Mendiktisaintek Brian Yuliarto Harus Beri Perhatian Khusus Pemilihan Rektor Kampus UHO Kendari

9 hours ago 7

Liputan6.com, Kendari Pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari 2025 – 2029, menjadi perhatian berbagai pihak, terutama akademisi dari universitas tersebut. Pemilihan Rektor UHO dianggap cacat prosedural dan terlalu banyak memperlihatkan wajah buruk penyalahgunaan kekuasaan di ruang akademik. 

Oleh karenanya, para akademisi dan aktivis dari UHO meminta agar Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto memberikan perhatian khusus dalam mengawal proses pemilihan rektor UHO hingga akhir.

Saat ini, pemilihan Rektor UHO Kendari 2025 – 2029 sudah meloloskan 3 kandidat yakni Prof. Armid, S.Si., M.Si., M.Sc., D.Sc., Prof. Dr. Ruslin, S.Pd.,M.Si, dan Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. Sesuai pertimbangan dan keputusan Mendiktisaintek, Rektor UHO Kendari 2025 – 2029 akan diputuskan pada 2 Juni 2025.

Sejak awal, Zein menyorot pemilihan anggota Senat UHO yang dianggapnya tidak menjadi cerminan demokrasi akademik. Ia bahkan secara tegas menyatakan bahwa terdapat dugaan kuat keterlibatan pimpinan universitas terhadap proses pemilihan yang dinilainya sarat intervensi, manipulasi, dan praktik nepotisme. 

“Proses pemilihan ini tidak mencerminkan semangat demokrasi kampus yang seharusnya menjunjung keterbukaan dan partisipasi. Saya menyayangkan dalam proses yang telah dikondisikan dan direkayasa oleh oknum pimpinan universitas maupun fakultas,” ujar Dr. Muhammad Zein Abdullah, S.IP, M.Si., akademisi muda yang juga sebagai bakal calon Rektor UHO Kendari 2025–2029, Selasa (20/5/2025).

Tentang Statuta

Permasalahan ini mencuat sejak diberlakukannya Permendikti Saintek Nomor 21 Tahun 2025 tentang Statuta Universitas Halu Oleo. Alih-alih memperkuat mekanisme demokratis, aturan tersebut justru dinilai membuka celah bagi manipulasi kekuasaan. 

Muhammad Zein mengungkapkan bahwa tahapan seleksi anggota senat di tingkat program studi dan fakultas tidak dilakukan secara transparan.  

“Saya sudah berkomunikasi dengan banyak dosen, dan ternyata ada nama-nama yang telah ditetapkan diam-diam tanpa persetujuan atau keinginan dari yang bersangkutan,” ucapnya.

Proses Pemilihan

Hal senada juga disampaikan oleh Dosen FISIPOL UHO (Pemerhati Politik dan Demokrasi), La Ode Muhammad Elwan, S.Sos., MPA. Menurut La Ode Muhammad Elwan, masalah ini bukan soal siapa yang menang atau kalah, tetapi soal proses yang dipenuhi rekayasa sistematis.  

Ketika prosesnya rusak, maka produk akhirnya pun kehilangan legitimasi, betapapun indah ia dikemas. Proses pemilihan Rektor UHO periode 2025–2029 kini menjadi cermin buram dari krisis integritas dalam demokrasi kampus.

“Fakta-fakta yang mengemuka dari pernyataan salah satu calon rektor mengungkap dugaan pelanggaran administratif, manipulasi regulasi, serta intervensi kuasa yang sistematis oleh Rektor Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu,” tegas La Ode Muhammad Elwan.

Ia menambahkan, salah satu pelanggaran paling mencolok adalah keterlambatan dalam tahapan penjaringan calon rektor, yang secara eksplisit bertentangan dengan Pasal 6 Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017. 

“Regulasi tersebut mengatur bahwa penjaringan dilakukan maksimal lima bulan sebelum masa jabatan rektor berakhir. Namun, di UHO, penjaringan baru dimulai pada 10 April 2025, padahal masa jabatan rektor berakhir pada 2 Juli 2025.” 

“Pelanggaran waktu ini bukan hanya administratif, tetapi juga menciptakan celah penyalahgunaan wewenang yang mengarah pada ‘pengkondisian hasil’, bahkan lebih ekstrim menurut beliau bahwa terdapat dugaan kuat upaya Muhammad Zamrun Firihu (Rektor UHO) mendesain hidden agenda (terselubung) untuk membuat tak berdaya menteri dengan meraup 95% suara senat dalam genggamannya,” imbuhnya.

Proses Sosialisasi

Sementara di mata Sekretaris Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Tenggara, Firdaus SE., sejak awal proses sosialisasi dan tranparansi pemilihan rektor UHO 2025 – 2029 tidak dilakukan secara transparan termasuk tanpa melibatkan mahasiswa.  

Proses awal pemilihan rektor UHO 2025 – 2029 dikatakan Firdaus tidak fair dan hanya menguntungkan salah satu calon saja. Rektor yang menjabat sekarang terlalu mengintervensi proses pemilihan rektor baru. 

“Pemilihan rektor terlalu banyak intervensi dari pimpinan yang saat ini menjabat, yang harusnya dia menjadi contoh untuk netral dalam pemilihan. Dan jika ini dibiarkan akan merugikan pihak lain, biarlah proses demokratisasi ini berjalan sebagaimana mestinya, tidak boleh ada intervensi,” kata Firdaus SE,.

Firdaus berharap Mendiktisaintek dapat memberikan perhatian khusus kepada pemilihan Rektor UHO 2025 – 2029. Dengan demikian calon rektor terbaik dan kapabel akan lahir di universitas terbesar di Kendari itu. 

“Ya, karena UHO merupakan kampus ternama di Sulawesi Tenggara, sehingga Kemendiktisaintek memiliki tanggungjawab yang besar dalam menentukan calon rektor yang terbaik untuk kedepannya,” ujar Firdaus.

Dalam rapat senat UHO yang dipimpin Ketua Senat Prof. Jamili dan berlangsung secara tertutup pada Kamis (8/5/2025) lalu, telah menjaring tiga calon Rektor untuk maju tahapan akhir pemilihan, yakni Prof. Armid, Prof. Ruslin dan Prof. Takdir Saili.

Proses pemilihan menjadi satu nama akan dilakukan bersama senat dan Kemendiktisaintek direncanakan pada bulan awal Juni 2025. 

Civitas akademika UHO berharap agar Mendiktisaintek untuk dapat memotret gejala dan peristiwa dalam proses pilrek uho dan memutuskan secara logis dan rasional, sehingga dapat melahirkan pemimpin kampus yang bersih dan mampu menciptakan suasana kampus yang harmonis dan ideal.

Read Entire Article
Saham | Regional | Otomotif |