Liputan6.com, Jambi - Kasus penculikan Bilqis Ramadhany (4) menyita perhatian publik setelah bocah perempuan asal Makasar, Sulawesi Selatan, itu ditemukan selamat di kawasan pemukiman Suku Anak Dalam di Kabupaten Merangin, Jambi. Dalam video yang beredar, sekelompok SAD bahka sampai menangis ketika melepas Bilqis sewaktu dijemput polisi.
Bahkan muncul dugaan bahwa pelaku menjual Bilqis kepada SAD tersebut seharga Rp80 juta. Pun santer muncul informasi Bilqis ditebus dari SAD itu menggunakan satu unit mobil Pajero Sport serta uang Rp 100 juta.
Lantas dari mana uang sebanyak itu? Apalagi dalam satu keluarga SAD sudah cukup mempunyai banyak anak. Benarkah mereka semampu itu membeli anak dengan nilai puluhan juta?
Kelompok SAD atau yang dikenal Orang Rimba adalah masyarakat adat di Provinsi Jambi yang bertempat tinggal di sekitar hutan. Mereka hidup berkelompok satu sama lain dan setiap kelompok dipimpin oleh seorang tumenggung (pemimpin adat).
Robert Aritonang, Antropolog KKI Warsi, lembaga nirlaba yang telah lama mendampingi SAD menilai kasus penculikan yang disebut-sebut melibatkan SAD tidak bisa dilihat hanya dari permukaan. Menurut Robert, sejatinya SAD adalah korban dari situasi sosial, ekonomi, dan struktural yang menjerat mereka selama puluhan tahun.
"Mereka kehilangan hutan yang menjadi sumber kehidupan. Ketika ruang hidupnya berubah menjadi perkebunan dan konsesi, mereka kehilangan akses sumber penghidupan. Dalam kondisi semacam itu, mereka (SAD) sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar yang memiliki kepentingan tertentu," ujar Robert kepada Liputan6.com, Selasa (11/11/2025).
Kelompok yang disebut terlibat dalam kasus ini adalah 'SAD Sawitan', yang hidup di wilayah sekitar perusahaan besar. Hilangnya ruang hidup telah menimbulkan apa yang disebut Robert sebagai 'crash landing social' kondisi di mana SAD tiba-tiba harus berhadapan dengan perubahan dunia luar yang tidak mereka pahami.
"Dalam situasi yang tidak mereka mengerti, SAD bisa dengan mudah percaya pada cerita atau bujukan dari orang luar. Mereka tidak sepenuhnya memahami konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan," kata Robert.
SAD disebut sebagai masyarakat yang dalam satu dekade ini intens terhubung dengan orang luar. Mereka kurang mengerti dengan sistem hukum positif, dan mereka hanya tergiur dengan janji dan iming-iming pihak luar.
Keterangan SAD
Sosok di dalam video yang menangis dan memeluk Bilqis ketika hendak dijemput itu adalah Begendang. Dalam video tersebut, Begendang dan keluarga sedih melepas bocah perempuan itu. Di samping Begendang ada istrinya dan dua anak kecil sebaya Bilqis.
Berdasarkan keterangan Begendang yang dihimpun tim KKI Warsi di lapangan, ketika itu istri Begendang didatangi orang luar membawa seorang anak perempuan bernama Bilqis ke kelompok mereka di sekitar Mentawak, Merangin.
Orang luar yang tidak dikenalnya itu meminta untuk merawat Bilqis karena anak berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak sanggup membiayai kehidupan anak tersebut.
Penyerahan anak ini disertai selembar surat bermaterai Rp10 ribu yang menyatakan bahwa anak ini diserahkan oleh ibu kandungnya, dan tidak akan ada tuntut menuntut dikemudian hari.
Namun, sekitar dua hari setelah anak tersebut bersama kelompok SAD ini, ada informasi tentang penculikan. Begendang pun menyerahkan anak tersebut ke pihak berwenang.
Melihat Akar Masalah
KKI Warsi menegaskan bahwa dalam kasus ini, SAD menjadi korban dari sistem yang lebih besar, yakni kemiskinan struktural, kehilangan wilayah hidup, dan ketidakadilan sosial.
"Ada pihak lain yang memanfaatkan kerentanan mereka. Melalui narasi palsu, janji ekonomi, atau bujukan emosional, SAD dijadikan alat dalam jejaring kejahatan yang mereka sendiri tidak pahami," kata Robert.
Selama ini, SAD dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kehidupan, menjaga hutan, dan hidup dengan adat yang menghindari konflik.
Labelisasi negatif akibat tindakan segelintir orang justru dapat memperparah stigma dan diskriminasi terhadap seluruh komunitas.
KKI Warsi menyerukan agar penegakan hukum dan pemberitaan media dilakukan dengan perspektif perlindungan terhadap kelompok rentan. Publik dan aparat diminta berhati-hati agar tidak menjadikan SAD kambing hitam atas persoalan sosial yang lebih luas.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk melihat secara utuh problematika SAD, dan mulai langkah-langkah untuk pemulihan persoalan sosial mereka, dengan memperluas akses terhadap pendidikan, layanan dasar, dan pengakuan hak atas wilayah hidup.
"Yang perlu diusut bukan hanya siapa yang terlibat, tetapi siapa yang memanfaatkan SAD dan menciptakan kondisi yang membuat mereka terjebak dalam situasi ini," demikian Robert Aritonang.
Jejak Para Tersangka
Dari hasil penyelidikan, pelaku utama diketahui bernama Sri Yuliana alias Ana (30), seorang pembantu rumah tangga asal Kecamatan Rappocini, Makassar.
