Liputan6.com, Jakarta PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit dan kini tengah memasuki tahap penyelesaian aset oleh kurator. Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa dalam situasi seperti ini, para pemegang saham Sritex harus siap menerima kenyataan, bahwa mereka bukanlah prioritas utama dalam pembagian hasil likuidasi aset perusahaan.
Proses penyelesaian dilakukan berdasarkan hierarki yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa pemegang saham berada di urutan paling akhir setelah seluruh kewajiban terhadap kreditur dipenuhi.
“Penyelesaian diutamakan pembayaran terhadap kreditur terlebih dahulu dan apabila masih terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi, sisa tersebut akan dibayarkan kepada pemegang saham,” ungkap Nyoman dalam kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
Prioritas Pembayaran
Dalam urutan prioritas, kreditur preferen seperti karyawan dan negara menjadi yang pertama, diikuti kreditur separatis seperti bank yang memiliki jaminan, lalu kreditur konkuren.
Baru setelah itu, jika masih ada sisa, hak atas aset bisa diterima oleh investor saham. Dengan kondisi pailit seperti ini, peluang investor ritel untuk mendapatkan kembali investasinya menjadi sangat kecil.
BEI Siap Delisting Sritex
Selain menyoroti posisi pemegang saham, BEI juga menyiapkan proses penghapusan pencatatan saham (delisting) Sritex dari papan perdagangan. Hal ini menyusul status hukum perusahaan yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Nyoman memastikan bahwa proses delisting akan mengikuti ketentuan terbaru yang tercantum dalam POJK 45 Tahun 2024.
“Bursa senantiasa melakukan koordinasi dengan OJK sebagaimana diatur dalam POJK 45 tahun 2024 dan akan diumumkan kepada publik dalam hal sudah diputuskan akan dilakukan delisting atas Perseroan,” ujar Nyoman. Proses ini dipastikan dilakukan secara transparan dan akan diumumkan kepada publik setelah semua pertimbangan hukum dan administratif rampung.
Delisting ini juga menandai perubahan status Sritex dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private). Meski belum ada tanggal pasti, sinyal ini memperkuat prediksi bahwa saham Sritex akan segera keluar dari papan bursa. Investor diminta untuk terus memantau pengumuman resmi dari BEI dan OJK terkait perkembangan selanjutnya.
Kurator Ambil Alih Kendali SRIL
Setelah resmi dinyatakan pailit, manajemen SRIL tidak lagi memegang kendali penuh atas perusahaan. Tanggung jawab kini berada di tangan Kurator yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan hukum kepailitan. Kurator bertugas mengelola aset dan kewajiban perusahaan, termasuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh regulator seperti BEI.
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa salah satu pimpinan SRIL, Iwan Setiawan Lukminto, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. Meskipun penetapan tersangka terjadi di tengah proses hukum kepailitan, Bursa tetap menanggapi hal ini secara serius. Untuk itu, Bursa telah mengajukan permintaan penjelasan resmi kepada Kurator terkait dampak status hukum tersebut terhadap perusahaan.
“Mengingat SRIL telah resmi dinyatakan pailit, saat ini tanggung jawab manajemen telah beralih kepada Kurator. Dengan demikian terkait pemberitaan mengenai penetapan Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka korupsi, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan kepada Kurator,” tegas Nyoman sebelumnya.
Utang Sritex Tembus 26,35 Triliun hingga September 2024
Sritex mencatat total liabilitas sebesar USD 1,61 miliar per 30 September 2024 atau sekitar Rp 26,35 triliun (asumsi kurs Rp 16.318,35 per USD). Liabilitas itu meningkat dari USD 1,60 miliar pada akhir Desember 2023. Kenaikan ini terutama disumbang oleh meningkatnya utang bank jangka panjang menjadi USD 829,67 juta dari sebelumnya USD 858,05 juta. Selain itu, perseroan juga mencatat munculnya utang pemegang saham sebesar USD 9,36 juta yang tidak ada pada periode sebelumnya.
Merujuk laporan keuangan terakhir perseroan yang disampaikan dalam keterbukaan informasi Bursa, Kamis (22/5/2025), liabilitas jangka pendek meningkat dari USD 113,02 juta menjadi USD 133,84 juta. Peningkatan signifikan terjadi pada utang usaha pihak ketiga yang naik dari USD 31,86 juta menjadi USD 54,24 juta. Di sisi lain, beberapa kewajiban lain justru menunjukkan penurunan, seperti liabilitas lancar lainnya yang turun dari USD 21,85 juta menjadi USD 14,82 juta.
Total liabilitas Sritex yang kini melampaui nilai asetnya menunjukkan tekanan finansial yang akut. Rasio liabilitas terhadap aset per 30 September 2024 mencapai lebih dari 270%, mengindikasikan struktur permodalan yang sangat tidak sehat. Situasi ini berkontribusi terhadap defisiensi modal sebesar USD 1,02 miliar, lebih dalam dibandingkan posisi akhir 2023 yang sebesar USD 954,83 juta.