Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi pada pekan depan masih akan dibayangi ketidakpastian, seiring pasar menanti kejelasan keputusan tarif impor Amerika Serikat terhadap Indonesia.
Vice President Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, mengatakan hingga kini belum ada kepastian mengenai tarif yang akan dikenakan terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.
Apabila belum tercapai kesepakatan hingga 9 Juli 2025, maka Indonesia berpotensi dikenakan tarif resiprokal sebesar 32%. Namun, jika kesepakatan tercapai sebelum tenggat waktu tersebut, maka tarif yang dikenakan kemungkinan hanya sebesar 10%.
"Kami berpandangan pasar saat ini masih menantikan rilis keputusan tarif AS, termasuk untuk Indonesia yang sebelumnya dikenakan 32%. Jika belum mendapatkan kesepakatan hingga 9 Juli, maka kami berpandangan Indonesia akan dikenakan tarif reciprocal 32%, tetapi jika sebelum tanggal deadline maka Indonesia akan dikenakan baseline 10%,” jelas Oktavianus kepada Liputan6.com.
Oktavianus menjelaskan, ketidakpastian ini membuat pelaku pasar cenderung mengambil sikap wait and see. Lantaran, keputusan tarif tersebut akan berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia, khususnya di sektor-sektor seperti tekstil, elektronik, alas kaki, dan furniture.
Total nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai kisaran USD 25–30 miliar, dengan elektronik menyumbang USD 4,83 miliar dan alas kaki sebesar USD 2,64 miliar sepanjang 2024. Sementara itu, ekspor furnitur disebutkan memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar AS, mencapai 50% dari total ekspor sektor tersebut.
Peluang Penguatan
Oktavianus juga mengingatkan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah bisa meningkat akibat potensi penyusutan neraca perdagangan, yang pada akhirnya memberi tekanan lanjutan terhadap IHSG.
“Kami melihat peluang tekanan pada IHSG dapat berlanjut, terlebih jika respon kebijakan pemerintah cenderung lambat untuk menjaga sektor pada karya tersebut. Kami memperkirakan IHSG di pekan depan akan dapat bergerak dalam rentang level 6.700–6.950,” ungkapnya.
Namun, di tengah ketidakpastian tersebut, Kiwoom Sekuritas melihat peluang penguatan masih terbuka pada sektor-sektor yang minim dampak langsung dari tarif AS. Sektor energi dan barang baku, khususnya yang terkait dengan komoditas seperti batu bara dan emas, dinilai masih prospektif dalam jangka pendek.
Adapun saham pilihan yang disarankan adalah MDKA dengan rekomendasi trading buy dan target harga (TP) di level 2.350, serta BRMS dengan trading buy dan TP di 450.
Penasihat Khusus Prabowo Berharap Tarif Impor AS ke Indonesia di Bawah 20%
Sebelumnya, Penasihat Khusus Presiden untuk Perdagangan Internasional dan Kerjasama Multilateral, Mari Elka Pangestu, menyampaikan tim negosiasi Indonesia tengah berupaya keras agar tarif resiprokal dagang Amerika Serikat (AS) dapat turun dari angka 32 persen yang saat ini berlaku.
“Kita tentunya harus semaksimal mungkin menurunkan dari 32 persen. Jika melihat Inggris yang berhasil mendapatkan tarif 10 persen, tentu jika Indonesia bisa mencapai angka yang sama, itu jauh lebih baik,” ujar Mari Elka dikutip dari Antara, Jumat (4/7/2025).
Mari menjelaskan bahwa tarif resiprokal sebenarnya adalah 22 persen, di mana 10 persen merupakan tarif universal yang dikenakan pada semua negara. Angka 22 persen ini sudah merupakan diskon 50 persen dari tarif yang dihitung oleh AS untuk tarif resiprokal.
“Tapi apakah kita akan diberikan tarif nol, atau hanya tarif resiprokal, atau bagian dari tarif resiprokal, itu masih menjadi bahan negosiasi dan proses tawar-menawar yang sedang berlangsung saat ini,” tambahnya.
Dia juga berharap tarif resiprokal untuk Indonesia bisa ditekan di bawah 20 persen, mengacu pada tarif yang dikenakan kepada Vietnam sebesar 20 persen. Namun, Mari menegaskan bahwa semua ini masih dalam tahap negosiasi.
Hal yang Perlu Diselesaikan
Selain itu, Mari mengungkapkan bahwa masih ada beberapa hal yang perlu diselesaikan dalam pembicaraan tarif antara AS dengan China, Vietnam, dan Inggris. Dia menambahkan kemungkinan negosiasi atau dialog akan tetap berlanjut setelah tenggat waktu 9 Juli nanti.
Pada 2 April lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor minimal 10 persen untuk berbagai negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan unggahan resmi Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di posisi kedelapan dalam daftar negara yang dikenai tarif impor sebesar 32 persen.
Trump menegaskan pada 2 Juli bahwa tidak akan ada penundaan terkait tenggat waktu 9 Juli untuk penerapan kembali tarif impor tersebut.
Dengan demikian, Indonesia terus berupaya melalui jalur diplomasi dan negosiasi agar tarif impor yang dikenakan AS dapat ditekan seminimal mungkin demi menjaga kelancaran perdagangan bilateral dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.