaskan tapi ia tidak ingin dengan cara rendah seperti itu.

"Saya tidak mau. Saya protes. Kalau memang itu santunan untuk kedua adik almarhum buat apa nama pelaku ditulis di situ dan per pelaku kasih Rp 10 juta. Saya bilang nyawa anak saya itu tidak semurah itu. Saya perjuangkan anak saya masuk tentara susah payah dan satu asten tahu itu. Begitu murahkah nyawa anak saya?" tandas Sepriana dengan berurai air mata.

Christian, ayah Prada Lucky sendiri tak tahu menahu soal adanya uang pemberian dari para prajurit melalui Letnan Infantri Made Juni Arta Dana.

Ia menyampaikan ini saat ditanyai oleh pengacara terdakwa mengenai uang yang dikirim sebesar Rp 12 juta, Rp 5 juta dan Rp 12 juta.

"Ada upaya-upaya dari pelaku, izin Bapak, saya tidak tahu. Saya komitmen, aturan dan keadilan yang penting bagi saya, apapun itu," tegas Christian.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |