Liputan6.com, Bandung - Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyampaikan, sekitar 144 ribu Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) Badan Penyelenggara Bantuan Sosial (BPJS) di Kabupaten Bandung dinonaktifkan.
Jajaran pemerintah kabupaten pun diinstruksikan melakukan verifikasi ulang data tersebut. Dadang mengatakan, penonaktifan terjadi pasca pemberlakuan Data Terpadu Sistem Elektronik Nasional (DTSEN).
“Di Kabupaten Bandung, ada sekitar 147.000 PBI JK yang dinonaktifkan. Semua CPCL sudah saya instruksikan untuk disampaikan kepada para kepala desa agar setiap nama diketahui statusnya oleh RT/RW, kader Posyandu, PKK, PKH, dan TKSK apakah layak atau tidak layak untuk dibantu,” katanya dikutip lewat siaran pers (10/7/2025).
Jika warga terbukti layak dibantu, katanya, kepala desa wajib segera membuat surat pernyataan yang disampaikan kepada Kepala DPMD dan Kepala Dinas Sosial untuk diteruskan ke BPJS agar kepesertaannya diaktifkan kembali.
“Targetnya, semua rampung dalam satu minggu,” katanya.
“Para camat saya minta memantau progres ini secara intensif. Saya juga tegaskan kepada rumah sakit, jangan menolak pasien siapa pun dengan alasan apapun,” imbuhnya.
Dadang mengatakan, saat ini tercatat penerima PBI dari APBN sebanyak 1.379.586 jiwa, peserta BPJS PPU 1.071.089 jiwa, BPJS PBPU 665.392 jiwa, dan PBI APBD 510.907 jiwa.
Bupati menginstruksikan agar rumah sakit tetap memberikan layanan tanpa diskriminasi, sambil terus menyempurnakan basis data agar tidak terjadi kesalahan penyaluran bantuan.
“Saya tegaskan agar masyarakat bisa terlayani dengan baik, jangan dulu mempersoalkan biaya, tapi fokus pada kebutuhan layanan kesehatan. Tidak boleh ada masyarakat miskin yang tidak terlayani. Kepala Desa silahkan sampaikan surat pernyataan mengenai kelayakan warganya untuk kemudian diproses Dinas Sosial dan diajukan kepada BPJS. Kami minta para camat pantau progres ini dalam waktu satu minggu ke depan,” ujarnya.
Kota Bandung Tak Punya Tunggakan
Terpisah, Wakil Wali Kota Bandung, Erwin menegaskan, Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki tunggakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Karenanya, rumah sakit wajib melayani ngani warga pasien BPJS.
“Kota Bandung tidak memiliki tunggakan pembayaran kepada BPJS,” dikutip dari siaran pers (10/7/2025).
Erwin meminta agar BPJS tidak memperlambat pencairan klaim kepada rumah sakit. “Kita ingin ada simbiosis mutualisme antara Pemkot, BPJS, dan rumah sakit. Semuanya lancar”.
Seluruh rumah sakit di Kota Bandung diwajibkan melayani warga ber-KTP Bandung tanpa diskriminasi. Erwin juga mengimbau warga yang mengalami kendala saat mengakses layanan kesehatan agar segera melapor.
“Laporkan langsung ke kami. Jangan ragu," tegas Erwin.
Pemerintah Kota Bandung menganggarkan Rp284 miliar untuk pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) tahun 2026. Program ini memungkinkan warga ber-KTP Bandung untuk mendapat layanan kesehatan secara gratis di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS.
Erwin juga berencana mengundang seluruh direktur rumah sakit swasta guna membahas sejumlah kendala di lapangan.
“Pemkot akan hadir untuk memberikan kemudahan. Tidak boleh ada warga yang datang ke rumah sakit lalu tidak dilayani, apalagi hanya karena urusan administratif,” tegasnya.
“Kalau ada warga yang punya KTP Kota Bandung dan sudah tinggal minimal enam bulan, rumah sakit wajib layani dulu, jangan dipilah-pilah. Tujuan kita ini ibadah, membantu warga tanpa melihat mampu atau tidak,” tandasnya.
Dampak Pilkada Serentak
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat (Sekda Jabar), Herman Suryatman, menegaskan, tunggakan iuran BPJS Kesehatan di Jawa Barat merupakan dampak dari pembiayaan Pilkada Serentak 2024.
Hal tersebut disampaikan Herman saat membacakan jawaban gubernur atas pandangan umum fraksi pada Rapat Paripurna DPRD Jabar di Kota Bandung, Senin, 23 Juni 2025.
“Pada tahun 2023 dan 2024 terdapat program prioritas yang membutuhkan pendanaan cukup besar terutama dalam mendukung pelaksanaan pilkada serentak, sehingga belum sepenuhnya mengakomodir pemenuhan dukungan pendanaan jaminan kesehatan kabupaten kota,” katanya.
Dia mengatakan, penyelenggaraan Pilkada Serentak merupakan salah satu program prioritas tahun itu yang membutuhkan biaya besar mencapai Rp1,6 triliun.
Herman menyebut, tunggakan BPJS Kesehatan secara kumulatif senilai Rp330 miliar. Tunggakan tersebut merupakan utang selama dua tahun, yakni tahun anggaran 2023 senilai Rp80 miliar, sementara anggaran 2024 sebesar Rp250 miliar lebih.
Berbeda dengan tunggakan tahun 2024 yang terdampak Pilkada Serentak, Herman menjelaskan, “untuk tahun 2023 senilai Rp80 miliar lebih, kami tunggak karena usulan dari Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi tidak masuk, sehingga tidak ada di dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah)” katanya.
Herman mengklaim, Pemerintah Provinasi Jawa Barat berkomitmen menyelesaikan tunggakan itu pada tahun ini.
“Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk menganggarkan kekurangan sampai dengan tahun 2024 tersebut pada perubahan APBD tahun anggaran 2025,” katanya.