Ana membawa Bilqis ke indekosnya di Jalan Abu Bakar Lambogo. Lalu menawarkan anak itu di grup Facebook Adopsi Anak menggunakan akun samaran. Dalam unggahan tersebut, Ana mengklaim Bilqis adalah anaknya dan tidak mampu merawatnya karena berasal dari keluarga tidak mampu.
Tawaran itu menarik perhatian Nadia Hutri (29), warga Sukoharjo, Jawa Tengah, yang berdomisili di Jakarta. Dia menghubungi Ana dan sepakat membeli Bilqis seharga Rp 3 juta.
"Kemudian ada yang berminat membeli korban, yaitu NH yang berasal dari Jakarta dan datang ke Makassar untuk mengambil korban dengan transaksi sebesar Rp 3 juta di kos pelaku," jelas Kapolda Sulses Irjen Pol Djuhandhani dikutip kanal Regional Liputan6.com.
Setelah transaksi, Nadia langsung membawa Bilqis ke Jambi. Di sana, dia menghubungi Adit Prayitno Saputra (36) dan Meriana (42) untuk menjual anak tersebut kepada pasangan suami istri itu. Mereka sepakat membeli Bilqis seharga Rp 15 juta.
"Selanjutnya, korban dibawa oleh NH ke Jambi dan sempat transit di Jakarta, lalu dijual kepada AS dan MA dengan harga Rp 15 juta, dengan alasan membantu keluarga yang telah 9 tahun belum memiliki anak," bebernya.
"Setelah penyerahan korban, NH langsung melarikan diri ke Sukoharjo, Jawa Tengah. NH mengaku telah tiga kali menjadi perantara adopsi ilegal," ungkap Djuhandhani.
Nasib tragis Bilqis tak berhenti di situ. Meriana kembali menjual Bilqis kepada kelompok Suku Anak Dalam di wilayah Mentawak, Kabupaten Merangin, Jambi. Transaksi kali ini dilakukan dengan nilai mencapai Rp 80 juta.
"AS dan MA lalu menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi dengan harga Rp 80 juta. Dari hasil interogasi keduanya juga mengaku telah memperjualbelikan 9 bayi dan 1 anak melalui aplikasi TikTok dan WhatsApp," terangnya.

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5414232/original/047559800_1763269510-Gebyar_Kriya_Nusantara_dan_Jogja_Investment__6_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413860/original/017826100_1763205048-WhatsApp_Image_2025-11-15_at_17.44.52.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5409677/original/055060200_1762868297-1001160294.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413908/original/039066900_1763210854-1000760793.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413903/original/090194400_1763209758-1000558829.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413852/original/010084600_1763203332-IMG_8060__1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413803/original/043695500_1763197424-IMG-20251114-WA0036.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413595/original/073322500_1763181606-Korban_Longsor_Cilacap_2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413674/original/076562400_1763187194-IMG_8042.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5412525/original/073158200_1763094384-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413434/original/086055200_1763137861-IMG_20251114_200041.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413364/original/019315500_1763125685-Maha_Menteri_Keraton_Surakarta_KG_Panembahan_Agung_Tedjowulan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413329/original/016059900_1763122170-161200.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413306/original/073498300_1763120914-Prajurit_TNI.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413249/original/015868100_1763118244-BPBD_Bantul.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413292/original/091816800_1763120240-Keluarga_Keraton_Surakarta_menjelaskan_terkait_penobatan_putra_mahkota_jadi_raja_PB_XIV.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5173831/original/051249100_1742885112-WhatsApp_Image_2025-03-25_at_13.06.23.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5412633/original/095992100_1763099129-kombes-syarif-hidayat-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5412340/original/083999600_1763088125-20251113_143914.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5406844/original/081824200_1762612763-IMG_7465.jpeg)










:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5301775/original/021588100_1753955544-IMG-20250731-WA0002.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1503744/original/055901900_1486724745-20170210--IHSG-Ditutup-Stagnan--Bursa-Efek-Indonesia-Jakarta--Angga-Yuniar-01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5301675/original/040205900_1753953158-1000135918__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2216035/original/023260300_1526473912-20180516-IHSG-1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3893145/original/056566800_1641196873-20220103-Pembukaan_Awal_Tahun_2022_IHSG_Menguat-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5308006/original/092016000_1754532950-Hyundai-Ioniq-6-facelift-Korea-6-e1754452327720.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3008993/original/066039300_1577703438-20191230-Akhir-2019_-IHSG-Ditutup-Melemah-4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5302333/original/037237800_1754020466-IMG-20250731-WA0140.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3550569/original/020379800_1629871407-prison-553836_1280.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5307123/original/042222500_1754459147-IMG-20250806-WA0000.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4112073/original/098823700_1659528503-IHSG_Ditutup_Menguat-Angga-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4220931/original/010439400_1668038510-Laba_Rugi_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4112072/original/006568500_1659528503-IHSG_Ditutup_Menguat-Angga-2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5299451/original/092313200_1753834571-1000012259.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3397912/original/054729400_1615357407-WhatsApp_Image_2021-03-10_at_12.06.23_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5308152/original/095852800_1754537270-arenaev_001.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3566688/original/041753800_1631185684-20210909-PPKM-IHSG-3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3146517/original/073532100_1591597610-20200608-Pagi-Ini-IHSG-Menguat--ANGGA-5.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3194080/original/013571700_1596032591-Foto_01.jpg)