Samarinda, Tepian Harmoni Kehidupan di Antara Aliran Mahakam yang Tak Pernah Tidur

6 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur dikenal luas dengan julukan yang begitu puitis dan sarat makna: Kota Tepian. Sebuah sebutan yang tak hanya menggambarkan letak geografisnya yang berada di tepian Sungai Mahakam, namun juga merepresentasikan cara hidup, kebudayaan, hingga denyut sosial-ekonomi masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.

Sebutan tepian dalam konteks Samarinda bukanlah sekadar posisi kota yang berdiri di pinggir sungai, tetapi menjadi filosofi dan identitas yang menyatu dengan jiwa warganya.

Di sepanjang aliran Sungai Mahakam yang mengalun tenang namun dalam itu, mengalir pula cerita-cerita perjuangan, keberagaman, dan perkembangan zaman yang membentuk Samarinda menjadi kota yang unik di jantung Pulau Kalimantan. Setiap riak air di Mahakam seolah membawa potongan-potongan sejarah dan harapan dari masa lalu, masa kini, dan masa depan kota ini.

Julukan Kota Tepian tak dapat dilepaskan dari keberadaan Sungai Mahakam, sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan Timur yang sepanjang sejarahnya telah menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Samarinda.

Sungai ini bukan hanya menjadi jalur transportasi utama sejak zaman kolonial dan sebelumnya, tetapi juga menjadi ladang rezeki bagi para nelayan, pedagang, serta pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidupnya di bantaran air.

Rumah-rumah panggung berdiri berjajar di tepian sungai, perahu-perahu kayu berlayar bolak-balik membawa hasil bumi, dan pasar terapung menjadi pemandangan yang merekam erat bagaimana sungai menjadi pusat aktivitas sehari-hari.

Tak mengherankan, jika Mahakam lebih dari sekadar sungai, melainkan jiwa yang menghidupi seluruh lapisan masyarakat. Dari sinilah, ungkapan "Kota Tepian" menemukan muatannya sebuah kota yang tumbuh dan bernapas dalam kedekatannya dengan air, dengan tepian, dan dengan alam.

Namun, Samarinda tidak hanya tumbuh secara fisik di tepian Mahakam. Ia juga menjadi tempat berlabuhnya berbagai suku, etnis, dan budaya yang hidup berdampingan dalam keragaman yang harmonis. Masyarakat Dayak, Banjar, Bugis, Jawa, Kutai, hingga Tionghoa hidup berdampingan dengan damai, membawa adat dan tradisi masing-masing yang kemudian melebur dalam kebudayaan lokal Samarinda.

Simak Video Pilihan Ini:

Lakalantas: Pajero Seruduk Truk Box di Banyumas

Pasar Tradisional

Di kota ini, tepian tidak hanya berarti batas air dan daratan, tetapi juga pertemuan berbagai peradaban dan kebudayaan. Pasar-pasar tradisional dipenuhi dengan aroma rempah-rempah khas Banjar, masakan Bugis yang kaya rasa, seni ukir Dayak yang magis, serta kesenian Jawa yang membaur dalam kehidupan masyarakat urban.

Festival budaya kerap diselenggarakan untuk merayakan keragaman ini, dan menjadikan Samarinda sebagai miniatur toleransi dan persaudaraan yang berakar dari kehidupan di tepi sungai. Di sisi lain, perkembangan ekonomi dan urbanisasi Samarinda turut memperkuat citra kota ini sebagai Kota Tepian yang dinamis.

Kawasan tepian Mahakam tidak hanya menjadi lokasi hunian dan dermaga, tetapi juga diubah menjadi ruang publik yang representatif seperti Tepian Mahakam sebuah ruang terbuka yang dipenuhi taman, tempat bersantai, pertunjukan seni, hingga wisata kuliner yang menjadi primadona di akhir pekan.

Pemerintah kota sadar betul akan nilai strategis dan estetika dari kawasan tepian sungai ini, sehingga revitalisasi dilakukan untuk menata ulang kawasan tersebut menjadi wajah kota yang modern namun tetap menyimpan nuansa kearifan lokal.

Dari sinilah terlihat bagaimana Samarinda membangun dirinya dengan tetap memelihara identitas historis dan geografisnya sebagai kota tepian, yang tidak hanya bersahabat dengan sungai, tetapi juga menghidupi dan menjadikannya sebagai pusat keseimbangan sosial dan ekologis kota.

Lebih dari itu, Samarinda sebagai Kota Tepian juga menyimpan simbol harapan dan transformasi. Dari sebuah kota kecil yang dulunya hanyalah perkampungan nelayan dan pelabuhan sungai, kini ia tumbuh menjadi salah satu pusat perekonomian terbesar di Kalimantan Timur, sekaligus penyangga utama bagi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berada tidak jauh dari wilayahnya.

Di sinilah makna tepian juga mendapat dimensi baru dan bukan hanya soal posisi fisik, tetapi juga sebagai ambang perubahan dan peluang masa depan. Kota ini berada di tepian sejarah besar, sebagai bagian penting dalam transformasi Indonesia ke arah pembangunan yang lebih hijau, berkelanjutan, dan berkeadilan.

Peran Samarinda pun semakin strategis, dan warga kota ini memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan sungai yang telah membesarkan mereka.

Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa julukan Kota Tepian yang melekat pada Samarinda adalah ungkapan penuh makna yang merangkum kekayaan alam, sejarah sosial, pluralitas budaya, dan semangat kolektif masyarakat dalam menjalani kehidupan di tengah arus zaman yang terus berubah.

Kota ini bukan hanya terletak di tepi sungai, melainkan berada di tepian harapan, tepian kebangkitan, dan tepian perubahan besar yang akan membentuk wajah Kalimantan masa depan.

Di tepi Mahakam yang tenang namun dalam itu, Samarinda berdiri dengan keanggunannya sendiri yaitu sebagai kota yang menjadikan tepian bukan sebagai batas, melainkan sebagai jembatan menuju harmoni, kemajuan, dan masa depan yang lebih cerah.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |