2 Nyawa Hilang di Kapuas: Tragisnya Pekan Kelam di Sanggau

Liputan6.com, Jakarta - Dua warga Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, Anton (29) dan Yudi (40), meregang nyawa di Sungai Kapuas. Mereka pergi untuk sekadar mandi dan mencuci, seperti hari-hari biasa, namun kali ini sungai selama ini menjadi sumber kehidupan justru merenggutnya untuk selamanya.

Sungai Kapuas, nadi panjang Kalimantan Barat saban hari menjadi tempat mandi, mencuci, dan melepas penat warga, menyimpan duka pada pekan terakhir November 2025.

Dalam jarak waktu berdekatan, dua warga Kabupaten Sanggau, Anton, 29 tahun, dan Yudi, 40 tahun ditemukan meninggal dunia setelah dilaporkan tenggelam ketika melakukan aktivitas rutin di tepian sungai.

Kepala Kantor SAR Pontianak, I Made Junetra, membenarkan dua temuan itu dengan suara tertata, namun menyiratkan kelelahan.

“Benar, hari ini kami telah menemukan dua warga Sanggau yang tenggelam di Sungai Kapuas dalam keadaan meninggal dunia,” ujarnya pada Rabu 26 November 2025.

Anton, warga Desa Meliau Hilir, hendak mandi pada Senin pagi, 24 November 2025, sekitar pukul 07.30 WIB.

Ia turun ke lanting rumah kecil mengapung di tepian sungai seperti kebiasaan hariannya. Namun setelah beberapa waktu, keluarga mendapati lanting itu kosong. Anton tak kembali.

Dugaan sementara, ia terpeleset. Tidak ada saksi, hanya gelombang kecil yang lalu berlari tanpa suara.

Tiga hari kemudian, tim SAR menemukan tubuhnya terapung tak jauh dari lokasi hilang, tersangkut di tepian yang rimbun.

Korban berikutnya, Yudi, warga Dusun Piasak, Desa Pedalaman, Tayan Hilir. Ia memiliki keterbelakangan mental dan sering mandi serta buang air langsung di sungai, sebagaimana kebiasaan lama masyarakat tepian Kapuas. Selasa pagi, ia hilang dari tepian rumah panggungnya.

Proses pencarian berlangsung ketat. Di sungai yang setiap jam berubah warna dan arusnya, tim SAR menelusuri jalur yang sama berkali-kali.

“Yudi memasuki hari kedua pencarian saat ditemukan. Walaupun lokasi tenggelam berbeda, jarak kedua korban saat ditemukan tidak begitu jauh,” kata I Made Junetra.

Sungai Kapuas bukan medan mudah. Arus tenang di permukaan bisa menipu dasar sungai sering menyimpan pusaran. Kapal kayu tim SAR bergerak perlahan, menyisir, memanggil nama korban yang tak mungkin lagi menjawab.

Pagi berubah siang, siang berubah mendung. Para penyelam turun berulang masih dengan harapan tipis. Di tengah arus, satu-satunya yang tegas hanyalah waktu.

Ketika tubuh Yudi akhirnya muncul di balik belokan sungai, tim hanya saling menatap lega namun getir.

Kedua korban sudah diserahkan ke keluarga masing-masing.

“Setelah ditemukan, kedua korban kami evakuasi dan diserahkan kepada keluarga untuk proses pemakaman,” ujar I Made Junetra.

Di rumah duka, suara tangis pecah. Di Kapuas, arus kembali mengalir, seakan menelan seluruh tragedi tanpa jejak.

Di banyak desa di Kabupaten Sanggau, sungai bukan sekadar sumber air. Ia dapur, kamar mandi, tempat bermain anak-anak, tempat bercermin bagi merindukan ketenangan. Namun sungai juga tak pernah benar-benar jinak.

Kebiasaan mandi di lanting yang licin, banyaknya rumah panggung dekat tepi air, serta minimnya pengaman membuat tragedi semacam ini berulang.

Di beberapa desa, papan peringatan hanyalah formalitas, sementara warga tetap mengandalkan sungai sebagai bagian hidup sehari-hari.

Anton dan Yudi adalah dua nama yang tenggelam di sungai yang sama pada pekan yang sama.