Liputan6.com, Toraja Utara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam pemberian izin tambang galian C berupa tambang batu gamping di Kecamatan Tikala, Kabupaten Toraja Utara. Sejumlah langkah penyelidikan terus dilakukan, termasuk pemeriksaan intensif terhadap para saksi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, mengungkapkan bahwa kasus ini masih berada pada tahap penyelidikan. Tim jaksa tengah mengumpulkan berbagai dokumen dan keterangan dari para pihak terkait.
"Hingga saat ini, sudah puluhan saksi yang kami periksa ambil keterangannya, mulai dari pejabat di tingkat kabupaten hingga provinsi yang berkaitan langsung dengan proses perizinan dan operasional tambang tersebut," ujar Soetarmi di ruang kerjanya, Rabu (25/6/2025).
Ia menegaskan bahwa kejaksaan akan bekerja secara profesional dan transparan. "Kami minta masyarakat bersabar. Karena masih dalam tahap penyelidikan, kami belum bisa membuka secara rinci. Tapi kami pastikan, semua proses dilakukan maksimal dan objektif," jelas Soetarmi.
Sorotan terhadap aktivitas tambang di Tikala tak hanya datang dari aparat penegak hukum. DPRD Provinsi Sulawesi Selatan melalui Komisi D juga mengambil langkah tegas. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Selasa, 24 Juni 2025, Komisi D secara resmi mengeluarkan sejumlah rekomendasi penting.
Salah satunya adalah penciutan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik CV BD dari 24,9 hektare menjadi hanya sekitar 5 hektare. DPRD juga merekomendasikan agar seluruh kegiatan tambang dihentikan sementara, sampai pihak perusahaan membangun jalan produksi khusus.
Tak hanya itu, DPRD meminta agar tata letak lokasi tambang diatur ulang guna menghindari dampak langsung terhadap situs budaya dan lingkungan sosial masyarakat sekitar.
Rekomendasi DPRD ini muncul dari hasil evaluasi mendalam serta berbagai keluhan masyarakat yang merasa dirugikan akibat aktivitas tambang tersebut.
Tikala Tak Masuk Zona Pertambangan dalam RTRW Toraja Utara
Tokoh masyarakat Tikala, Prof Agus Salim menyebutkan aktivitas pertambangan di Tikala diduga menyalahi aturan tata ruang yang berlaku di Kabupaten Toraja Utara.
"Kalau merujuk pada Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Toraja Utara tahun 2012-2032, Kecamatan Tikala sama sekali tidak termasuk dalam kawasan peruntukan pertambangan," ujar Agus Salim, Selasa 22 April 2025.
Ia merinci, dalam RTRW tersebut hanya sejumlah kecamatan yang masuk dalam zona tambang, seperti Buntu Pepasan dan Sa’dan untuk tambang mineral logam, serta Sopai, Kesu’, dan Sanggalangi’ untuk tambang batuan kars.
"Jadi kalau Tikala tidak masuk zona tambang, lalu mengapa bisa keluar izin? Ini menimbulkan dugaan kuat ada praktik pelanggaran prosedur bahkan potensi dugaan kongkalikong dalam proses perizinan," tegas Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar itu.
Dia menambahkan bahwa kesesuaian dengan RTRW adalah syarat utama dalam proses penerbitan izin tambang. Tanpa itu, kata dia, seluruh proses perizinan berisiko cacat hukum.
Tak hanya Prof Agus, sejumlah tokoh masyarakat di Toraja Utara turut berharap agar penegakan hukum atas kasus ini dilakukan secara transparan dan tuntas. Mereka meminta Kejati Sulsel untuk tidak ragu menindak siapapun yang terlibat, baik dari kalangan birokrasi maupun pihak swasta.
Mereka menilai kasus tambang Tikala telah mencederai kepercayaan publik terhadap proses tata kelola perizinan, terutama ketika menyangkut aspek lingkungan, budaya, dan ruang hidup masyarakat lokal.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keberadaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya terus menuai polemik. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol mengklaim kalau kegiatan tambang di kawasan Raja Ampat ini tidak berdampak terlalu serius terhadap lingkungan.